JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia Kaka Suminta mengatakan, pihaknya banyak menemukan kejanggalan dalam pelaksanaan pendaftaran verifikasi dan penetapan Partai Politik Peserta Pemilu tahun 2019, yang dilaksanakan oleh KPU/KIP secara berjenjang dari pusat sampai ke daerah. "Kami melihat berbagai kejanggalan, baik dari sisi regulasi meupun pelaksanaannya, secara berjenjang tersebut," kata Kaka dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Senin (9/10).

Dari pemantauan tersebut, KIPP Indonesia, kata Kaka berhasil memperoleh beberapa temuan fakta. Pertama, PKPU nomor 11 tahun2107 tentang Pendaftaran, verifikasi dan penetapan Parpol peserta Pemilu tahun 2017, memiliki cacat hukum. PKPU ini, kata Kaka, tidak menggambarkan peraturan sebagai peraturan pelaksanaan pendaftaran Parpol sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 173, UU Nomor 7 tahun 2017.

"Khususnya dalam verifikasi keanggotaan pada tingkat Kabupaten/kota, karena di dalamnya mengandung ketidak utuhan pengaturan dan terkesan diskriminatif," terang Kaka.

Kedua, tidak ada Peraturan Bawaslu yang mengatur tentang peraturan pengawasan bawaslu terhadap pelaksanaan pendaftaran, verifikasi dan penetapan parpol peserta Pemilu 2017, yang sedang dilaksanakan oleh KPU, sejak awal tahapapan kegiatan. Ketiga, ketentuan tentang pendaftaran dengan alat yang disebut oleh KPU sebagai sipol, merupakan sebuah sistem yang tidak dikenal dalam UU No 7 tahun 2017.

Keempat, masih ada pihak yang masih melakukan gugatan Peninjauan Hukum (Judicial review) di Mahkamah Konstitusi (MK) menandakan masih adanya kemungkinan perubahan peratutan perundang undangan sebagaimana diatur dalam UU no 7 tahuan 2017. Kelima, pelaksanaan Verifikasi Parpol, khsusunya dalam verifiaksi keanggotaan, sebagaimana diataur dalam Uu No 8 tahun 2012 tentang Pemilihan DPR, DPD dan DPRD, dalam pelaksanaanya berbeda dengan apa yang teruang dalam PKPU 11 tahun 2017

Dari fakta-fakta tersebut, kata Kaka, KIPP menegaskan, proses pendaftaran, verifikasi dan penetapan Parpol Peserta Pemilu tahun 2019, merupakan tahap yang sangat penting dalam pelaksanaan Pemilu 2019. "Sehingga seharusnya dilaksanakan secara cermat dan profesional oleh penyelenggara pemilu," terang Kaka.

Penyelenggara pemilu baik dalam hal ini KPU dan Bawaslu, menurut Kaka, tidak siap untuk melaksanakan pendaftaran, verifikasi dan penetapan Parpol peserta Pemilu 2014, dengan memperhatikan angka 1 dan 2 dalam temuan kami di atas. "Kemudian, ada ketidakjelasan keberadaan sipol merupakan cacat hukum PKPU 11 tahun 2017 yang potensial menimbulkan ketidak pastian hukum dan keresahan di masyarakat," tegasnya.

Kaka juga menekankan, penyeneggara pemilu dalam hal ini KPU, harus menekakan sikap adil dan independen dalam melaksanakan setiap tahapan, serta memberikan kepastian hukum dalam setiap tahapan pelaksanaan Pemilu dan Peratutan atau kebijakan yang dibuat. KIPP Indonesia, kata dia, meminta kepada pemerintah dan penyelenggara pemilu untuk duduk bersama menyikapi hal tersebut, khususnya soal kesiapan dan profesionalisme penyelenggara negara dalam setiap tahapan.

"Untuk itu diharapkan agar meninjau kembali PKPU 11 tahun 2017 tersebut di atas, serta mengevaluasi kinerja Bawaslu , yang tidak mempersiapakan peraturan sebagaimana diamanatkan dalam UU No 7 tahun 2017," pungkas Kaka. (mag)

BACA JUGA: