JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penanganan perkara korupsi di daerah dikeluhkan. Sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli Pembangunan Indonesia (LSM Pendoa) mendesak Kejaksaan Agung serius mensupervisi penanganan perkara dugaan korupsi anggaran perjalanan dinas fiktif oleh 50 anggota DPRD dan 43 PNS Sekretariat DPRD Kab Langkat, Sumatera Utara. Pasalnya Kejaksaan Negeri Stabat hingga saat ini baru menetapkan tiga tersangka. "Kuat dugaan, penetapan tiga tersangka hanya sebagai tumbal untuk menyelamatkan kepentingan politik para anggota DPRD Langkat," kata Ketua Umun LSM Pendoa Ungkap Marpaung di Kejaksaan Agung, Rabu (18/6).

Padahal pengusutan perkara ini oleh  Kejaksaan Negeri Stabat, Kab Langkat telah berlangsung selama setahun. Namun Kejari Stabat baru menetapkan tiga orang tersangka, yakni Sekretaris DPRD Kab Langkat, Salman, mantan Sekretaris DPRD Langkat Supomo dan karyawan perusahaan Travel Hendra. Diantara tiga tersangka itu tidak terdapat nama anggota DPRD Langkat. Padahal mereka diduga pelaku utama sekaligus penikmat utama korupsi tersebut. "Di antara legislator yang terlibat adalah Ketua DPRD Kab Langkat Rudi Hartono Bangun. Apalagi Rudi Hartono telah terpilih sebagai legislator tahun 2014-2019," jelas Ungkap.

Ungkap  menduga ada keterlibatan Saleh Bangun yang saat ini menjabat Ketua DPRD Prov Sumut serta orang tua Rudi Hartono, Saleh diduga mempengaruhi jalannya penanganan perkara korupsi tersebut dengan memanfaatkan kedekatan pribadi kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut baru M Yusni.

Sehingga  LSM Pendoa ini menduga Kejari dan Kejati Sumut telah ´masuk angin´ dalam menangani kasus ini. Fakta keterlibatan anggota DPRD mencuat saat tersangka Salman mengembalikan uang kerugian negara melalui rekening BRI Nomor 0638-01-000226-30-0 an Kejaksaan Negeri Stabat dengan judul Uang Sitaan Perkara H Salman Dkk sebesar Rp666 juta.

Dalam laporannya kepada Bupati Langkat, Salman mengungkapkan bahwa uang sebesar Rp666 juta itu diperoleh dari 50 anggota DPRD dan 43 PNS di jajaran Sekretariat DPRD Langkat sebagai pengembalian kerugian negara TA 2012 sesuai laporan hasil pemeriksaan BPK RI Perwakilan Sumut.

Diakui Ungkap, besaran uang yang dikorupsinya mungkin nilainya kecil. Namun kasus ini sangat mengkhawatirkan sebab korupsinya berjalan sangat terstruktur, sistematis dan massif. Karena dalam kasus ini melibatkan 93 orang.  "Segera tetapkan semua pihak yang terlibat atau menikmati perjalanan dinas fiktif sebagai tersangka," pinta  Ungkap.

Secara hukum, lanjut Ungkap, pengembalian kerugian negara tidak menghapus perbuatan pidana korupsi yang dilakukan tetapi menjadi pertimbangan untuk meringakan hukuman dalam persidangan

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Tony Spontana mengaku kejagung telah melakukan supervisi atas perkara ini. Hanya saja diakui Tony supervisi tersebut belum memberikan efek atas penanganan perkaranya. Kejagung menyatakan bahwa penanganan semua kasus-kasus di daerah sudah sesuai dengan ketentuan. Semua penanganan kasus didasarkan pada ketentuan dan fakta hukum. "Kita berpegang pada fakta hukum dan alat bukti yang jelas," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Tony Spontana di Kejagung.

Sebelumnya Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho mnegatakan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi menemukan 110 kasus di berbagai kota di Indonesia yang di tangani Kejari dan Kejati bermasalah. Sehingga perlu mendapat perhatian serius dari Kejaksaan Agung.

Berdasarkan hasil pemantauannya, ada dua catatan serius penanganan korupsi di daerah. Pertama, penanganan perkara berlarut di tingkat penyelidikan dan penyidikan (39 perkara), dan perkembangan perkara tidak jelas (38 perkara). Alasan lainnya adalah penanganan perkara korupsi belum menjerat seluruh aktor (9 perkara), tersangka belum ditahan (4 perkara), dan SP3 (3 perkara).

Catatan penting lain yang ditemukan dalam pemantauan sebanyak 4 tersangka yang belum ditahan dan 2 terdakwa yang sudah divonis tapi belum dieksekusi oleh kejaksaan. Hal ini menunjukkan Kejaksaan seolah memberi kelonggaran baik pada proses hukum, maupun pada pelaksanaan putusan pengadilan.

Koalisi meminta fokus bersih-bersih internal Kejaksaan jangan hanya dijadikan motto tetapi juga aksi nyata demi Kejaksaan yang berintegritas. "Koordinasi dan supervisi penanganan perkara korupsi di daerah harus menjadi agenda serius perbaikan sistem dan penguatan Kejaksaan, sehingga kinerja Kejaksaan semakin maksimal dalam upaya pemberantasan korupsi," tandas Emerson.

BACA JUGA: