JAKARTA, GRESNEWS.COM - Terbongkarnya status mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar sebagai warga negara Amerika Serikat yang berujung pada pencopotannya dari jabatan tersebut, sempat menimbulkan beragam gosip. Salah satunya adalah Arcandra digeser oleh pihak-pihak yang tidak ingin ada pembersihan di Kementerian ESDM.

Gosip itu muncul karena pasca-pelantikan menteri hasil reshuffle kabinet jilid II, Arcandra termasuk menteri yang lebih dulu menyambangi KPK, setelah Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo. Dia datang ke KPK, Senin (8/8) lalu. Kedatangannya ke KPK inilah yang menjadi sumber gosip ada upaya Arcandra membersihkan ESDM dengan menggandeng KPK sehingga dia digoyang yang berujung pada munculnya isu dwikewarganegaraan Arcandra.

Disebutkan, Arcandra minta KPK masuk penuh ke Kementerian ESDM dan membongkar semua kebobrokan di sana. Arcandra disebutkan melakukan pembicaraan soal audit agar Kementerian ESDM akuntabel. Sumber gosip itu sendiri tak jelas, karena Arcandra sendiri usai pertemuan dengan pimpinan KPK itu menegaskan dia hanya bersilaturrahim. "Pengenalan, saya baru di sini, (jadi) berkenalan dengan KPK. Kami ini hari pertama, saya coba berkenalan dulu. Nanti kita bicara hal-hal lainnya," ujarnya.

Lantaran gosip itu keras berhembus, pimpinan KPK pun merasa perlu memberikan klarifikasi terkait masalah itu. Ketua KPK Agus Rahardjo mengkonfirmasi kedatangan Arcandra ke kantornya ketika itu hanya ingin berkenalan dengan pimpinan di lembaganya.

Menurut Agus, itu merupakan hal yang wajar, di mana seorang yang baru menjabat membuka komunikasi dengan lembaga lain. "Jadi sebagai pejabat baru, sopan-santunnya bertemu dengan banyak pihak, menyatakan pengen akuntabel," kata Agus di kantornya, Rabu (17/8).

Agus mambantah, Arcandra datang meminta KPK membongkar berbagai kasus korupsi di ESDM. Dia mengatakan, jika seseorang ingin melaporkan kasus korupsi yang terjadi termasuk Arcandra, biasanya mereka membawa sejumlah dokumen pendukung ataupun data-data untuk memperkuat dugaannya.

Arcandra sendiri tidak melakukan hal tersebut. "‎Melaporkan sih tidak, seolah-olah sudah membawa dokumen. Bahwa beliau datang, saya melihatnya sebagai sebuah courtesy call," tutur Agus.

Mantan ketua Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) itu pun membantah kabar yang beredar di kalangan media jika Arcandra akan melaporkan kasus-kasus korupsi baik dalam lingkup ESDM termasuk SKK Migas. Arcandra, kata Agus, hanya berkomitmen agar Kementerian ESDM lebih akuntabel.

"Tapi kalau yang tersebar itu kan, mau membongkar ini, mau membawa data. Komitmen dia untuk ke depannya akuntabel," pungkas Agus.

Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati mempertegas pernyataan atasannya. Menurut Yuyuk, dalam pertemuan kala itu Arcandra sama sekali tidak melaporkan ataupun meminta KPK membongkar kasus korupsi di Kementerian ESDM.

"Kalau aku tanyakan ke pimpinan sih gak ada bahas itu. Kenalan dan dia minta program pencegahan untuk lingkup Kementerian ESDM," imbuhnya.

KABAR MIRING STAF AHLI ARCANDRA - Terkait urusan dengan KPK, Arcandra sendiri justru malah diterpa isu miring karena telah mengangkat mantan Wakil Kepala SKK Migas Johanes Widjanarko sebagai staf ahli menteri. Pengangkatan Johanes itu mengundang pertanyaan karena dia pernah tersangkut kasus suap yang melibatkan mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini.

Dalam perkara itu, Johanes sempat duduk di persidangan sebagai saksi untuk Rudi Rubiandini. Johanes ditanya jaksa KPK terkait dugaan dialah yang memberikan uang sebesar Sin$600 ribu (Rp5,8 miliar) kepada Rudi. Johanes sendiri membantah pertanyaan jaksa itu. "Tidak pernah," ujar Johanes ketika itu.

Johanes dalam kesaksiannya lebih banyak menyatakan tidak tahu ketika ditanya hakim, jaksa maupun penasihat hukum. Dia hanya mengaku mengenal pelatih golf Rudi Rubiandini, Deviardi. Kesaksian Johanes itu membantah surat dakwaan jaksa KPK. Namun KPK memiliki bukti.

Dalam surat dakwaan disebutkan, Rudi bersama Deviardi didakwa menerima suap dari bos Kernel Oil Widodo Ratanachaitong sebesar Sin$200 ribu dan US$900 ribu, Artha Meris Simbolon (US$522.500), Johanes Widjanarko (Sin$600 ribu), Gerhard Rumesser (US$150 ribu dan US$200 ribu). Rudi juga terbukti menerima uang dari Iwan Ratman Kepala Divisi Penunjang Operasi SKK Migas sebesar US$50 ribu.

Meski tak dijadikan tersangka, dia kemudian diberhentikan dari jabatannya sebagai Wakil Kepala SKK Migas oleh Amien Sunaryadi, eks pimpinan KPK yang kini menjabat Kepala SKK Migas.

Terkait pengangkatan Johanes sebagai staf ahli menteri, Ketua KPK Agus Rahardjo justru mengaku sudah memberikan masukan kepada Arcandra. "Saya sudah berikan masukan. Mudah-mudahan jadi pertimbangan," jelasnya.

Terkait pengangkatan Johanes, Arcandra sendiri tak mau berkomentar. Seperti diketahui, Arcandra kemudian diberhentikan oleh Presiden Joko Widodo dengan hormat dari jabatan Menteri ESDM, Senin (15/8) malam. Sebagai pengganti, Presiden Jokowi menunjuk Luhut Binsar Pandjaitan (Menko Kemaritiman) Pelaksana Tugas Menteri ESDM sampai ada Menteri ESDM yang baru.

Arcandra tercatat hanya bertugas tak lebih dari satu bulan. Ia menggantikan Sudirman Said pada 27 Juli 2016 dan akhirnya dicopot pada 15 Agustus 2016 kemarin. "Menyikapi status kewarganegaraan Menteri ESDM, setelah mendengar dari berbagai sumber, Presiden memutuskan untuk memberhentikan dengan hormat Saudara Arcandra Tahar dari posisi Menteri ESDM," ujar Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

URUS KEWARGANEGARAAN - Terkait status kewarganegaraan Arcandra sendiri, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia kini tengah mengurusnya. Meski telah kehilangan statusnya sebagai warga negara Indonesia, mantan menteri Energi dan Sumber Daya Mineral itu tetap mendapat perlindungan dari pemerintah Indonesia.

"Soal kewarganegaraan Arcandra sedang kami urus mekanismenya. Bisa dengan Pasal 20 karena prinsip UU Kewarganegaraan, pertama, tidak ada seorang warganegara pun yang stateless; kedua, perlindungan maksimum, Arcandra pernah jadi warga Indonesia jadi kita harus lindungi," kata Dirjen AHU Freddy Haris usai upacara Kemerdekaan RI Ke-71 di kantor Kemenkumham, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (17/8).

Freddy menjelaskan meski tidak memiliki status kewarganegaraan di Indonesia, Arcandra tidak dikenakan sanksi. Arcandra akan masuk rumah detensi milik Imigrasi.

"Enggak, artinya gini, istrinya kan orang Indonesia. Stateless dalam arti kata sebenarnya negara harus melindungi bukan detensi, karena dia enggak melanggar aturan apapun kecuali kalau dia masuk tanpa izin, melanggar aturan, segala macam dilanggar sama Pak Arcandra," paparnya.

Sesuai UU Kewarganegaraan, kata Freddy, negara akan memberikan perlindungan maksimum. Terlebih Arcandra merupakan putra bangsa Indonesia.

"Perlindungan maksimum artinya lindungi secara maksimum bukan dimasukkin ke penjara. Itu khususnya untuk eks WNI yang kehilangan," pungkasnya. (dtc)

BACA JUGA: