JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kementerian Keuangan menyoroti Keuangan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Ada dugaan keuangan perseroan sedang sulit karena besarnya pembayaran pokok dan bunga pinjaman kedepan.

Terkait hal ini, Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) menilai, Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir layak dicopot sebab gagal mendorong investasi swasta lokal dan terancam tidak mampu memenuhi target 35ribu Megawatt (MW). "Dirut PLN gagal membangun sinergitas dengan swasta lokal. Dia layak dicopot," ujar Ketua Umum BPP Hipmi Bahlil Lahadalia, dalam siaran pers yang diterima gresnews.com, Minggu (1/10).

Bahlil mengatakan, pihaknya sejalan dengan Menteri Keuangan (Menkeu). Menkeu layak khawatir dengan kondisi utang PLN. Sebab utang tersebut tumbuh dengan pesat sehingga ke depan akan sangat membebani PLN. Saat ini, beban utang jangka panjang PLN mencapai Rp299 triliun.

Menurut Bahlil, tingginya beban utang PLN sebab perusahaan itu dinilai berambisi mendominasi dan membangun sendiri pembangkit listrik di program 35ribu MW. PLN dinilai tidak terlalu perduli bermitra dengan pihak swasta, apalagi swasta lokal, meski telah berkali-kali ditegur Presiden.

"Indikasi rapuhnya keuangan PLN ini disebabkan keserakahannya sendiri. Dia mau bangun sendiri. Swasta diabaikan. Duitnya darimana? Ya dia terpaksa ngutang sana-sini," tegas Bahlil.

Bahlil mengatakan, bila perusahaan setrum negara itu berbagi beban investasi dengan pihak swasta, PLN tidak akan bermasalah dengan utang seperti saat ini. "Nilai investasi di program 35ribu MW sekitar Rp1.100 triliun. Arahan Bapak Presiden (Jokowi), swasta menggarap 80 persen sisanya 20 persen oleh PLN. Atau, dari 35ribu MW itu PLN garap 10ribu MW, dan 25ribu MW," ucap Bahlil.

Namun, faktanya, PLN diduga bergerak diluar arahan Presiden. PLN terus memperbesar utang, membeli sejumlah mobile power plant (MPP) berbahan bakar fosil yang boros dari Turki, serta membangun sendiri sejumlah pembangkit.

"PLN juga membangun sendiri pembangkit-pembangkit berkapasitas kecil dibawah 100 MW yang sebenarnya dapat diserahkan kepada swasta lokal diberbagai daerah, agar keuangannya tetap aman," papar Bahlil.

Tak hanya itu, dampak dari monopoli PLN atas investasi pembangkit listrik, target pemerintah 35ribu MW terancam tidak tercapai. Oleh Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) kemudian diperpanjang hingga tahun 2025. Bahlil mengatakan, saat ini kemampuan PLN dalam menambah kapasitas listrik hanya sebesar 3.000 MW per tahun.

Padahal, setiap tahunnya, untuk menopang pertumbuhan ekonomi 5-7 persen per tahun, dibutuhkan tambahan listrik baru sekitar 6.000-7000 MW. "Sebab itu, dengan kinerja PLN seperti saat ini, kita dunia usaha, sangat pesimis. Disuruh investasi, tapi listrik tidak ada," papar Bahlil.

Sebagaimana diketahui, Pada Rabu (27/9), beredar surat Menteri Keuangan Sri Mulyani yang ditujukan kepada Menteri BUMN Rini Soemarno, dan Menteri ESDM Ignasius Jonan. Surat ditembuskan juga kepada Kepala Kantor Staf Kepresidenan, Direktur Utama PLN dan Dewan Komisaris PLN.

Intinya, surat yang ditandatangani dan berstempel Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati itu menyoroti tiga hal. Pertama, soal gagal bayar utang yang dialami perseroan. PLN disebut terus mengalami kerugian. Kedua, soal beban target proyek 35 ribu MW yang perlu direvisi. (mag)

BACA JUGA: