JAKARTA, GRESNEWS.COM - Wacana pemerintah merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dinilai tak tepat sasaran. Revisi UU Ormas yang awalnya bertujuan untuk membatasi jumlah ormas yang banyak menyimpang dari nilai-nilai Pancasila, justru berpotensi melanggar konstitusi.

Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Ahmad Bakir Ihsan menilai dasar pemerintah merevisi UU Ormas dengan maksud membatasi jumlah ormas sangat lemah. Bahkan cenderung inkonstitusional, lantaran membatasi hak warga negara untuk berserikat.

"Membatasi jumlah ormas bertentangan dengan kebebasan warga untuk mengekspresikan aspirasinya yang dijamin oleh konstitusi dan demokrasi," kata Bakir kepada gresnews.com melalui pesan singkat, Senin (12/12).

Dia megimbau pemerintah agar tak perlu khawatir berlebihan terkait keberadaan ormas. Pemerintah lebih baik melihat persoalan tersebut dengan jernih sehingga bisa mengambil solusi yang lebih baik. Menurutnya, keberadaan ormas bukanlah sebab terjadinya penyimpangan nilai yang menjadi dasar untuk membatasi keberadaan ormas.

"Kalau persoalannya adanya ormas yang bertentangan dengan Pancasila, solusinya bukan dengan membatasi jumlah, tapi memberikan pemahaman kepada masyarakat agar memahami tentang urgensi Pancasila," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan akan merevisi UU Ormas. Revisi UU Ormas itu lantaran mudahnya mendaftarkan ormas ke Kemendagri atau Kemenkum HAM.  Hal itu berakibat tidak terkontrolnya seleksi ormas, sehingga banyak ormas yang tidak sesuai dengan nilai Pancasila.

Menurut Tjahjo, dengan merevisi UU tersebut akan menekan jumlah ormas yang ada di Indonesia. Selama ini terlalu mudah cara orang mendaftarkan ormas.

SALAH KAPRAH - Sementara itu, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah juga mengkritik munculnya wacana revisi UU Ormas. Fahri melihat ada trend untuk membatasi jumlah ormas yang cenderung kembali kepada penindakan seperti masa Orde Baru.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu juga tak sepaham dengan kebijakan yang akan diambil pemerintah dengan merevisi UU Ormas. Keberadaan ormas merupakan bagian dari kearifan lokal yang juga telah menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia untuk berserikat, pun telah memberi warna demokrasi Indonesia, bahkan jauh sebelum negara terbentuk.

Dia mengingatkan, agar pemerintah tidak gegabah melakukan perampingan jumlah ormas di Indonesia. Justru pemerintah tidak perlu risau dengan jumlah ormas, asalkan penegakan terhadap pelanggar hukum dapat dijalankan dengan baik.

"Indonesia memiliki tradisi kelembagaan swadaya masyarakat jauh sebelum negara ada," kata Fahri beberapa waktu lalu.

Fahri mendorong penegakan hukum oleh aparat penegak hukum mesti digalakkan terhadap organisasi yang melanggar. Hal itu jauh lebih baik ketimbang membatasi jumlah ormas. Jadi, merevisi UU bukan menyelesaikan persoalan melainkan justru melanggar konstitusi dan tradisi yang telah tertanam dalam masyarakat.

BACA JUGA: