JAKARTA - Rancangan Undang-undang tentang Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU KKG) harus jadi payung hukum. Pasalnya undang-undang dan peraturan yang ada saat ini dianggap masih belum cukup.

Demikian seperti disampaikan Ketua Panja RUU KKG Chairun Nisa dalam rilis yang diterima  redaksi, Sabtu (17/11). "RUU KKG merupakan rancangan peraturan perundang-undangan strategis yang akan dijadikan payung kebijakan dalam rangka menciptakan situasi kondusif bagi pencegahan diskriminasi gender maupun kesenjangan gender," ungkapnya.

Ia menambahkan apalagi, komitmen bangsa dalam mencapai kesetaraan dan keadilan gender sudah termaktub dalam konstitusi UUD 1945 yang menjamin dan melindungi hak asasi manusia tanpa adanya pembedaan baik ras, agama, jenis kelamin maupun gender.

Selama era reformasi, DPR telah menghasilkan beberapa peraturan perundang-undangan yang dapat dikatakan telah responsif terhadap masalah gender, antara lain delapan ratifikasi internasional mengenai hak asasi manusia yang berhubungan dengan perempuan dan anak (CRC, ICCPR, ICESCR, CAT, ICRDP, ICPMW), Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Paket UU Pemilu (tentang Partai Politik, Pemilu, MD3) memasukkan affirmative action kuota perempuan 30 persen, Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Selain itu, katanya juga ada Undang-Undang No 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

BACA JUGA: