JAKARTA, GRESNEWS.COM – Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) dinilai telah lumpuh keberadaannya menyusul dikabulkannya sebagian gugatan atas UU tersebut. Sebab praktis pasal-pasal yang menjadi organ penting undang-undang tersebut dinyatakan inkonstitusional.

Koordinator Koalisi Kebebasan Berserikat (KKB) Fransisca Fitri mengatakan, pasal-pasal penting yang dikabulkan MK itu adalah norma-norma yang  sejak awal diidentifikasi KKB bermasalah. Diantaranya soal tujuan, ruang lingkup, registrasi, dan pemberdayaan Ormas. Pasal-pasal ini menurutnya bermasalah sejak akar pemikirannya, di mana sektor masyarakat yang terorganisasi dianggap sebagai ancaman bagi negara. Oleh karenanya harus dikontrol dan dibatasi.
 
Amar putusan MK menyebutkan adalah bertentangan dengan UUD 1945 jika negara menyatakan sebuah organisasi ilegal karena tidak terdaftar. "Jika terus dipertahankan, ketentuam tersebut menjadi ancaman bagi kemerdekaan berserikat dan berkumpul," Fransisca kepada Gresnews.com, Rabu (22/12).
 
Diantaranya MK mengabulkan permohonan KKB dan menyatakan ketentuan Pasal 29 ayat (1) UU Ormas bertentangan dengan UUD 1945. Pasal ini menyatakan kepengurusan Ormas di setiap tingkatan hanya dapat dilakukan secara musyawarah dan mufakat.
 
Mahkamah berpendapat musyawarah dan mufakat adalah proses pengambilan keputusan yang didasarkan pada demokrasi Pancasila. Namun demokrasi Pancasila tidak meniadakan proses pengambilan keputusan melalui suara terbanyak. Karena itu, Mahkamah menilai ketentuan Pasal 29 ayat (1) yang tidak memungkinkan adanya pengambilan keputusan melalui suara terbanyak dapat menimbulkan persoalan dan stagnasi terhadap Ormas.
 
Sebab, pengambilan keputusan berdasarkan musyarawah dan mufakat tidak selalu bisa tercapai. Bila tidak tercapai akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan. Akibatnya,  ketidakpastian hukum tersebut justru bertentangan dengan UUD 1945.

Agar tidak menimbulkan ketidakpastian hukum dan mengindari kebuntuan, dalam persoalan pemilihan kepengurusan Ormas, Mahkamah akhirnya memutuskan pengambilan keputusan melalui suara terbanyak juga dapat dilakukan.
 
Selanjutnya, Mahkamah menyatakan Pasal 29 ayat (1) UU Ormas. Menjadi berbunyi: "Kepengurusan Ormas di setiap tingkatan dipilih secara musyawarah dan mufakat atau dengan suara terbanyak," tutur Ketua Mahkamah Konstitusi, Hamdan Zoelva saat membacakan amar putusan perkara nomor 3/PUU-XII/2014 di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, (23/12).
 
Agar tidak ditafsirkan berbeda, Mahkamah menyatakan langsung redaksi baru Pasal 29 ayat (1) UU Ormas menjadi bebunyi: "Kepengurusan Ormas di setiap tingkatan dipilih secara musyawarah dan mufakat atau dengan suara terbanyak".
 
Pasal tersebut salah satu pasal yang dimohonkan KKB yang terdiri dari Yayasan FITRA Sumatera Utara, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI),  dan Indonesia Corruption Watch (ICW). Serta pemohon perorangan seperti Said Iqbal selaku Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Choirul Anam selaku Wakil Direktur Human Rights Working Group (HRWG), dan Poengky Indarti selaku Direktur Eksekutif Imparsial, untuk duji.
 
Pasal lainnya yang diminta diuji adalah Pasal 1 angka 1, angka 6, Pasal 5, Pasal 8, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 23, Pasal 29 ayat (1), Pasal 42 ayat (2), Pasal 57 ayat (2), ayat (3), Pasal 59 ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf e  UU Ormas. Sementara terhadap Pasal 1 angka 1, Pasal 5, Pasal 8, Pasal 23, Pasal 57 ayat (2) dan ayat (3) UU Ormas, dinyatakan mutatis mutandis (perubahan-perubahan yang diperlukan atau penting) dengan putusan Mahkamah Nomor 82/PUU-XI/2013 yang dimohonkan oleh PP Muhammadiyah.
 
Pada hari yang sama, MK mengabulkan sebagian uji materi yang domohonkan PP Muhammadiyah. Pasal yang dikabulkan adalah Pasal 5, Pasal 8, Pasal 16 ayat (3), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 34, Pasal 40 ayat (1), dan Pasal 59 ayat (1) huruf a.
 
Sementara pasal-pasal yang dimohonkan PP Muhammadiyah adalah Pasal 1 Angka 1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 21, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 30 ayat (2), Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 34 ayat (1), Pasal 35, Pasal 36, Pasal 38, Pasal 40 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), Pasal 57 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 58, dan Pasal 59 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 58, dan Pasal 59 ayat (1) dan ayat (3).
 
MK mengatakan Pasal 5 UU ormas bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa tujuan dimaksud bersifat kumulatif dan/atau alternatif. Sedangkan Pasal 8, Pasal 16 ayat (3), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 34, Pasal 40 ayat (1), dan Pasal 59 ayat (1) huruf a UU Ormas bertentangan dengan UUD 1945
 
Terkait tujuan ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 UU ormas, MK menilai Ormas harus diberikan kebebasan untuk menentukan tujuannya masing-masing sepanjang tidak bertentangan dengan dasar negara dan UUD 1945. Agar tujuan yang termuat dalam Pasal 5 UU Ormas tidak melanggar hak kebebasan berserikat yang dijamin oleh UUD 1945 maka kata "dan" yang terdapat pada Pasal 5 huruf g UU 17/2013 harus ditambah dengan kata "/atau" agar tujuan tersebut dapat bersifat alternatif.
 
"Dengan demikian, hak kebebasan berserikat yang dijamin oleh UUD 1945 tidak terlanggar sekaligus tujuan yang termuat dalam Pasal 5 juga dapat dipenuhi oleh Ormas," jelas Wakil Ketua MK Arief Hidayat saat membacakan pendapat Hakim Konstitusi di Gedung MK, Selasa (23/12).
 

BACA JUGA: