JAKARTA,GRESNEWS.COM - Mabes Polri telah menetapkan Pimpinan MNC Group yang juga Ketua Umum Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Hary Tanoesoedibjo sebagai tersangka dalam kasus dugaan SMS ancaman ke Jaksa Yulianto.

Penetapan tersangka itu diketahui berdasarkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) Hary Tanoesoedibjo yang diterima pihak Kejaksaan Agung. "SPDP tersebut telah mencantumkan Hary Tanoe sebagai tersangka sejak 15 Juni 2017 lalu," tutur Jaksa Agung Muda bidang Pidana Umum (Jampidum) Kejagung, Noor Rachmad, Selasa (22/6).

Noor Rachmad mengatakan awalnya hanya ada SPDP umum sejak 2016 dalam kasus Hary Tanoe (HT). Pada SPDP itu, belum disebutkan soal tersangkanya. Namun pada tanggal 15 Juni 2017, pelapor atas nama Kasubdit Penyidikan pada Jampidsus Yulianto mendapat salinan SPDP yang isinya penyidik menetapkan HT sebagai tersangka. Surat SPDP itu bernomor B30/VI/2017 Ditipidsiber.


"15 Februari 2016 SPDP sebagai terlapor. Belum ada tersangka tapi tanggal 15 Juni 2017 Bareskrim kirim SPDP atas nama tersangka HT. Jadi jelas bahwa sejak 15 Juni ada SPDP atas nama HT," jelas Noor.

Sebelumnya penetapan status Hary Tanoe sebagai tersangka dalam kasus dugaan SMS ancaman ke Jaksa Yulianto juga sempat disampaikan Jaksa Agung HM Prasetyo. Akibat pernyataan itu, HT melalui pengacaranya melaporkan Prasetyo ke Bareskrim. Namun, Noor tidak mau menanggapi lebih lanjut terkait laporan tersebut.

"Soal laporan urusan penyidik. Saya sebagai Jampidum hanya jelaskan ini," kata Noor.

Pihak pengacara HT, Hotman Paris Hutapea menilai SPDP terkait penetapan kliennya menjadi tersangka berbau politis. Dia menilai kasus SMS yang dianggap sebagai ancaman kepada jaksa Yulianto tak terbukti.

"Saya tidak pernah mendengar SPDP. Saya hanya mendengar Mabes Polri meningkatkan ke penyidikan tapi belum ada tersangka. Tidak ada surat apa pun dari Mabes Polri," ujar Hotman, Rabu (21/6).

Hotman menyebut kasus tersebut bernuasa politis dan mengabaikan hukum. "Jadi kalau sopir dan pembantu bukan ancaman bagaimana dong, berarti perlu dipertanyakan nuasa politik apa yang terjadi yang menyampingkan nuasa hukum, ini sudah keterlaluan," katanya. (dtc/rm)

BACA JUGA: