JAKARTA, GRESNEWS.COM - Masa jabatan Komisaris Jenderal Anang Iskandar seharusnya sudah berakhir pada 18 Mei kemarin, karena di tanggal itu, usianya sudah memasuki 58 tahun, yaitu usia batas pensiun seorang perwira polisi. Namun, Anang yang dilantik sekitar 10 bulan lalu itu, kini masih memegang jabatan tersebut sembari menunggu penggantinya yang tengah digodok oleh dewan jabatan dan kepangkatan tinggi (wanjakti) Polri.

Banyak pihak menilai kinerja Anang cukup bagus selama menjabat sebagai kabareskrim dalam waktu yang relatif singkat itu. Cukup banyak kasus yang diungkap, mulai dari korupsi dan pencucian uang, kejahatan dunia maya, perdagangan satwa liar, narkoba, dan mengawal pembangunan proyek nasional sampai ke optimalisasi pajak ke pedesaan.

Anang Iskandar sendiri dalam rilisnya menyampaikan sejumlah keberhasilan yang diraihnya. Kata Anang, apa yang sudah dilakukan oleh seluruh jajaran Bareskrim Polri sejak dirinya menjabat pada 3 September 2016 lalu, menunjukkan grafik kerja dan kinerja yang justru menanjak.

Dia sendiri juga tidak menutup mata bahwa ada beberapa pekerjaan yang belum terselesaikan. "Memang tak ada gading yang tak retak. Tapi bukan bagian yang retak itu yang menjadi fokusnya. Justru bagian yang masih mulus, sudah sepatutnya menjadi penilaiannya," ungkap Anang.

Selain mengungkap banyak kasus, di era Anang, secara eksternal, bareskrim juga berhasil membangun kerjasama lintas instansi dan negara. Sebut saja kerjasama dengan Kepolisian Diraja Malaysia dan Kepolisian Federal Amerika untuk menghalau sindikat perdagangan manusia.

Anang juga menginisasi kerjasama menciptakan keamanan di perbatasan antar negara kawasan ASEAN. Kemudian kerjasama menghalau kejahatan lintas negara dengan banyak negara.

Hanya saja, tak sedikit pula yang mengkritik kinerja Anang yang dinilai tak semoncer pendahulunya yaitu Komjen Budi Waseso yang berani mengungkap kasus besar seperti korupsi di Pelindo II. Bahkan boleh dibilang kasus tersebutlah yang membuat Buwas--panggilan akrab Budi Waseso-- justru terlempar dari kursi kabareskrim.

Anang dinilai malah meninggalkan banyak pekerjaan rumah yang nantinya harus diselesaikan oleh penerusnya. Pasalnya, sejumlah kasus penanganan tindak pidana korupsi saat ini mangkrak di Bareskrim.

Diantaranya kasus dugaan korupsi Payment Gateway yang menyeret mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana. Juga ada kasus dugaan korupsi cetak sawah yang diduga melibatkan Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan.

Kemudian, kasus dugaan korupsi pengadaan seribu pohon di Pertamina Foundation. Terakhir kasus korupsi penjualan kondensat bagian negara yang libatkan SKK Migas dan PT TPPI.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan, hingga masa pensiunnya Anang bisa dibilang gagal sebagai kabareskrim. Alasannya, sejumlah kasus besar yang ditangani Bareskrim, terutama warisan Buwas, praktis jalan di tempat.

Misalnya, kasus TPPI, Pertamina Foundation, dan Pelindo 2, yang hingga kini belum ada yang naik ke penuntutan. Padahal pengungkapan kasus-kasus ini sempat mengangkat citra

Di era Buwas, Neta menilai, citra Polri bahkan bisa mengungguli Komisi Pemberantasan Korupsi. Sayangnya di tengah melonjaknya citra Polri, Budi Waseso sebagai Kabareskrim saat itu malah dicopot.

Sayangnya lagi Anang yang menggantikan Buwas mampu berbuat maksimal menuntaskan kasus-kasus. "Citra Polri yangsudah terangkat kembali menjadi loyo," kata Neta kepada gresnews.com, Kamis (19/8).

TERSANDERA - Neta mengatakan, sejak awal kepemimpinan Anang di bareskrim sudah banyak yang menduga bahwa Anang tidak akan mampu berbuat maksimal, terutama untuk menuntaskan kasus yang ditinggalkan Buwas. Sebab Anang sepertinya tersandera trauma akibat pencopotan Buwas oleh Presiden.

"Akhirnya Anang hanya bersikap menunggu dan menghindari konflik serta kontroversial untuk melanjutkan kasus-kasus warisan Buwas," ujarnya.

Akibat sikap Anang yang terkesan terlalu hati-hati, ada tiga pihak yang dirugikan. Pertama, para tersangka yang sudah beberapa kali diperiksa dan kantornya digeledah polisi, nasibnya menjadi tidak jelas. Para tersangka tersandera dalam ketidakpastian hukum dan ini merupakan pelanggaran hak
asasi.

Kedua, kepercayaan publik terhadap Polri rontok. Publik seperti dibohongi karena semula sempat melihat Polri begitu agresif membongkar kasus korupsi, tapi ternyata tidak ada ujungnya karena semua diambangkan. Ketiga, para penyidik polri, terutama kader-kader muda menjadi bingung dan tidak percaya diri melihat situasi ini, sehingga mereka menjadi waswas untuk bekerja serius dan profesional sebab khawatir bisa bisa menjadi korban seperti Buwas.

Melihat situasi seperti itu, kata Neta, menjadi beban dan tugas berat bagi Kabareskrim baru pengganti Anang untuk mengangkat citra Polri dan sekaligus menuntaskan kasus-kasus warisan Buwas. Kabareskrim baru dituntut bisa menuntaskan kasus tersebut hingga ke pengadilan.

Salah satunya menuntaskan kasus korupsi pembelian mobile crane dengan menahan Dirut Pelindo II RJ Lino dan segera melimpahkan kasusnya ke kejaksaan. Sebelumnya, Anang sendiri mengakui tidak mudah memeriksa Lino. Menurutnya memeriksa R.J Lino layaknya bermain dalam permainan ular tangga. Dimana semuanya harus melalui proses dan tahapan-tahapan yang tidak mudah.

BANYAK KASUS MENTOK - Selain kasus Lino yang masih mentok di penyidikan, sejumlah kasus korupsi warisan Budi Waseso juga masih bolak-balik antara penyidik dan jaksa. Diantaranya dugaan korupsi penjualan kondensat bagian negara yang libatkan SKK Migas dan PT TPPI dan kasus dugaan korupsi pengadaan sistem pembayaran paspor elektronik (payment gateway) di Kementerian Hukum dan HAM yang diduga rugikan negara Rp32 miliar belum juga tuntas.

Kejaksaan Agung menyatakan jaksa peneliti masih mengembalikan berkas perkara dua kasus tersebut untuk dilengkapi. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah mengatakan ada beberapa syarat materiil setelah diteliti masih diperlukan perbaikan.

Terkait kasus kondensat, pihak Kejagung sudah melakukan ekspose pada pertengahan April kemarin. Hasilnya menurut Direktur Penuntutan pada Jampidsus Sugiyono, pada gelar perkara tersebut tim jaksa penilai telah memberikan petunjuk kepada penyidik Polri terkait berkas yang masih harus dilengkapi.

Meski demikian, Sugiyono enggan memaparkan bukti yang masih belum dapat dilengkapi Polri dalam dugaan kasus itu. "Yang jelas masih belum lengkap," katanya.

Sementara itu, dalam kasus korupsi payment gateway, berkas perkara dikembalikan karena belum memenuhi syarat materiil. "Syarat materiil menyangkut mens rea (niat jahat) belum terpenuhi," kata Arminsyah.

Dalam konteks ini, kata Arminsyah, polisi selaku penyidik harus bisa menghadirkan bukti adanya niat melakukan kejahatan dari Denny Indrayana sehingga, kasus payment gateway yang merugikan negara memang layak disangkakan pada Denny. Denny ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menyalahgunakan wewenang dalam program sistem pembayaran paspor elektronik di Kementerian Hukum dan HAM pada 24 Maret 2015.

Pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar berpandangan, belum tuntasnya sejumlah kasus korupsi di era kepemimpinan Anang Iskandar karena penyidikan kasus korupsi membutuhkan tingkat profesionalitas tinggi penyidik. "Menyidik kasus korupsi bukan terpatok soal KUHP belaka tapi faktor lainnya," kata Bambang kepada gresnews.com, Kamis (19/5).

Dia menilai, banyak penyebab yang membuat banyak kasus korupsi tak juga tuntas penyidikannya di bareskrim saat ini. Diantaranya penyidik belum menemukan bukti kuat untuk menetapkan tersangka karena keterbatasan kemampuannya, namun penyidik terlanjur mengembar-gemborkan ke publik.

Harusnya, kata Bambang, sebelum alat bukti yang cukup dikantongi, penyidik jangan terlalu sesumbar ke media. "Polisi harusnya hati-hati, jangan mudah umbar statement sebelum alat buktinya matang betul," kata Bambang.

Mantan anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) ini menyatakan, institusi kepolisian sejatinya jangan mudah diintervensi kepentingan dari luar. Penyelidikan kasus korupsi dinaikkan ke penyidikan setelah ada bukti yang sangat kuat. "Ya, seperti ini ada kasus-kasus yang belum tuntas," tandas Bambang.

BACA JUGA: