JAKARTA, GRESNEWS.COM - Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang sedang dibahas DPR RI bak bola panas yang tengah bergulir. Banyak pihak menolak revisi UU KPK ini dan berharap muncul sikap yang tegas dari Presiden Joko Widodo.

Juru bicara Presiden Johan Budi mengatakan revisi UU KPK merupakan inisiatif DPR. Ia menjelaskan sikap Presiden Jokowi setuju revisi tetapi harus dimaksudkan untuk memperkuat lembaga KPK.

Jika yang terjadi sebaliknya justru memperlemah wewenangnya seperti dengan membatasi usia lembaga KPK hanya 12 tahun, mencabut kewenangan penuntutan maka sikap presiden jelas. "Itu bisa menarik diri. Pemerintah tidak melanjutkan pembahasan," kata Johan Budi saat menjadi pembicara rilis hasil survei bertajuk ´Revisi UU KPK dan Pertaruhan Popularitas Jokowi´ di kantor Indikator, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (8/2).

Menurut Johan poin-poin draft revisi itu juga belum jelas. Masyarakat banyak yang tidak mengetahui. Sebab ada yang mengatakan empat poin dan ada yang tiga belas poin.

Johan sendiri mengaku belum bertanya ke presiden apakah sudah menerima draft tersebut. Namum dalam hal ini, Menkum HAM dan Menko Polhukam telah ditunjuk untuk mewakili pemerintah.

"Iya, (Memkumham pasti lapor ke presiden), saya belum tahu, belum nanya, jangan diplintir. Saya belum tahu apakah presiden sudah mendapat laporan," tandasnya.

Lantaran masyarakat belum seluruhnya paham tentang jumlah poin dan isi draft revisi UU KPK maka Dewan Perwakilan Rakyat RI diminta untuk membuka draft tersebut ke publik

Politisi PDI Perjuangan Maruarar Sirait setuju agar draft tersebut dibuka saja pada publik apa saja yang direvisi. "Sekarang kan zaman terbuka, bahkan kalau ada hal yang baik, seharusnya ada ruang demokrasi," kata Politisi PDI Perjuangan Maruarar Sirait saat menjadi pembicara di rilis hasil survei bertajuk ´Revisi UU KPK dan Pertaruhan Popularitas Jokowi´ di kantor Indikator, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (8/2).

Maruarar berpendapat membuka draft itu ke publik perlu dilakukan agar masyarakat paham bahwa revisi tidak bertujuan untuk melemahkan KPK. "Saya tidak pernah dengar ada anggota DPR dari fraksi atau partai manapun yang mau melemahkan KPK," ujarnya.

TAK MELEBAR - Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan berharap agar proses pembahasan revisi UU KPK di DPR tidak melebar ke arah mengebiri kewenangan KPK. Bila pembahasan DPR melebar, dikhawatirkan akan mereduksi kewenangan KPK.

"Empat (poin) itu saja sudah dan kalau teman DPR pandangannya hampir sama kayaknya ya. Harus dikawal dan kita harapkan tidak melebar dari empat poin. Teman DPR juga ngerti lah itu," kata Luhut di Istana Negara, Jl Veteran, Jakpus, Senin (1/2).

Fraksi PDIP yang mengajukan empat poin yang ingin direvisi pada UU KPK. Salah satu yang ingin direvisi PDIP adalah wewenang penyadapan KPK.

Berikut empat poin yang ingin direvisi PDIP dari UU KPK:

1. Penyadapan, yang diatur dalam pasal 12A sampai dengan pasal 12F. Dalam pasal-pasal tersebut disebutkan mengenai izin penyadapan dan mekanisme untuk melakukan penyadapan. (PDIP mengusulkan sejumlah poin soal penyadapan KPK, namun belum dijabarkan detail)

2. Dewan Pengawas, yang diatur dalam Pasal 37A sampai dengan 37F. Dalam ketentuan tersebut, diatur mengenai pembentukan Dewan Pengawas, tugas pokok dan fungsi, syarat syarat untuk menjadi anggota Dewan Pengawas serta pengangkatan dan pemberhentian anggota Dewan Pengawas.

3. Penyelidik dan Penyidik, yang diatur dalam Pasal 43, pasal 43A, Pasal 43B, Pasal 45, Pasal 45A dan pasal 45B. Penyelidik pada KPK sebagaimana diatur dalam pasal 43, pasal 43A, dan 43B merupakan penyelidik dari Polri yang diperbantukan pada KPK dengan masa tugas minimal 2 tahun.

Selain itu, juga diatur persyaratan bagi penyelidik KPK. Adapun mengenai penyidik diatur dalam pasal 45, pasal 45A, dan pasal 45B. Penyidik pada KPK merupakan penyidik yang diperbantukan dari Polri, Kejaksaan RI, dan penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang diberi wewenang khusus oleh UU dengan masa tugas minimal 2 tahun. Selain itu, juga diatur persyaratan bagi penyidik KPK.

4. Penyelidikan dan Penyidikan tetap didasarkan pada ketentuan hukum acara pidana yang berlaku. Terkait dengan penyidikan dan penuntutan, KPK diberi wewenang mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SP3) dalam perkara tindak pidana korupsi. (dtc)

BACA JUGA: