JAKARTA GRESNEWS.COM - Serikat Kerakyatan Indonesia (SAKTI) menilai, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2/2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan, merupakan bentuk teror terhadap gerakan masyarakat sipil. Pasalnya Perppu tersebut memberikan kewenangan yang sangat luas kepada pemerintah untuk membubarkan ormas.

"Dalam Perpu baru tersebut pemerintah dapat membubarkan ormas tanpa melalui jalur lembaga peradilan. Menteri Hukum dan HAM memiliki kewenangan langsung membubarkan ormas yang bertentangan Pancasila tanpa jalur pengadilan," kata Sekretaris Jenderal SAKTI Girindra Sandino, dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Jumat (14/7).

Untuk mencabut status badan hukum ormas tersebut, Menteri Hukum dan HAM hanya perlu mengeluarkan dua sanksi admnistratif, yakni peringatan tertulis satu kali dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari dan penghentian kegiatan. Sementara sanksi pencabutan status badan hukum yang dahulu diatur UU No 17/2003 tentang Ormas harus melalui lembaga peradilan, yang didahulukan dengan mengajukan permohonan pembubaran ormas berbadan hukum ke pengadilan negeri oleh kejaksaan.

Girindra menegaskan, Perpu Perppu No. 2/2017 tentang Ormas merupakan langkah mundur dalam pencapaian kehidupan demokrasi yang sudah terkonsolidasi di Republik Indonesia. "Bahkan cenderung mengarah pada bentuk teror pemerintah terhadap gerakan sipil di Indonesia, khususnya gerakan sipil yang berbasis Islam," katanya.

Kedua, penghapusan delapan belas pasal dalam UU No. 17 Tahun 2013 tentang Ormas, yang salah satunya adalah pembubaran ormas tanpa jalur lembaga peradilan dan prosedur berjenjang, jelas menunjukkan watak otoriter dan paranoid pemerintah dalam menangani ormas yang diduga bertentangan dengan Pancasila. Ketiga, tindakan pemerintah juga jelas bertentangan dengan Pasal 28E Ayat (3) UUD 1945. Pasal tersebut menegaskan: "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat".

Dengan demikian UUD 1945 secara langsung dan tegas memberikan jaminan kebebasan untuk berserikat atau berorganisasi (freedom of association), kebebasan berkumpul (freedom of assembly), dan kebebasan menyatakan pendapat (freedom of expression). Yang kita ketahui kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat merupakan buah perjuangan yang direbut dengan darah, keringat dan air mata (Blood, Sweat and Tears).

Keempat, pemerintah harus sangat berhati-hati dalam menangani masalah pembubaran ormas, karena dampak berantainya akan sangat fatal terhadap demokrasi serta kehidupan berbangsa dan bernegara. Di samping itu, tidak tertutup kemungkinan pembubaran ormas dengan adanya revisi melalui Perpu No. 2/2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan akan menjadi yurisprudensi pembubaran Ormas lain yang dianggap atau diduga anti-Pancasila.

"Padahal selama ini tidak jelas parameter anti-Pancasila itu apa? Seperti mengulang zaman Rezim Orde Baru, yakni penerapan Asas Tunggal," kata Girindra.

Kelima, dengan tetap menjunjung tinggi Pancasila sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara, SAKTI menolak tegas penerbitan Perppu tersebut dan meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menolak Perppu tersebut. SAKTI juga meminta pemerintah meninjau kembali Perpu 2/2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

"Tidak ada hal genting yang mendesak dalam penerbitan Perpu tersebut, sebaliknya kami menilai hal ini akan membawa krisis kewibawaan (crisis gezag) yang serius pusat kekuasaan. Para aktor di lembaga-lembaga negara diharapkan tidak terjebak membangun narasi politik untuk kepentingan jangka pendek," pungkasnya. (mag)

 

BACA JUGA: