JAKARTA, GRESNEWS.COM - Partai Golkar tetap akan menunggu hasil penetapan status terdakwa untuk memberhentikan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dari kepengurusan dan kader partai. Meski Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diketahui telah menetapkan kasus tambahan terhadap Atut dalam kasus pemerasan.

Ketua DPP Partai Golongan Karya Hajriyanto Thohari mengatakan pihaknya tetap menghargai upaya penyidikan yang dilakukan oleh KPK. Sehingga untuk memberhentikannya dari kepengurusan Partai Golkar akan menunggu hasil penetapan terdakwa dari pengadilan. "Terhadap langkah-langkang yang dilakukan KPK kita tidak akan memberikan penilaian-penilaian, termasuk pasal-pasal apa yang akan dituduhkan. Itu semua menjadi kewenangan KPK dan kita menghormatinya," kata Hajriyanto kepada Gresnews.com pada Rabu (15/1).

Hajriyanto menambahkan pemberhentian status kader partai di eksekutif dalam peraturan perundang-undangan merupakan kewenangan KPK. Dikatakan, hal itu berbeda bila yang terkena masalah adalah kader partai yang berada di lembaga legislatif. Bila dalam lembaga legislatif ada seorang kader yang terjerat kasus, meski hanya soal pelanggaran etika maka partai dapat langsung memberhentikan. "Hal itu berbeda bila kader tersebut berada di lembaga eksekutif," katanya.

Menanggapi soal penambahan status tersangka kepada Gubernur Banten ratu Atut itu Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Demokrasi Indonesia Perjuangan yang berasal dari Dapil Banten, Dedi Gumelar menilai penetapan kasus oleh KPK pada seseorang itu tidak main-main. Menurutnya bila KPK sudah menyatakan kepada media artinya kasus itu memang sudah cukup bukti.

Dedi yang akrap dipanggin Miing Bagito ini mengungkapkan kasus korupsi yang terjadi di Banten memang sudah menjadi rahasia umum. Menurutnya, banyak pihak yang mengetahui hal itu namun tidak ada yang berani mengungkapkan karena takut. "Kalau korupsi di Banten itu kan seperti gas, tercium baunya tapi gak ada yang mau ngomong," kata Dedi kepada Gresnews.com pada Rabu (19/1).

KPK telah  menetapkan kasus tambahan kepada Atut dengan kasus pemerasan. Sebelumnya Ratu Atut telah ditetapkan oleh KPK dengan kasus suap Pilkada Lebak dan penyelenggaraan proyek alat-alat kesehatan di kota Tangerang Selatan. Dalam kasus barunya itu Atut diduga telah melakukan pemerasan kepada para bawahannya di Dinas Kesehatan. Pemerasan itu dilakukan dengan ancaman pencopotan dari jabatannya. Penetapan pasal pemerasan itu snediri merupakan hasil pengembangan penyidikan atas kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di Pemprov Banten pada 2011-2013.

Dengan kasus baru ini Gubernur Banten itu dapat dijerat dengan Pasal 12 Huruf e atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 Kesatu KUHP. Pasal 12 Huruf e UU Tipikor mengatur tentang pegawai negeri yang melakukan pemerasan dengan ancaman hukuman penjara maksimal seumur hidup. Sehingga kini Ratu Atut telah disangka dengan tiga kasus yang berbeda.

BACA JUGA: