JAKARTA, GRESNEWS.COM - Gloria Natapradja Hamel urung menjadi Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) perwakilan Jawa Barat. Gloria dinyatakan tak masuk dalam Paskibraka yang bertugas pada upacara HUT ke-71 RI, Rabu (17/8), di Istana Negara Jakarta, karena persoalan status kewarganegaraan. Gloria dicoret dari daftar nama anggota Paskibraka karena mengantongi paspor Prancis.

Siswi kelas XI SMA Islam Dian Didaktika, Depok, Jawa Barat, itu batal mengibarkan Sang Saka Merah Putih di Istana negara bersama 67 pelajar lainnya se-Indonesia. Alasan pemerintah karena mengantongi paspor Prancis maka status kewarganegaraan WNI Gloria menurut Pasal 23 huruf h UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan dinyatakan batal. Adapun bunyi Pasal 23 huruf h adalah sebagai berikut: "Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya."

Sikap pemerintah yang tegas melarang Gloria itu justru menuai kecaman publik. Sikap masyarakat berbeda dalam menyikapi kasus dwikewarganegaraan ini. Sebelumnya kecaman keras dilontarkan pada Arcandra Tahar yang memiliki dua paspor hingga dia terjungkal dari kursi menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Paspor ganda itu membuat Arcandra menjadi menteri tercepat yang menjabat di Indonesia yakni selama 20 hari saja.

Terhadap Gloria, publik justru mengecam pemerintah. Tak sampai 24 jam, dukungan publik kepada Gloria pun menjadi viral di internet. Lewat petisi yang diunggah ke change.org, Wahyu Prayoga Pratama menyampaikan permohonan kepada Presiden Jokowi dengan tembusan ke Kementerian Pemuda dan Olahraga juga Kementerian Hukum dan HAM agar mengizinkan saudari Gloria Natapraja Hamel menjalankan tugas sebagai anggota Pasukan Pengibar Bendera Nasional pada acara peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-71 yang akan dilaksanakan pada tanggal 17-Agustus-2016 di Istana Negara Jakarta.

Apa yang menjadi landasan Wahyu dalam petisi tersebut adalah definisi Warga Negara Indonesia (WNI) menurut Pasal 4 huruf d UU Kewarganegaraan yang berbunyi: "Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia." Sebagaimana diketahui, Gloria lahir dari ibu berdarah Indonesia dan ayah berdarah Perancis.

Selain itu, Wahyu pun menyitir Pasal 21 Ayat (1) UU tersebut yang berbunyi: "Anak yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia, dari ayah atau ibu yang memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan sendirinya berkewarganegaraan Republik Indonesia."

Petisi Wahyu mendapat dukungan dari pakar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf. Asep menyatakan bahwa Gloria yang belum berusia 18 tahun memang dibolehkan dwikewarganegaraan berdasarkan undang-undang.

"Pelajar SMA yang masih berhak memiliki dua kewarganegaraan karena belum genap berusia 18 tahun dan belum menikah harusnya masih diakui sebagai warga negara, seperti yang diatur dalam UU," kata Asep.

Dalam kesempatan berbeda, pendapat Asep berseberangan dengan pendapat Yusril Ihza Mahendra. Menurut pakar Hukum Tata Negara sekaligus politikus Partai Bulan Bintang (PBB) tersebut, Gloria tidak mungkin memiliki dwikewarganegaraan sebab saat UU Kewarganegaraan berlaku, usia Gloria sudah 6 tahun.

"Ketika sudah umur 6 tahun, dia sudah tidak mungkin punya dwikewarganegaraan, dia hanya salah satu antara WNI dan warga negara Perancis. Dia dapat memilih salah satu kewarganegaraan antara Perancis dan Indonesia ketika lahir hingga usia 5 tahun," katanya.

Yusril berpendapat, Gloria dapat memilih salah satu kewarganegaraan antara Perancis dan Indonesia ketika lahir hingga usia 5 tahun. Namun, karena seperti diatur Pasal 5 Ayat (2) UU Kewarganegaraan, maka Gloria saat ini tidak memungkinkan untuk memilih.

Pasal tersebut berbunyi, "Anak Warga Negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia."

"Praktis anak ini (Gloria) tidak berlaku UU Kewarganegaraan yang memungkinkan punya dwikewarganegaraan sampai umur 18 tahun," ujarnya.

DUKUNGAN PUBLIK - Hingga tulisan ini dibuat, petisi dengan judul Gloria Natapraja Hamel sebagai Paskibraka 2016 sudah ditandatangani oleh 23.841 pendukung. Bahkan di Twitter, dukungan kepada Gloria terus bermunculan lewat hastag #Gloria4Indonesia.

Selain murid-murid yayasan Dian Didaktika, berbagai kalangan, mulai dari rakyat biasa, selebritis, hingga tokoh nasional turut pula menyuarakan dukungannya kepada Gloria. Mereka ramai-ramai menyerang pemerintah dengan dalih bahwa apa yang menjadi pertimbangan pemerintah, dalam hal ini Presiden Jokowi dan Kementrian Hukum dan HAM, adalah persoalan remeh belaka, yakni administrasi.

Persoalan nasionalisme, sebagaimana dibuktikan Gloria lewat pernyataan resmi bermaterai yang menyatakan bahwa dirinya memilih menjadi WNI, tentu lebih esensial ketimbang urusan paspor Prancis yang dikantongi pelajar berusia 16 tahun itu.

Lewat akun Twitter, Ulil Absar Abdala pun berkicau, @ulil: Hukum memang sering "kejam". Kerap tak sensitif pada kompleksitas kenyataan. Hukum cenderung menggeneralisasi. #Gloria4Indonesia.

Anggota DPR dari PKS, H. Sukamta, mengungkapkan bahwa persoalan pokok Gloria salah satunya terletak pada perbedaan status kewarganegaraan di Indonesia dan Prancis. "Ini soal anak yang dilahirkan dari ayah dan ibu beda warga negara. Di Indonesia, anak yang ibunya WNI, dan lahir-besar di Indonesia dan didaftarkan di sistem pemerintahan Indonesia, maka dia mendapatkan status sebagai WNI. Sementara di Prancis dan beberapa negara lain ada aturan di mana anak dari warga Prancis atau anak yang dilahirkan di Prancis diberikan hak kewarganegaraan secara otomatis" ujarnya.

Menurutnya, nanti ketika si anak berumur 18, dia harus memilih kewarganegaraannya lantaran Indonesia menganut sistem kewarganegaraan tunggal. "Jadi dalam hal ini Gloria masih belum dianggap oleh hukum cukup dewasa untuk memilih sampai berusia 18," katanya.

Kepala Sekolah SMA Didaktika Ahmad Toha berharap bahwa anak didiknya bisa mendapat status WNI. "Saya masih berharap sesuai dengan apa yang disampaikan para pakar hukum bahwa Gloria belum 18 tahun dan tetap punya hak sebagai WNI. Dia belum pernah tinggal di Perancis. Dari TK, SD, SMP, dan SMA Gloria bersekolah di Dian Didaktika," ujarnya.

Sementara pimpinan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Alamsyah Siragih menilai bahwa respons masyarakat terkait Gloria menunjukkan refleksi baru dalam memaknai nasionalisme. "Masyarakat kita makin cerdas. Kasus Gloria merefleksikan nasionalisme baru yang berkembang di masyarakat," ucap Alam.

Kecerdasan masyarakat itu terlihat dari kemampuan mereka untuk melihat dan mengerti mana yang esensial dan mana yang artifisial. Alam mengungkap hal itu dalam konteks perbandingan reaksi masyarakat terhadap Arcandra Tahar dan Gloria.

"Mereka mulai mampu membedakan kewarganegaraan ganda yang bukan karena kemauan dan yang berdasar kemauan. (Terkait Tahar—red) masyarakat paham bahwa posisi menteri adalah pembuat kebijakan yang harus netral. Jadi masalah kewarganegaraan ganda akan diasosiasikan dengan ancaman terhadap keberpihakan pada kepentingan nasional, sedangkan dalam kasus Gloria justru dilihat sebagai bentuk kecintaan yang tulus terhadap Indonesia dan bebas dari kepentingan" ungkapnya.

Meski Arcandra sudah diberhentikan dengan hormat dari jabatannya sebagai Menteri ESDM, Alam melihat bahwa serangan masyarakat terhadap Arcandra tidak semata lantaran ia mengantongi paspor Amerika. "Kasus Arcandra diperburuk oleh komunikasi yang kasar oleh elite-elite pendukung sehingga meningkatkan perasaan terancam pada masyarakat," pungkasnya. 

DUTA KEMENPORA - Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi punya rencana lain untuk Gloria Natapradja Hamel yang tak bisa diikutkan dalam Paskibraka 2016 untuk Istana Merdeka. Gloria akan diberikan kesempatan untuk berkarya dengan menjadi Duta Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Imam mengatakan, Gloria merupakan remaja yang hebat, cerdas dan berkarakter. Imam yakin, Gloria bisa menerima keputusan tidak diikutkan dalam Paskibraka 2016 di Istana.

"Prinsipnya, Gloria itu anak yang hebat, cerdas dan berkarakter. Kemarin sore saya datangi dia di Cibubur. Apa pun keputusan yang diambil pada akhirnya akan terima dan kita bersyukur kita bisa mengetahui soal-soal ini," kata Imam, Selasa (16/8).

Imam mengatakan, dari awal pihaknya ingin mendampingi Gloria untuk mengurus kewarganegaraannya sebagai WNI. "Karena Gloria bukan semata-mata harus kita dorong jadi bagian Paskibraka, tapi punya potensi yang sangat luar biasa," kata Imam.

Ke depan, Imam memiliki rencana lain untuk Gloria. Dia ingin menjadikan Gloria sebagai duta Kemenpora untuk memberikan motivasi kepada pelajar Indonesia.

"Ke depan saya akan jadikan Gloria sebagai salah satu duta di Kemenpora nanti untuk memotivasi pelajar Indonesia agar tidak putus asa dengan apapun kenyataan yang ada di depannya," kata Imam.

Imam mengatakan, Gloria dapat menjadi inspirasi baru bagi generasi muda Indonesia untuk tidak berhenti ketika menghadapi masalah dalam menggapai cita-cita.

"Coba lihat dia (Gloria). Dia bisa bahasa Inggris, Perancis, Jepang, dan Korea nih, atlet juga. Seusia dia yang punya mental seperti itu, dia tak mendeskreditkan siapapun, tak mencari kambing hitam. Berarti, pola pikir dia benar-benar maju," ujar Imam. Namun, Imam belum menjelaskan kapan penyematan Gloria sebagai Duta Kemenpora tersebut akan dilakukan. 

(Zulkifli Songyanan)

BACA JUGA: