JAKARTA, GRESNEWS.COM - Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) Ismed Hasan Putro menentang keras kebijakan Menteri Perdagangan M. Luthfi untuk membuka keran impor gula rafinasi. Kebijakan ini dinilai akan merugikan petani tebu. "Rasanya kurang bijak bila Menteri Perdagangan kembali mengizinkan impor rafinasi," kata Ismed melalui pesan singkat kepada Gresnews.com, Jakarta, Rabu (6/8).

Sepanjang tahun 2014 ini pemerintah via Kementerian Perdagangan memang sudah berjanji untuk tidak lagi mengimpor gula rafinasi untuk keperluan industri. Kebijakan ini diambil setelah mengetahui adanya kebocoran gula rafinasi ke pasar. Bocoran gula yang seharusnya hanya digunakan untuk kebutuhan industri itu merata di hampir seluruh wilayah Indonesia membuat harga gula dalam negeri merosot dan menghancurkan perekonomian para petani tebu.

Sejak tahun 2010 lalu, sebenarnya petani cukup bergairah menanam tebu dan memproduksi gula karena ada kenaikan harga gula di tahun 2009 hingga Rp8000 per kilogram. Tahun sebelumnya harga gula hanya mencapai Rp5.300 per kilogram.

Harga gula juga semakin meningkat di tahun 2012, mencapai Rp10.000 hingga Rp11.300 per kilogram. Kenaikan ini juga memicu peningkatan produksi dan perluasan lahan tebu di tahun 2013.

Hanya saja di tahun itu ternyata harga gula anjlok lagi ke angka di bawah Rp9000 per kilogram. Penurunan ini memukul semangat petani untuk bertanam tebu. Apalagi kemudian petani juga semakin terpuruk karena serbuan gula impor. Padahal stok gula nasional lumayan memadai.

Karena itulah Lutfhi kemudian memastikan tidak mengeluarkan izin impor terutama gula kristal putih. "Menurut kajian perhitungan Kementerian Perdagangan, saya menyetop semua impor gula karena stok melimpah. Sampai akhir tahun tidak perlu impor," kata Luthfi beberapa waktu lalu.

Impor terakhir yang disetujui kata Luthfi ketika itu adalah untuk Perum Bulog untuk memperkluat cadangan gula nasional. Bulog diberikan tenggat waktu mengimpor gula mulai 1 April 2014 hingga 15 Mei 2014. Bulog kemudian hanya mengimpor 22.000 ton gula.

Hanya saja belakangan janji itu goyah setelah adanya desakan dari Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI). Ketua Umum AGRI Wisnu Prayit mendesak Kemendag mengeluarkan izin impor gula rafinasi untuk kelangsungan pasokan bagi industri makanan dan minuman dalam negeri. "Asosiasi makanan dan minuman sudah mulai kuatir, mereka memberikan sinyal kekhawatiran ke kami," kata Wisnu beberapa waktu lalu.

Dia mengatakan kebutuhan gula untuk produksi industri makanan dan minuman mencapai 3,1 juta hingga 3,2 juta per tahunnya. Sementara izin impor dari Kemendag baru 2,1 juta ton sehingga masih kekurangan 1,1 juta ton lagi. Dari jumlah tersebut, dia menyebutkan pemerintah memangkas kuota impor 200 ribu ton sebagai bentuk hukuman gula rafinasi yang merembes ke pasar. Dengan demikian jumlahnya menjadi sekitar 800 ribu - 900 ribu ton.

Nah hal inilah yang kemudian membuat Luthfi berniat membuka lagi keran impor gula rafinasi. Rencana ini ditentang keras Ismet dengan alasan dikeluarkannya izin impor rafinasi yang diminta oleh para produsen gula rafinasi sangat tidak tepat, mengingat izin impor tersebut datang disaat musim giling pabrik gula. "Jika impor benar-benar terjadi maka harga gula petani akan hancur akibat serbuan gula rafinasi impor pada pasar tradisional," kata Ismed.

Ismed mengatakan perizinan impor gula rafinasi berasal dari kebijakan mantan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan. Gita telah membebaskan impor gula rafinasi, akibatnya jutaan petani selama dua tahun terakhir menderita akibat anjloknya harga gula. Disisi lain, gula rafinasi impor bukan saja merembes ke pasar tradisional tetapi sudah menguasai perniagaan gula nasional dari Aceh sampai Papua.

Terbukti dengan temuan Menteri Pertanian Suswono di lapangan bahwa gula rafinasi sudah menembus di pasar tradisional. Ismed meminta kepada pemerintah untuk membatalkan rencana impor gula rafinasi. Menurutnya jika pemerintah memiliki ketakutan akan kurangnya pasokan gula rafinasi untuk kebutuhan industri makanan dan minuman, pemerintah harus menyerap habis gula rafinasi impor yang beredar leluasa di pasar.

"Sampai kapan nasib tragis petani tebu akan menanti masa ajalnya tiba ? Harapan bertumpu kepada Presiden, Wakil Presiden dan Menteri Perdagangan dalam pemerintahan baru," kata Ismed.

Dalam kesempatan terpisah anggota Komisi IX DPR RI Sadar Subagyo menilai tata niaga impor gula rafinasi saat ini sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun yang menjadi permasalahan dari rembesnya impor gula rafinasi ke pasar tradisional yaitu pengawasannya. Lagipula menurutnya gula rafinasi sudah ditentukan pasarnya yaitu pasar industri.

Dia meminta kepada pemerintah untuk segera menutup kebocoran impor gula rafinasi agar tidak merembes ke pasar tradisional. Namun jika masih terus mengalami kebocoran, hendaknya pemerintah jangan melakukan impor gula rafinasi.

Apabila pemerintah tetap bersikeras untuk impor gula rafinasi maka matinya pasar tradisional tidak dapat dihindari. "Jangan dulu impor, kalau nanti merembes ke pasar tradisional, ya mati semua pasar tradisionalnya," kata Sadar kepada Gresnews.com.

BACA JUGA: