JAKARTA - Presiden Joko Widodo tak juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mencabut revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang disahkan oleh DPR dan pemerintah. Presiden beralasan bahwa saat ini aturan itu masih dalam proses uji materiil di Mahkamah Konstitusi (MK). 

Ketua Badan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menegaskan hingga saat ini koalisi masyarakat sipil terus mendesak agar presiden mengeluarkan Perppu. "Alasan yang dipakai presiden tidak tepat," kata Asfin kepada Gresnews.com, Senin (04/11).

Menurut Asfin, uji materiil itu pemohonnya adalah masyarakat bukan hakim. Apalagi presiden sebagai pimpinan eksekutif tidak bersentuhan dengan MK yang berada pada ranah yudikatif. Presiden justru memiliki hak untuk mengeluarkan Perppu sebagai sebuah keputusan politik. Hal itu tak terkait dengan kewenangan MK yang menguji konstitusionalitas sebuah produk undang-undang (UU).

"Kalau presiden bilang menunggu MK, itu hanya cari-cari alasan, lagi pula Perppu serupa juga pernah keluar zaman SBY saat sedang ada proses uji materiil di MK," kata Asfin.

Saat berbicang dengan awak media di Istana Merdeka, Jumat (1/11), Jokowi mengaku, tak perlu mengeluarkan Perppu saat UU KPK masih diuji di MK. "Jangan ada orang yang masih berproses uji materiil kemudian langsung ditimpa dengan sebuah keputusan yang lain. Saya kira kita harus tahu sopan santun dalam bertata negara. Kita harus hormati proses seperti itu," jelas Jokowi.

Penerbitan Perppu didesak berbagai kalangan setelah revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK disahkan oleh DPR dan pemerintah. UU KPK hasil revisi dinilai melemahkan KPK, di antaranya karena meletakkan KPK di bawah rumpun kekuasaan eksekutif, pembentukan dewan pengawas KPK, dan pemangkasan kewenangan penanganan kasus. (G-2).

BACA JUGA: