JAKARTA, GRESNEWS.COM - Penunjukan Komisaris Jenderal Polisi Tito Karnivian sebagai calon tunggal Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) oleh Presiden Joko Widodo diharapkan bisa memberikan harapan baru di tubuh Polri agar penegakan hukum lebih berjalan optimal. Direktur Imparsial Al Araf mengatakan, Tito adalah sosok yang tepat untuk memimpin Polri ke depan.

Tito, meski terhitung junior, dinilai memiliki rekam jejak yang baik untuk memimpin Polri menghadapi tantangan dan ancaman ke depan yang semakin kompleks. "Tito diharapkan dapat membangun Polri yang profesional kedepannya, maka DPR harus segera fit and proper test calon Kapolri," kata Al Araf kepada gresnews.com melalui pesan singkat, Minggu (19/6).

Araf menjelaskan, jika mengacu pada konstitusi dan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara, pergantian Kapolri merupakan hak prerogatif Presiden. Dengan demikian, proses pengajuan Tito Karnavian sebagai calon tunggal kapolri oleh presiden ke DPR adalah sah secara hukum dan konstitusional.

"Langkah presiden mengajukan Tito Karnavian harus dipandang positif, yakni dalam kerangka mempercepat proses reformasi dan perbaikan institusi Polri ke arah yang lebih profesional," jelasnya.

Dia menyebutkan, proses fit dan proper test di DPR harus menggali lebih dalam secara objektif konsep reformasi Kepolisian yang dibawa Tito Karnavian, bukan menilai secara subjektif afiliasi atau tawaran politik yang dimilikinya. Menurut Al Araf, bila berkaca kepada pengalaman-pengalaman sebelumnya, proses fit dan proper test di DPR lebih condong pada kepentingan politik kelompok politik dibandingkan pendalaman agenda-agenda reformasi di internal Kepolisian.

"Cara pandang ini tentu saja merugikan publik dan mengabaikan agenda reformasi penegakan hukum," ujarnya.

Oleh karena itu, untuk menghindari politisasi pemilihan Kapolri, sudah seharusnya DPR segera mengambil keputusan. Apalagi UU Polri menyatakan bahwa proses persetujuan memiliki waktu yang terbatas. Pasal 11 Ayat (2) UU Polri menyatakan, paling lambat 20 hari sejak DPR menerima surat dari Presiden.

"DPR harus memberikan keputusan, melihat realitas DPR yang akan memasuki masa reses, maka sudah seharusnya DPR harus mengeluarkan keputusan," ungkapnya.

Dia menambahkan, hampir tidak ada alasan untuk menunda proses pengesahan calon yang diajukan Presiden Jokowi karena semua fraksi DPR sudah menyatakan mendukung. Hal ini untuk menutup pintu politisasi pemilihan Kapolri oleh pihak-pihak yang tidak ingin melihat proses penegakan hukum dapat berjalan optimal.

Terlepas dari hal itu, Al Araf menyebutkan, agenda paling penting dalam proses pengantian Kapolri saat ini adalah memastikan adanya arah baru dalam meningkatkan profesionalitas Polri ke depan. Terdapat beberapa pekerja rumah yang harus diselesaikan oleh Kapolri baru. "Menindak segala macam bentuk tindakan intoleransi yang seringkali menggunakan kekerasan," ucapnya.

Selain itu, menurutnya, Kapolri baru harus bisa memastikan kebebasan berekspresi dan berpendapat terlindungi. Serta membangun kultur polisi ke arah yang lebih humanis dan persuasif dengan melindungi dan mengayomi Masyarakat.

Selanjutnya, bisa mengatasi berbagai persoalan sengketa agraria secara lebih persuasif tidak dengan cara represif, dan membangun mekanisme resolusi konflik agraria yang lebih dialogis mengingat maraknya konflik agraria di Indonesia. Kemudian, Tito juga diharapkan dapat  mengantisipasi dan mengatasi persoalan terorisme secara lebih proporsional dan profesional.

Berikutnya, meningkatkan kapasitas peralatan dan SDM Polri ke arah lebih profesional, dan penghormatan terhadap nilai-nilai HAM. "Kapolri mendatang juga harus mampu mengembangkan kerja sama yang konstruktif dengan KPK dalam mengefektifkan upaya pemberantasan korupsi, baik ke dalam maupun ke luar jajaran Polri," kata Al Araf.

Di luar itu, kata Al Araf, tentu akan banyak tantangan bagi reformasi Polri ke depan. Oleh karenanya, penting bagi kapolri baru agar membuat blue print arah pembangunan Polri yang profesional dalam jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang sebagai pijakan dasar pembangunan Polri yang profesional. "Karena tanpa perencanaan yang matang dan terstruktur (blue print), pergantian kapolri hanya menjadi sebuah ritual birokrasi dan politik semata," tegasnya.

Selain itu, dalam jangka pendek, penting bagi Kapolri baru untuk tidak melanjutkan kasus-kasus yang bernuansa kriminalisasi terhadap para aktivis dan pegiat reformasi hukum. Al Araf berharap Tito, akan dapat segera merealisasikan agenda-agenda pembangunan Polri yang lebih profesional yang diharapkan oleh masyarakat.

NASIB POLISI DI LAPANGAN - Sementara itu, Ketua Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI) Fadli Nasution berharap, Tito Karnavian bisa lebih memperhatikan nasib anggotanya yang bekerja di lapangan "Perubahan ini diharapkan bisa memperbaiki nasib sejumlah polisi yang menyambi jadi pemulung dan tidur di kandang sapi, serta petugas yang mengatur di jalan raya," kata Fadli kepada gresnews.com, Minggu (19/6).

Fadli menegaskan, jangan sampai petinggi Polri hidup berlebihan, tetapi di sisi lain ada juga polisi di lapangan yang kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup-sehari-hari. Selain itu, dia menginginkan ada revisi UU Kepolisian Negara menyangkut aturan pergantian jabatan Polri. Dia berharap melalui revisi UU, nantinya pemilihan kapolri sepenuhnya hak prerogatif Presiden tanpa meminta persetujuan DPR.

Pada kesempatan terpisah, Direktur Riset Setara Institute dan Pengajar Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ismail Hasani mengatakan, penunjukkan Tito Karnavian sebagai calon tunggal kapolri bukanlah hadiah bagi Tito tetapi beban berat yang menuntut kerja keras, soliditas, dan dukungan politik presiden.

Ismail menjelaskan, Tito yang dipersepsi reformis dan progresif adalah antitesis dan jalan tengah dari kepolisian yang konservatif dan tarik menarik kepentingan dalam pencalonan kapolri sebelumnya. Pilihan Jokowi atas Tito bukanlah tanpa risiko.

"Organisasi Polri yang solid berpotensi bergejolak meski tidak akan mengemuka dan mempermalukan presiden yang memotong sejumlah angkatan dalam regenerasi di tubuh Polri," kata Ismail dalam pesan singkat kepada gresnews.com, Minggu (19/6).

Menurutnya, Tito akan menghadapi tantangan internal yang kuat meski semua pihak maklum bahwa Tito memiliki kecakapan dan kepemimpinan mumpuni. Oleh karena situasi yang tidak biasa, fit and proper test harus betul-betul dijalankan serius untuk menggali dan memetakan potensi-potensi risiko termasuk strategi mitigasinya.

"Bukan hanya DPR yang akan menyimak tapi juga publik sehingga agenda reformasi kepolisian yang menjadi tujuan presiden bisa dielaborasi dan memperoleh dukungan publik," tegasnya.

MASIH TARIK ULUR - Sementara harapan masyarakat sudah bertumpuk di pundak Tito Karnavian, DPR sendiri sepertinya masih melakukan tarik-ulur untuk melakukan proses fit and proper test. PDIP meminta agar fit and proper test calon Kapolri Komjen Tito Karnavian digelar usai lebaran.

Alasannya, menurut Wakil Ketua Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno, karena saat ini masih suasana puasa dan bukan dimaksudkan menghambat proses pemilihan calon kapolri. "Kami menilainya ini masih suasana puasa. Menurut ketentuan, masih ada waktu 30 hari setelah surat diumumkan di paripurna. Masih cukup waktunya kalau fit and proper test setelah lebaran," kata Hendrawan, Jumat (17/6).

Fit and proper test sebenarnya sudah direncanakan pada Rabu (22/6). DPR sendiri akan memasuki masa reses pada 28 Juli 2016 mendatang, namun masa sidang akan dipotong libur Lebaran.

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, mengatakan proses itu akan menjadi momentum bagi Tito untuk memaparkan visi dan misinya sebagai calon tunggal kapolri. "Menjadi momen untuk mendengarkan visi dan misi kapolri tersebut. Ya kita lihat bagaimana Polri sebagai tugas negara," kata Hasto usai menghadiri Konvensi Anti Korupsi Pemuda Muhammadiyah di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (18/6).

Hasto meminta agar semua pihak menghormati proses yang akan segera berlangsung tersebut. Surat dari Presiden Jokowi kepada DPR disebut Hasto sebagai awal proses kelembagaan. "Itu nanti (waktu tes) proses politik di DPR, yang jelas surat dari Presiden kemarin merupakan awal bagi proses kelembagaan di DPR. Dan tentu saja DPR bekerja dengan tata tertib dan kita hormati semua proses tersebut," ujarnya.

Terlepas dari itu, Hasto menilai bahwa sosok kapolri harus dapat meningkatkan profesionalitas anggota Polri. Selain itu, sisi keamanan harus tetap menjadi prioritas bagi calon kapolri nanti.

"Polri memiliki tugas sangat penting untuk tertib hukum. Bagaimana meningkatkan profesionalisme Polri, menciptakan rasa aman dan tenteram bagi masyarakat. Termasuk tugas-tugas untuk memerangi terorisme, itu yang akan kami kedepankan," ujarnya.

Sementara itu, Golkar tidak setuju dengan usulan PDIP dan meminta agar prosesnya selesai pekan ini. "DPR akan paripurna, dan tentunya dilakukan bamus. Lalu akan wawancara dan tentu fit and proper test," kata Ketum Golkar Setya Novanto di Istora Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (18/6).

Rapat paripurna DPR yang awalnya direncanakan pada Kamis (16/6) lalu ditunda ke Senin (20/6). Novanto meminta agar proses selesai sebelum Lebaran. "Mudah-mudahan dalam minggu ini bisa selesai. Sebelum Lebaran bisa selesai," ucapnya.

Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo menegaskan fit and proper test tetap akan dilakukan pada Rabu (22/6) pekan depan. "Kita akan upayakan usai dibacakan surat Presiden terkait calon kapolri di paripurna dan Bamus hari Senin (20/6)," kata Bamsoet, Sabtu (18/6).

Sebelumnya, DPR berencana membacakan surat Presiden soal pencalonan Komjen Tito sebagai Kapolri pada Kamis (16/6) lalu, di rapat paripurna. Namun PDIP dan Partai Demokrat meminta paripurna itu ditunda. Paripurna pembacaan surat Presiden direncanakan digelar Senin (20/6) ini. (dtc)

BACA JUGA: