JAKARTA - Perempuan di Indonesia masih mengalami berbagai ketimpangan dan diskriminasi secara berlapis. Posisi tawar perempuan pun lemah sehingga kerap berada dalam posisi subordinat. Oxfam Indonesia---jaringan lembaga swadaya masyarakat internasional yang didirikan di Inggris pada 1942 dengan nama Oxford Committee for Famine Relief---akan mendorong penyelesaian kasus-kasus diskriminasi dan ketimpangan gender yang terjadi di Indonesia.

Direktur Oxfam Indonesia Maria Lauranti mengatakan salah satu misi Oxfam untuk menyelesaikan berbagai masalah ketimpangan yang dialami oleh perempuan di Indonesia adalah dengan mendorong kepemimpinan perempuan mulai dari ranah domestik (keluarga) hingga ke ranah publik. Kesetaraan gender bisa diperjuangkan di semua lini: pendidikan, politik, perburuhan, dan sebagainya.

"Oxfam memanggil setiap individu untuk sama-sama memiliki kesadaran dan bergerak untuk memperjuangkan kesetaraan dan memastikan bahwa kesetaraan itu bukan lagi jadi mimpi, tapi jadi sebuah kenyataan. Setara itu nyata," kata Maria kepada Gresnews.com, Rabu (4/3), di Bakoel Coffee, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat.

Oxfam memanfaatkan momentum Hari Perempuan Internasional yang jatuh setiap 8 Maret untuk berkampanye dan mendorong supaya kesadaran akan kesetaraan gender itu meluas, dan setiap individu di dalam masyarakat menyuarakan hal yang sama untuk melakukan perubahan.  

Sementara itu, Asisten Deputi Pengasuhan Keluarga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenpppa) Rohikha Kurniati Sari menekankan masalah keterwakilan perempuan dalam pemerintahan. Warna dan sentuhan perempuan dalam pembentukan kebijakan sangat penting, tidak hanya laki-laki.

"Keterwakilan (perempuan) harus ada di semua institusi. Di eksekutif, legislatif, yudikatif, dan dunia usaha, harus ada. Mereka (perempuan) kemudian yang membawa aspirasi dan pemikirannya, karena kesulitan yang dialami laki-laki dan perempuan juga berbeda," kata Rohikha kepada Gresnews.com.

Menurut Rohikha, konsep peran perempuan dalam kepemimpinan politik harus berjenjang, dimulai dari diri sendiri, keluarga, dan tingkat terkecil lainnya. "Ini yang secara nasional perlu dibangun, kepemimpinan atau keterwakilan (perempuan) mulai dari tingkat RT, RW, desa," ujarnya.

Menurut catatan Oxfam, keterwakilan perempuan Indonesia di dalam kekuasaan eksekutif adalah 18%, sementara itu di legislatif sebesar 24%. "Suara perempuan masih kurang untuk menentukan keputusan politik," kata Rohikha.

(G-2)

BACA JUGA: