JAKARTA - Berkaca dari pengalaman pada Pemilu 2019, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) meminta perluasan kewenangan untuk melakukan penyidikan dan penuntutan, serta menjatuhkan sanksi.

Ketua Bawaslu Abhan mengatakan pihaknya sedang mengkaji sistem penegakan hukum pidana pemilu yang baru untuk Pemilu 2024 yang berkaitan dengan kewenangan Bawaslu untuk melakukan penyidikan dan penuntutan tersebut. Dengan demikian, Bawaslu berwenang mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) serta memiliki penyidik dan penuntut tersendiri.

"Usulan itu akan dimasukkan ke dalam revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum," kata Abhan saat ditemui Gresnews.com di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Kamis (5/12).

Menurut dia, berdasarkan pengalaman pada Pemilu 2019, saat itu banyak kasus yang sudah diputus Bawaslu untuk masuk jalur pidana, tetapi berhenti di Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) karena unsur kejaksaan dan kepolisian tak mau melanjutkan. Misalnya, kasus iklan pasangan 01 Jokowi-Maruf di media cetak.

Saat itu Bawaslu menetapkan kampanye Paslon 01 melanggar peraturan karena dilakukan di luar masa kampanye di media massa. Namun kasus itu dihentikan setelah unsur kepolisian dan kejaksaan Gakkumdu berbeda pendapat dengan Bawaslu.

Dia juga meminta agar sejumlah pasal dalam UU Pemilu yang ada saat ini ditinjau ulang. Misalnya, dengan tidak terlalu banyak sanksi pidana namun sebagai gantinya ada sanksi administrasi yang tegas. Perlu ada pengkajian ulang seperti persoalan mahar politik yang perlu diperjelas rumusannya.

Bawaslu, kata Abhan, yang nanti akan menilai dan memberikan sanksi administratif. Langkah ini jauh lebih baik dari pada melalui jalur pidana yang prosesnya panjang. Selain itu, Abhan mengungkapkan, kewenangan penanganan administratif dalam proses pemilu bisa mengurangi sengketa hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). (G-2)

BACA JUGA: