JAKARTA, GRESNEWS.COM - Korupsi Dana Bansos Banten rupanya menyisakan persoalan. Meskipun tujuh tersangka telah dinyatakanterbukti dan divonis bersalah oleh pengadilan Tipikor hingga ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung, namun orang yang diduga sebagai aktor utama kasus ini, yaitu mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, justru belum dihukum. Bahkan penanganan perkara yang menjerat Atut ini oleh Kejaksaan Tinggi Banten diduga telah dihentikan.

Itulah yang melatari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melayangkan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap Kejaksaan Agung RI dan KPK. Gugatan telah didaftarkan pada Kamis (5/1) lalu. "Iya kita layangkan gugatan praperadilan, jaksa tak melanjutkan kasusnya dengan menjerat Ratu Atut," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangannya yang diterima gresnews.com, Sabtu (7/1).

Boyamin menyampaikan gugatan telah diterima kepaniteraan muda pidana Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan teregister dengan nomor perkara 02/Pid.Prap/2017/PN.Jkt.Sel. Rencananya sidang perdana gugatan praperadilan digelar dua pekan ke depan.

Alasan dilayangkan gugatan praperadilan ini karena Jaksa Agung telah menyidik dan menuntut terdakwa Zaenal Mutaqin dkk hingga dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman penjara oleh pengadilan. Dari perkembangan penyidikan dan fakta persidangan, terungkap korupsi dana bansos Banten ini, ternyata bermuara ke Atut selaku gubernur saat itu.

Uang itu, terungkap, digunakan untuk kepentingan kampanye Pilkada Banten oleh Atut selaku calon incumbent. "Namun sampai saat ini Jaksa Agung malah belum mengajukan nama Atut Chosiyah ke Pengadilan Tipikor, sehingga haruslah dinyatakan sebagai bentuk Penghentian Penyidikan Perkara Korupsi Dana  Hibah dan Bansos Banten dengan Tersangka Atut Chosiyah," kata Boyamin.

Menurut Boyamin, KPK sendiri telah melakukan serangkaian  penyelidikan dan penyidikan berupa pengumpulan bukti-bukti secara tertutup terhadap kasus Bansos dan Hibah Banten dengan rencana menetapkan Atut Chosiyah sebagai tersangka. Tapi kemudian KPK melimpahkan perkara ini kepada Kejaksaan Agung.

"Namun ternyata KPK tidak melakukan pengawasan dan kontrol sehingga membiarkan Kejaksaan Agung tidak mengajukan Atut Chosiyah ke Pengadilan Tipikor," katanya.

Atas dasar alasan-alasan tersebut, MAKI meminta Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk memutuskan, secara hukum Kejaksaan Agung telah melakukan tindakan penghentian penyidikan terhadap Tersangka Ratu Atut Chosiyah secara tidak sah. Alasannya, karena tidak diikuti dengan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Kemudian menyatakan secara hukum KPK melanggar ketentuan dalam Pasal 6 dan Pasal 7 UU No. 30 tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan KUHAP, sehingga merupakan bentuk turut serta melakukan penghentian penyidikan yang tidak sah dan batal demi hukum dengan segala akibat hukumnya.

"Kita meminta KPK mengambil alih berkas perkara aquo dari Kejaksaan Agung untuk selanjutnya dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor," tandas Boyamin.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksan Agung Moh Rum enggan menanggapi gugatan praperadilan MAKI itu. Rum hanya menyatakan jaksa siap hadapi gugatan tersebut.

TURUT SERTA - Ratu Atut, mantan Gubernur Banten yang saat ini mendekam di penjara sejatinya terseret bersama-sama tujuh terpidana lainnya dalam kasus ini. Mereka adalah mantan Asisten Daerah III Sekretariat Daerah Provinsi Banten Zainal Mutaqin, Dudi Setiadi, Yudianto M Sadikin, Asep Supriadi, Siti Halimah (keempatnya orang dekat mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah), Wahyu Hidayat (Kasubbag Tata Usaha Biro Kesra), dan Sutan Amali (PNS Biro Kesra).

Ketujuh orang tersebut telah dinyatakan terbukti menyelewengkan dana hibah dan bansos sebesar Rp7,65 miliar. Dari ketujuh terdakwa, Zainal mendapat hukuman lebih berat. Jika lainnya hukuman setahunan, namun Zainal pada pengadilan tingkat pertama diganjar 6 tahun penjara dengan denda senilai Rp1 miliar subsider empat bulan kurungan dan uang pengganti Rp3,489 miliar subsider dua tahun enam bulan penjara.

Zainal belakangan mengajukan banding. Namun oleh Pengadilan Tinggi Banten hukumannya malah ditambah menjadi tujuh tahun penjara. Akhirnya Zainal mengajukan kasasi namun kandas juga.

"Menjatuhkan penjara selama 8 tahun dan denda sebesar Rp500 juta subsider 2 bulan kurungan dan uang pengganti Rp3,489 miliar subsider 3 tahun penjara," putus Majelelis Hakim MA yang dipimpin oleh Salman Luthan dalam putusannya pada 15 Desember 2015 lalu.

Dugaan keterlibatan Ratu Atut diungkap jaksa dalam dakwaannya terkait kasus Zainal dkk. Dari dakwaan jaksa terhadap Zainal dkk ketahui, pada Oktober 2010 Zainal menemui Ratu Atut di rumah Atut di Jalan Bhayangkara No 51, Serang.

Dalam pertemuan tersebut, Zainal menyampaikan kepada Ratu Atut akan membantu menyediakan dana untuk kegiatan sosialisasi pencalonan kembali Ratu Atut menjadi gubernur Banten. Anggaran yang disiapkan akan diambil dari dana hibah dan bansos yang sudah dikondisikan.

Kemudian, Zainal melakukan pertemuan dengan Dudi Setiadi, Kholil, Siti Halimah, Wahyu Hidayat, Petri Remos, dan Sutan Amali di aula rumah gubernur Banten di Jalan Bhayangkara. Dalam pertemuan tersebut Zainal memberikan saran untuk memberikan kepada 10 yayasan dan satu lembaga dan disalurkan kepada 10 yayasan penerima Rp4,15 miliar dan untuk satu lembaga Rp3,5 miliar dari uang hibah.

Berdasarkan putusan kasasi Zainal diketahui ada aliran uang dari Zainal dkk ke Ratu Atut lewat Siti Halimah. Inilah beberapa aliran dana Bansos dikutip dari putusan MA. Pertama, dana sebesar Rp 720 juta diserahkan di kediaman Gubernur Banten di Jalan Bhayangkara, Cipocok, Serang, pada Januari 2011. Uang diserahkan ke Siti Halimah.

Lalu pada Januari 2011 Zainal menyerahkan uang Rp450 juta di kediaman Gubernur Banten di Jalan Bhayangkara ke Siti Halimah. Pada bulan yang sama juga diserahkan uang Rp720 juta di kediaman Gubernur Banten di Jalan Bhayangkara, Cipocok, Serang, pada Januari 2011. Uang diserahkan ke Siti Halimah.

Pada Februari 2011 Zainal menyerahkan ke Halimah uang Rp585 juta di kediaman Gubernur Banten di Jalan Bhayangkara, Cipocok, Serang, pada Februari 2011. Uang diserahkan ke Siti Halimah.

BACA JUGA: