JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus korupsi penggunaan jaringan frekuensi radio 2,1 gigahertz atau 3G‎ PT Indosat Mega Media (IM2) yang telah menjerat mantan Direktur Utama Indar Atmanto, menjadi kontroversi di kalangan praktisi industri telekomunikasi. Indar Atmanto  mendaftarkan upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung setelah gugatannya di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta terkait penghitungan  kerugian negara oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dikabulkan.

Anggota Komisi I DPR Meutya Hafid mengaku sering mendapat tanggapan seputar perkara IM2 yang dinilai memunculkan kontroversi di kalangan praktisi telekomunikasi. "Saya mendukung jika Pak Indar PK, itu demi kepastian hukum," kata Meutya kepada Gresnews.com saat ditemui usai acara diskusi di Jakarta, Sabtu (23/5).

PK merupakan hak setiap orang yang harus dihormati. Itu dilakukan sebagai upaya untuk mencari keadilan atas kasus yang menjeratnya selama ini. Menurut politisi Partai Golkar itu, dengan putusan PK, nantinya akan memberikan kepastian hukum terhadap industri telekomunikasi.

Indar Atmanto dihukum penjara delapan tahun dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan di tingkat kasasi. MA juga menghukum PT Indosat dan IM2 membayar uang pengganti sebesar Rp1,3 triliun berdasar putusan Mahkamah Agung (MA) No 787K/PID.SUS/2014, tanggal 10 Juli 2014.

Atas putusan MA tersebut, Indar Atmanto masih melakukan perlawanan dengan mengajukan PK. Indar Atmanto mengaku memiliki bukti kuat tidak adanya kerugian negara setelah Pengadilan Tata Usaha Negara memutuskan BPKP tidak berhak menghitung kerugian negara kasus IM2.

Artinya dengan putusan PTUN tersebut Indar Atmanto akan membantah unsur melawan hukum dengan melanggar Pasal 29 maupun Pasal 17 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit yang dijadikan pertimbangan hakim .

Upaya hukum PK Indar Atmanto tersebut juga mendapat dukungan dari Asosiasi Pengusaha Jasa Internet Indonesia (APJII).  APJII berharap Indar Atmanto bisa bebas mengingat kasusnya bisa menjadi preseden buruk bagi industri internet Indonesia.

"Kasus IM2 menjadi preseden buruk bagi kami karena memberikan ketidakpastian hukum. Kami berharap Pak Indar dibebaskan sehingga bisa berdampak positif dan bisa menyelamatkan industri telekomunikasi," kata Ketua Umum APJII Jamalul  Izza dalam keterangannya kepada Gresnews.com di Jakarta, Jumat (22/5).

Jamalul menegaskan, dukungan terhadap Indar Atmanto sekaligus untuk mencari kepastian hukum di sektor industri telekomunikasi sehingga dapat membantu meningkatkan investasi di sektor ini. Dia juga meyakini sektor telekomunikasi sangat berperan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional ke depan.

Kasus IM2 bisa berdampak terhadap lebih dari 200 penyelenggara jasa internet (ISP). Ratusan ISP itu juga menggunakan pola bisnis yang sama dengan Indosat dan IM2 dalam menyewa jaringan telekomunikasi.

APJII sendiri bersama Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) juga sudah meminta MA untuk segera membebaskan mantan Dirut PT IM2 Indar Atmanto yang terjerat kasus kerja sama tersebut dan kini berada di LP Sukamiskin, Bandung.

Kejaksaan Agung sendiri masih menunggu putusan PK Indar Atmanto. Apakah akan menerima atau menolak. Namun Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan akan melakukan upaya hukum lain jika PK Indar dikabulkan.

"Kalau misalnya ada putusan yang berbeda kita bisa ajukan PK juga‎, tapi nanti kita lihat seperti apa," kata Prasetyo.

Kejaksaan Agung sendiri belum mengeksekusi uang pengganti sebesar Rp1,3 triliun yang dibebankan terhadap IM2 dan Indosat.  Eksekusi uang pengganti itu akan dilakukan setelah ada putusan dari MA.

Sementara terhadap tiga berkas tersangka lain, yakni berkas tersangka atas nama dua korporasi, yakni PT Indosat Tbk, PT Indosat Mega Media (IM2), mantan Dirut PT Indosat Johnny Swandy Sjam, dan Hari Sasongko, Kejaksaan Agung berjanji menuntaskannya. Saat ini penyidik tengah memenunggu keterangan ahli untuk diajukan ke pengadilan.

BACA JUGA: