Oleh: Arrista Trimaya, S.H., M.H.

Pada hari Rabu tanggal 11 November 2015 yang lalu, tepat pukul 18.18 WIT, seorang dokter muda yang bernama Dionisius Giri Samudera atau yang biasa dikenal dengan dokter Andra meninggal dunia di Rumah Sakit Bumi Cendrawasih, Kabupaten Dobo, Kepulauan Aru, Provinsi Maluku. Dokter Andra gugur saat menjalan tugasnya sebagai dokter magang (internsip).

Dokter yang mengenyam pendidikan di Universitas Hasanudin tersebut meninggal dalam usia 24 tahun. Andra didiagnosa menderita penyakit yang diakibatkan oleh virus campak dengan komplikasi infeksi otak (ensefalitis) dan pneumonia. 

Terkait kematian dokter Andra, beberapa kalangan menilai pihak Kemenkes dan Kemendikti sama-sama lepas tangan. Tidak jelas siapa yang akan bertanggung jawab menangani kasusnya. Sedangkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga merasa bahwa penempatan dokter dalam program internsip di pelosok tanah air, bukan merupakan tanggung jawab IDI.

IDI sebagai organisasi profesi dokter hanya mengurusi kompetensi dan rekomendasi seseorang untuk menjadi dokter. Pihak Kementerian Kesehatan membantah dan tidak mau dianggap tidak bertanggung jawab.

Hal tersebut disampaikan oleh Kemenkes bahwa fasilitas kesehatan yang ada di Dobo sudah cukup memadai karena setiap dokter muda yang mengikuti program intersip sudah ada supervisinya yakni dokter spesialis. Pihak Kemenkes menyatakanm, ditugaskannya dokter muda ke daerah-daerah ini bukan untuk dilepas begitu saja, karena para dokter yang telah lulus studi dan memperoleh izin praktik harus mengabdi atau magang di daerah-daerah.

Itupun harus didampingi oleh dokter yang lebih senior. Saat ini RS Cendrawasih Dobo sudah mempunyai 10 dokter spesialis dan untuk program internsip, dokter muda yang ada tidak ditempatkan di kecamatan tapi di ibukota kabupaten.

Lebih lanjut pada saat kunjungan ke RSUD dr. Soetomo Surabaya, Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengatakan pihaknya akan merevisi Undang-Undang Pendidikan Kedokteran terkait masalah meninggalnya dokter Andra. Namun, ia menambahkan bahwa untuk mengubah Undang-Undang tersebut akan membutuhkan waktu yang cukup lama dan bukan hanya dibebankan kepada Kementerian Kesehatan saja, melainkan juga akan mengaitkan beberapa kementerian yang berwenang, seperti Kementerian Pendidikan Tinggi.

INTERNSIP DOKTER DALAM ATURAN PERUNDANG-UNDANGAN - Terlepas dari siapa yang harus bertanggung jawab dalam kematian seorang dokter muda yang sedang malaksanakan program intersip, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran (Undang-Undang Pendidikan Kedokteran) sudah mengatur prinsip penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran. Prinsip itu mengedepankan kebenaran ilmiah, tanggung jawab, manfaat, kemanusiaan, keseimbangan, kesetaraan, relevansi, afirmasi, dan etika profesi.

Prinsip yang digunakan dalam penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran bertujuan: menghasilkan Dokter dan Dokter Gigi yang berbudi luhur, bermartabat, bermutu, berkompeten, berbudaya menolong, beretika, berdedikasi tinggi, profesional, berorientasi pada keselamatan pasien, bertanggung jawab, bermoral, humanistis, sesuai dengan kebutuhan masyarakat, mampu beradaptasi dengan lingkungan sosial, dan berjiwa sosial tinggi.

Selain itu, program internsip dokter juga diadakan untuk memenuhi kebutuhan Dokter dan Dokter Gigi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia secara berkeadilan. Berikutnya adalah meningkatkan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran dan kedokteran gigi (Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Pendidikan Kedokteran).

Di samping itu, juga ditegaskan dalam ketentuan Pasal 5 bahwa Pendidikan Kedokteran diselenggarakan oleh perguruan tinggi dan bekerja sama dengan Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran serta berkoordinasi dengan Organisasi Profesi. Penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran dibina oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

Pasal 7 Ayat (2) UU Pendidikan Kedokteran mengatur pendidikan kedokteran terdiri atas pendidikan akademik dan pendidikan profesi. Pendidikan Akademik terdiri atas: a. program Sarjana Kedokteran dan program Sarjana Kedokteran Gigi; b. program magister; dan c. program doktor.

Sedangkan pendidikan profesi terdiri atas: a. program profesi dokter dan profesi dokter gigi; dan b. program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesiali ssubspesialis. Untuk program profesi dokter dan profesi dokter gigi dilanjutkan dengan program internsip.

Yang dimaksud dengan “internsip” dalam penjelasan Pasal 7 Ayat (7) Undang-Undang Pendidikan Kedokteran adalah pemahiran dan pemandirian Dokter yang merupakan bagian dari program penempatan wajib sementara, paling lama 1 (satu) tahun.

Selanjutnya dalam Pasal 7 Ayat (8) Undang-Undang Pendidikan Kedokteran dijelaskan bahwa program internsip adalah program yang diselenggarakan secara nasional bersama oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, asosiasi institusi pendidikan kedokteran, asosiasi rumah sakit pendidikan, Organisasi Profesi, dan konsil kedokteran Indonesia.

Pengaturan mengenai internsip juga masih terdapat dalam Pasal 38 Ayat (1). Pasal itu mengatur, Mahasiswa yang telah lulus dan telah mengangkat sumpah sebagai Dokter atau Dokter Gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 Ayat (1) harus mengikuti program internsip yang merupakan bagian dari penempatan wajib sementara.

Pasal 38 Ayat (2) mengatur, penempatan wajib sementara pada program internsip sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diperhitungkan sebagai masa kerja.

Jika dilihat dari pengaturan dalam Undang-Undang Pendidikan Kedokteran yang telah dijabarkan secara rinci tersebut, pelaksanaan program internsip sangat jelas merupakan tanggung jawab bersama antara Kemenristekdikti, Kemenkes, Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran (AIPKI), Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia (ARSPI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).

Pihak-pihak tersebut harus bekerja sama untuk meningkatkan pemahiran dan pemandirian dokter yang dilaksanakan melalui program internsip yang merupakan bagian dari program penempatan wajib sementara. Program penempatan wajib sementara bertujuan untuk menjamin pemerataan lulusan terdistribusi ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Masing-masing pihak tidak boleh lepas tangan dan saling menyalahkan bahkan harus saling bahu membahu mewujudkan program intersip yang komprehensif. Setiap tahun diperkirakan ada 6.500 alumni dokter muda yang melakukan intersip.

Mereka tersebar di 17.600 wilayah Indonesia yang punya kondisi alam beragam, maka setidaknya dapat memperlancar perjalanan para dokter muda untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat. Pihak Kemenkes seharusnya memahami bahwa Ketentuan mengenai intersip juga diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.299/MENKES/PER/III/2010 yang mengatur tentang Penyelenggaraan Program Internsip dan Penempatan Dokter Pasca Internsip.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1, Internsip adalah proses pemantapan mutu profesi dokter untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama pendidikan, secara terintegrasi, komprehensif, mandiri, serta menggunakan pendekatan kedokteran keluarga, dalam rangka pemahiran dan penyelarasan antara hasil pendidikan dan praktik di lapangan.

Sedangkan dalam Pasal 1 angka 2, peserta program internsip adalah dokter yang baru lulus program studi pendidikan dokter berbasis kompetensi yang akan menjalankan praktik kedokteran dan/atau mengikuti pendidikan dokter spesialis.

Lebih lanjut dalam Pasal 2 Permenkes Nomor 299 Tahun 2010 tersebut diatur bahwa setiap dokter yang baru lulus program pendidikan dokter berbasis kompetensi yang akan menjalankan praktik kedokteran dan/atau mengikuti pendidikan dokter spesialis harus mengikuti program internsip.

Bahkan, dalam ketentuan Pasal 15 diatur bahwa Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan program internsip dengan mengikutsertakan organisasi profesi, asoasi pendidikan sesuai dengan tugas dengan tugas dan fungsinya Pembinaan dan pengawasan.

Hal itu diarahkan untuk: a. meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter internsip; b. melindungi masyarakat atas pelayanan yang dilakukan dokter internsip.

Peraturan lainnya yang mengatur mengenai program internsip adalah Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor: 1/KKI/PER/I/2010 tentang Registrasi Dokter Program Internsip. Dalam Peraturan KKI ini, pengaturan mengenai internsip mempunyai tujuan umum dan tujuanm khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 3.

Tujuan umum internsip yaitu memberikan kesempatan kepada dokter yang baru lulus pendidikan kedokteran untuk memahirkan kompetensi yang diperoleh selama pendidikan ke dalam pelayanan primer dengan pendekatan kedokteran keluarga. Sedangkan Tujuan khusus internsip yaitu:

a. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperoleh selama pendidikan dan menerapkan dalam pelayanan primer;
b. mengembangkan keterampilan teknis, klinis, pribadi dan profesi yang menjadi dasar praktik kedokteran;
c. memikul tanggung jawab pelayanan pasien sesuai kewenangan yang diberikan;
d. meningkatkan kemampuan dalam pembuatan keputusan profesional medis dalam pelayanan pasien dengan memanfaatkan layanan diagnostik dan konsultasi;
e. bekerja dalam batas kewenangan hukum dan etika;
f. berperan aktif dalam tim pelayanan kesehatan multi disiplin;
g. menggali harapan dan jenjang karir lanjutan; dan
h. memperoleh pengalaman dan mengembangkan strategi dalam menghadapi tuntutan profesi terkait dengan fungsinya sebagai praktisi medis.

PROGRAM INTERNSIP YANG KOMPREHENSIF - Dengan demikian sangat jelas bahwa penyelenggaraan program internsip harus dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan melibatkan berbagai stakeholder. Pelibatan stakeholder dimaksudkan supaya ada kooordinasi dan ada pembagian kewenangan yang jelas diantara stakeholder tersebut.

Pihak Kemenskes harus mempunyai basis data yang jelas terhadap setiap dokter yang baru lulus program pendidikan dokter berbasis kompetensi yang akan menjalankan praktik kedokteran dan/atau mengikuti pendidikan dokter spesialis. Kemudian Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) akan mengeluarkan Surat Tanda Registrasi (STR) Untuk Kewenangan Internsip yang merupakan persyaratan untuk memperoleh Surai Izin Praktik Internsip.

Jangka waktu pelaksanaan program internsip dilaksanakan dalam 1 tahun dan dapat diperpanjang apabila kompetensi belum dapat dicapai sesuai dengan ketentuan. Terakhir dokter peserta internsip dinyatakan telah selesai menjalani intersip ditandai dengan keluarnya Sertifikat Tanda Selesai Intersip yang dikeluarkan oleh Komite Internsip Dokter Indonesia.

Selain itu, hal lain yang harus diperhatikan agar tidak terulang lagi kasus kematian dokter yang sedang menjalani program internsip adalah adanya jaminan bagi dokter yang bertugas di pelosok, terutama adanya jaminan keselamatan dan perlindungan bagi dokter yang berada di pelosok karena jumlahnya sangat banyak.

Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Zaenal Abidin, menyuarakan pentingnya pembekalan pengetahuan bagi para dokter yang sedang bertugas di daerah soal penyakit yang diderita masyarakat setempat dan upaya pencegahannya. Tak hanya itu, bila daerah yang menjadi tempat praktiknya nanti merupakan wilayah rawan konflik dan semacamnya, dokter perlu tahu bagaimana cara mengevakuasi diri sehingga tak menjadi korban.

Pembekalan fisik dan mental dokter saat bertugas di daerah terutama pelosok juga tak kalah penting. Hal lainnya yang harus diperhatikan adalah mengenai insentif. Perlu ada pembedaan insentif atau honor dokter yang bekerja di daerah terutama pelosok dengan dokter yang bertugas di perkotaan.

Untuk itu, pendanaan dalam bentuk beasiswa atau bantuan biaya pendidikan juga sangat dibutuhkan. Pendanaan yang dimaksud dapat berasal dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau pihak lain untuk mewujudkan upaya penyelenggaraan program internsip yang komprehensif. Tunjangan biaya hidup juga harus terus ditingkatkan dan dikeluarkan secara rutin tiap bulan.

Karena Internsip merupakan salah satu bentuk kemajuan struktur pendidikan profesi dokter di Indonesia, maka juga diperlukan dukungan nyata dari Pemerintah Daerah melalui penyediaan beberapa rumah sakit dan puskesmas yang memenuhi persyaratan sebagai wahana internship. Penyediaan sarana dan fasilitas penunjang lainnya juga harus dipersiapkan untuk mewujudkan upaya penyelenggaraan program internsip yang komprehensif.

*) Penulis adalah Perancang Undang-Undang Bidang Kesejahteraan Rakyat, Badan Keahlian DPR Ri dan Terlibat dalam Tim Kerja Penyusunan dan Pembahasan RUU Pendidikan Kedokteran.

BACA JUGA: