JAKARTA - Pemilihan umum telah berlangsung sekitar lima kali sejak reformasi, namun hingga saat ini belum ada kerangka evaluasi yang komprehensif. Ini yang mengakibatkan tujuan utama dilaksanakannya pemilu tak tercapai, bukan sekadar mendapatkan pemimpin.

Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) August Mellaz meminta pemerintah membuat kerangka evaluasi demokrasi dan kelembagaan sebagai acuan mengatasi permasalahan pemilu selama ini. "Sangat disayangkan sampai sekarang Indonesia tidak pernah punya kerangka kerja evaluasi demokrasi dan kelembagaan," ujar August kepada Gresnews.com, Kamis (21/11).

Kerangka evaluasi itu sebenarnya dapat mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menjabarkan tujuan pemilu serentak. Di antaranya memperkuat sistem pemerintahan presidensial, meningkatkan efektivitas kinerja parlemen, mencerdaskan kehidupan warga negara dalam membangun blok politik, termasuk efisiensi.

Menurutnya, melalui kerangka evaluasi pemilu yang utuh maka dapat ditemukan jawaban apakah mekanisme demokrasi telah mencapai tujuan atau terjadi sebaliknya pemilu yang berjalan justru menghasilkan hambatan-hambatan. Misalnya tentang ambang batas pencalonan presiden yang dianggap menghambat peluang calon lain untuk terlibat.

Di sisi lain, kerangka evaluasi pemilu yang komprehensif dapat menentukan permasalahan yang sebenarnya harus dibenahi atau tidak perlu diubah. Ketiadaan mekanisme evaluasi membuat pihak yang terlibat dalam pemilu malah menyangkal fakta.

Menurutnya, akibat tidak memiliki catatan evaluasi, mengakibatkan penurunan beberapa tren politik. Meskipun formalitas demokrasi dijalankan, tetapi dari sisi kualitas kebebasan sipil mengalami penurunan.

Agus mencontohkan, persoalan dalam pilkada langsung dan tidak langsung semestinya bukan masalah utama yang harus dibahas. Selain itu, masalah ini juga muncul akibat ketidaksamaan persepsi atau perspektif. Akhirnya memunculkan pertanyaan terkait kelanjutan pemilu serentak.

Menurut August, seperti wacana evaluasi pilkada langsung yang muncul, justru mengarah kepada perubahan sistem pemilihan yang sebenarnya belum tentu menjadi jawaban atas permasalahan pemilu selama ini. "Misalnya pilkada langsung atau tidak langsung, kan belum tentu itu masalahnya memang harus kemudian mengubah sistem pemilihan," jelas dia. (G-2)

BACA JUGA: