JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus kewarganegaraan ganda Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar, sementara ini selesai. Palu keputusan sudah dijatuhkan Presiden Joko Widodo yaitu memberhentikan sang menteri dari jabatannya dengan hormat.

"Presiden memutuskan untuk memberhentikan dengan hormat saudara Arcandra Tahar dari posisi menteri ESDM," ujar Menteri Sekretaris Negara Pratikno dalam konferensi pers di Kantor Kepresidenan, Jl Medan Merdeka Utara, Senin (15/8).

Pratikno mengatakan, keputusan ini diambil oleh Presiden Jokowi setelah menyimak dinamika yang ada. Presiden juga sudah mendapatkan informasi dari berbagai sumber. "Setelah memperoleh informasi dari berbagai sumber," kata Pratikno.

Keputusan pemberhentian Arcandra Tahar dari jabatannya itu bakal berlaku mulai Selasa (16/8). "Jadi ini efektif diberhentikan mulai esok pagi, karena (keputusan) ditetapkan malam ini," kata Pratikno.

Meski begitu berbagai persoalan hukum yang membelit Arcandra boleh jadi belum akan selesai. Pasalnya ada beberapa konsekuensi hukum yang mesti diterima Arcandra ketika diangkat dan saat diberhentikan sebagai menteri.

Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD menyebut kasus kewarganegaraan Menteri ESDM Arcandra Tahar bisa berujung pada pidana. "Ya, kita jadi ingat. Abu Bakar Baasyir dulu dipidanakan karena dokumen keimigrasian juga," tulis Mahfud melalui akun twitter pribadinya, @mohmahfudmd, Minggu (14/8).

Dalam konteks ini, kata Mahfud, Arcandra bisa tersandung pelanggaran tiga undang-undang sekaligus, yaitu UU Keimigrasian, UU Kewarganegaraan dan UU Kementerian yang mensyaratkan menteri harus Warga Negara Indonesia. Untuk UU Keimigrasian, Arcandra bisa terjerat UU Keimigrasian karena diduga menggunakan paspor tak sah.

Seperti diketahui, Mensesneg Pratikno sebelum mengatakan, saat datang ke Indonesia untuk dilantik menjadi menteri, Arcandra menggunakan paspor Indonesia. Padahal kemudian seperti ditegaskan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, Arcandra memiliki dua paspor.

Bagi Indonesia yang tidak mengakui dwi kewarganegaraan, ketika seseorang bersumpah menjadi warga negara lain dan memegang paspor negara tersebut, otomatis kewarganegaraan Indonesianya gugur dan paspor WNI-nya otomatis tidak berlaku.

Jika benar Arcandra masuk ke Indonesia dengan menggunakan paspor Indonesia padahal statusnya adalah warga negara asing, menurut Mahfud, itu termasuk tindakan ilegal dan bisa dikenai sanksi pidana. "Dia bilang paspor Indonesia berlaku sampai tahun 2017. Tapi secara hukum paspor itu tak berlaku sejak dia memegang paspor negara lain," jelas mantan Ketua MK ini.

Mahfud kemudian menyinggung kasus Abu Bakar Ba´asyir yang juga dipidana karena melanggar UU Keimigrasian. Ba´asyir disangkakan melanggar Pasal 48 dan Pasal 53 UU No 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian, dan Pelanggaran UU Kewarganegaraan RI, yaitu Pasal 17 huruf k jo Pasal 18 Ayat (1) UU No 62 tahun 1958 sebagaimana diubah dengan UU No 3 Tahun 1976.

Dalam kasus itu, Ba´asyir dianggap sudah kehilangan kewarganegaraan berdasarkan Pasal 17 Huruf K UU Nomor 62 tahun 1968. Pasalnya Ba´asyir terungkap menggunakan kartu coklat di Malaysia, Register Lapor Diri ketika di Malaysia, fotokopi paspor Malaysia, namun masih memiliki KTP Indonesia. Dalam konteks ini, kata Mahfud, Arcandra juga bisa terancam pasal yang sama.

"Hukum harus diperlakukan sama. Meskipun Habibie atau Prabowo, kalau punya dua paspor ya melangar hukum. Dulu (saat pilpres) sudah dibahas dan di teliti, clear-kan," tegas Mahfud.

Hal senada juga dinyatakan oleh Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada Denny Indrayana. "Adanya pernyataan mempunyai dua paspor tidak melanggar UU itu menurut saya keliru. Karena kita tidak mengenal dwi-kewarganegaraan, maka WNI hanya boleh memegang paspor Indonesia saja," kata Denny kepada wartawan, Minggu (14/8).

Denny mengatakan seorang WNI yang memiliki dan menggunakan dua paspor, padahal sudah bekewarganegaraan Amerika Serikat, adalah pelanggaran UU Keimigrasian. Hal tersebut terkait dengan Indonesia yang tidak menganut dwi kewarganegaraan. "Dan bisa dihukum," ujar Denny.

Terkait hal ini, Arcandra sendiri sudah menegaskan, dia masih berstatus WNI. Dia juga membantah memiliki dua paspor. Dia menegaskan, segala dokumen terkait, telah dikembalikan. "Saya masih warga negara Indonesia, silakan cek paspor saya," ujarnya, Minggu (14/8).

KEHILANGAN KEWARGANEGARAAN - Konsekuensi berikutnya dari kasus ini adalah, Arcandra kini kehilangan kewarganegaraan baik WNI maupun Amerika Serikat. Arcandra kini berstatus tak punya negara. Hal itu ditegaskan Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana.

Pasalnya, kata Hikmahanto, ketika disumpah menjadi warga negara AS, dia otomatis kehilangan status WNI-nya. Sementara ketika menerima jabatan menteri di Indonesia, Arcandra juga otomatis kehilangan kewarganegaraan AS-nya.

"Iya, benar. Ada aturannya. Kalau Anda googling lost US nationality, nanti akan disebutkan alasan-alasan penyebab kehilangan warga negara AS, salah satunya adalah menerima jabatan di pemerintahan negara lain," kata Himahanto, Senin (15/8).

Berdasarkan, aturan di Amerika Serikat, seorang warga negara AS kehilangan kewarganegaraannya salah satunya karena memegang jabatan atau menjadi pejabat di negara lain. Karena itulah Arcandra saat ini, menurut Hikamahanto, menjadi stateless person alias orang tanpa kewarganegaraan.

"Ini masalah dilematis untuk Pak Arcandra, ya jadi stateless, tidak berkewarganegaraan. Sudah hilang WNI, di sisi lain warga negara Amerikanya gugur, harus dipikirkan bagaimana caranya keluar dari situasi ini," ulas Hikmahanto.

Hikmahanto menyebut kasus seperti Arcandra ini langka, mungkin pertama kalinya di Indonesia. Dia pun belum punya pandangan soal solusi yang bisa diambil Arcandra. "Ini boleh dibilang kasus yang sangat memang challenging, saya belum tahu apa solusinya," ujarnya.

Masalahnya, untuk kembali menjadi warga negara Indonesia, juga bukan persoalan mudah bagi Arcandra. Seperti dikatakan Mahfud MD, untuk menjadi WNI kembali, Archandra harus tinggal 5 tahun berturut-turut di Indonesia sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

Hal itu diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Di Pasal 9 angka 2 disebutkan: "Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima ) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut".

Masalahnya, jika kasus paspor ganda Arcandra diproses hukum, Arcandra juga bisa terkena masalah untuk bisa mengajukan kewarganegaraan Indonesia. Sebab, dalam Pasal 266 KUHP Ayat (1) ditegaskan: "Barangsiapa menyuruh masukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun".

Ini bisa menjadi masalah bagi Arcandra karena pada Pasal 9 angka 5, untuk menjadi WNI ditegaskan: "Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih".

Meniliki aturan tersebut, persoalan kewarganegaraan Arcandra ini memang bisa menjadi masalah yang sangat pelik.

PEMERINTAH HARUS TANGGUNG JAWAB - Pemerintah sendiri bisa dituntut tanggung jawabnya dalam perkara ini. Pasalnya, UU Kementerian Negara memerintahkan langsung Presiden melakukan due diligence atau uji kelayakan, fit and proper test, dan sebagainya kepada calon menteri. Kemudiand dalam pengantar wawancara menteri oleh presiden, ada pertanyaan terkait nama, umur, jenis kelamin, tempat lahir, warga negara, dan tempat tinggal sekarang.

Pertanyaannya, ketika proses ini dilakukan, mengapa urusan kewarganegaraan Arcandra bisa lolos? Terkait hal ini, Juru Bicara Presiden, Johan Budi, tak melihat pihak Istana Kepresidenan kebobolan. Dia menyatakan, justru keputusan Presiden Jokowi memberhentikan Arcandra adalah keputusan yang tepat.

"Melihatnya jangan begitu. Melihatnya bahwa Presiden responsif terhadap persoalan yang muncul," kata Johan di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (15/8) malam.

Johan menyatakan Presiden telah memutuskan seturut informasi absah yang didapatnya. Arcandra akhirnya diberhentikan dengan hormat. Keputusan berlaku mulai besok (16/8).

"Presiden memperoleh informasi dan data yang berkembang. Akhirnya Presiden memberhentikan dengan hormat dan menunjuk Pak Luhut (Menko Kemaritiman) sebagai Plt Menteri ESDM sampai ditunjuk menteri ESDM definitif," tutur Johan.

Hanya saja, persoalan menjadi tidak sesederhana itu, ketika dalam kasus ini, ada indikasi pemerintah juga melanggar hukum. Politisi Gerindra Habiburokhman mengatakan, Presiden Joko Widodo bisa dimakzulkan akibat kasus ini jika terbukti melanggar Pasal 22 Ayat (2) UU Kementerian Negara.

"Kalau dikatakan mengangkat WNA menjadi menteri merupakan pelanggaran Pasal 22 ayat (2) huruf a UU tentang Kementerian Negara, maka pihak yang paling bertanggung-jawab adalah si penandatangan," katanya. (dtc)

BACA JUGA: