JAKARTA, GRESNEWS.COM - Putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 77PK/Pidsus/2015 yang diajukan oleh terdakwa mantan Direktur Utama IM2, Indar Atmanto membuat Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara prihatin. Menurutnya, putusan MA itu telah menguatkan penyidikan Kejaksaan Agung yang menilai kerjasama antara penyelenggara jasa akses internet yang dilakukan IM2 dengan penyelenggara jaringan seluler PT Indosat telah melanggar ketentuan perundang-undangan.

Putusan ini, kata Rudiantara, akan berpengaruh kepada sistem bisnis jaringan telekomunikasi dan jasa internet yang selama ini dibangun. Menurutnya, selama ini pemerintah memperbolehkan kerjasama antara penyelenggara jaringan, seperti halnya kerjasama yang dilakukan oleh PT Indosat dan Pelayanan jasa internet IM2.

"Ini bisa mengubah tatanan bisnis Industri telekomunikasi di Indonesia," kata Rudiantara dalam konfrensi pers menyikapi putusan MA atas kasus Terdakwa Indar Atmanto di gedung Indosat, Jakarta Pusat, Kamis (5/11).

Rudiantara mengaku akan mengambil beberapa langkah untuk menyelesaikan masalah ini. Salah satunya adalah akan melakukan komunikasi dengan kementerian terkait agar iklim bisnis yang sudah tertata baik selama ini tidak terguncang dengan adanya putusan tersebut.

Pemerintah, kata Rudi, harus memperjelas status hukum kerjasama antara jasa telekomunikasi dan jasa internet yang selama ini terjadi dalam konsep bisnis to bisnis seperti halnya yang dilakukan oleh PT Indosat dan IM2. "Saya tidak bisa menyampaikan detail, pemerintah terkait ini bukan saya sendiri, banyak," katanya.

Pihak Kominfo sendiri tampaknya akan mengambil langkah hukum demi menyelesaikan kasus tersebut lantaran sudah menjadi isu industri. "Banyak penyelenggara jasa terancam karena mereka melakukan (bentuk) kerja sama serupa dengan (yang dijalankan) Indosat-IM2. Makanya, ini akan menjadi masalah industri," tegasnya.

Untuk diketahui, Indar Atmanto selaku Direktur Utama Im2 (anak usaha Indosat) dipidana lantaran melakukan kerjasama dengan PT Indosat Tbk untuk menggunakan frekuensi bersama di 2.100 MHz. Kerjasama ini dianggap merugikan negara karena IM2 tidak membayar Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi selama periode kerja sama berlangsung, yakni 2006-2012. Berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), IM2 dinyatakan merugikan negara sebesar Rp1,3 triliun.

Pemidanaan atas kerjasama bisnis to bisnis inilah yang membuat pihak Kominfo dan kalangan pebisnis telekomunikasi menjadi kalang kabut. Pasalnya pola kerjasama seperti yang dilakukan IM2 dan Indosat, jamak dilakukan di Indonesia. Kasus ini dinilai bisa menjadi bola liar yang bisa menyambar siapa saja di industri telekomunikasi.

Jika sudah begini, industri jaringan telekomunikasi dan penyedia jasa layanan internet bisa runtuh. Industri penyediaan jasa internet misalnya, bisa mengalami "kiamat" dan bisa memukul industri lain, misalnya perbankan.

Karena itu, Rudiantara mengingatkan, kasus yang menimpa Indar Atmanto dapat membawa dampak negatif iklim industri telekomunikasi yang selama ini menjadi salah satu motor penggerak sektor-sektor industri lainnya. "Saya paham bahwa kasus ini sudah lama bergulir dan belum ada tindakan lebih lanjut. Namun, saya tidak bisa banyak sampaikan lebih detil karena harus dibicarakan dengan banyak kementerian lain yang terkait," ujarnya.

UPAYA HUKUM INDOSAT - Sementara itu, Head Communication Corporate PT Indosat Deva Rachman mengatakan, pihaknya hingga saat ini belum membaca putusan MA yang meminta perusahaannya membayar kerugian negara sebesar Rp1,3 triliun itu. "Kami belum baca putusannya seperti apa, kita tahu hanya dari internet. Dan kita akan ajukan upaya hukum lanjutan," kata Deva Rachman kepada gresnews.com, Kamis (5/11).

Ia menyesalkan ketetapan hakim MA yang menolak permohonan PK yang diajukan mantan Dirut IM2 Indar Atmanto. Ia meyakini, Indar Atmanto adalah korban dari salah penafsiran atas UU Telekomunikasi yang kerap jadi polemik selama ini.

Ketika disinggung terkait putusan MA yang mengharuskan perusahaannya membayar Rp1,3 triliun atas kasus ini. Ia pun mengaku belum bisa mengomentari ketentuan tersebut. Pasalnya ia belum membaca secara lengkap alasan pengadilan yang mengharuskan Indosat membayar denda kerugian negara tersebut. "Dan yang pasti kita ingin melanjutkan upaya hukum lanjutan atas putusan itu," tegasnya.

Lebih jauh menurut Deva, putusan MA ini sebetulnya bukan hanya sebatas isu Indosat atau IM2, akan tetapi kasus ini berkaitan dengan seluruh kerjasama jaringan telekomunikasi dan internet di Indonesia. "Industri TIK kan saat ini sangat mempengaruhi perekonomian negara. Nah, dengan putusan ini kalau kita tanpa internet bagaimana jadinya?" ujarnya.

Bahkan, ia pun mengistilahkan bahwa putusan pengadilan yang menyatakan kerjasama antara jasa internet dan telekomunikasi yang dilakukan oleh Indosat dan IM2 sebuah perbuatan pelanggaran hukum sebagai kiamat internet. "Ini bukan kiamat internet saja tapi ini mengancam perekonomian negara secara keseluruhan," tegasnya.

SIAPKAN JUDICIAL REVIEW - Atas kasus Indar Atmanto ini, sejumlah asosiasi jasa telekomunikasi dan internet membuat petisi menyikapi putusan Mahkamah Agung tersebut. Ketua Indonesia Telecommunication Users Group (ID-TUG) Nurul Yakin Setia Budi mengatakan, telah terjadi perbedaan persepsi antara penyidik Kejaksaan Agung dengan pelaku industri yang bergerak dibidang jasa telekomunikasi dan internet.

Perbedaan persepsi atas menafsirkan UU Telekomunikasi yang dilakukan oleh penyidik kejaksaan Agung dinilai dapat berdampak terhadap industri telekomunikasi, pelayanan masyarakat, serta perekonomian negara.

"Putusan MA ini sangat berdampak sangat besar terhadap industri telekomunikasi, pelayanan masyarakat, serta perekonomian negara," kata Nurul Yakin kepada gresnews.com usai menggelar konfrensi pers menyikapi putusan MA di Gedung Indosat, Jakarta Pusat, Kamis (5/11).

Ia menambahkan, putusan MA yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri ini akan berdampak pada industri jasa telekomunikasi dan internet di Indonesia. Sebab, putusan MA tersebut berarti menyatakan kerjasama antara penyelenggara jasa akses internet yang dilakukan IM2 dengan penyelenggara jaringan seluler Indosat telah melanggar ketentuan perundang-undangan.

"Padahal pemerintah menyatakan kerjasama antara penyelenggara jasa internet dan jasa telekomunikasi ini sudah sesuai dengan regulasi yang berlaku," ujarnya.

Ia juga meminta pemerintah khususnya kementerian terkait untuk memperjelas batasan-batasan dalam kerjasama frekuensi jaringan internet. Sebab, dengan putusan pengadilan yang menyatakan mantan Dirut IM2 Indar Atmanto bersalah dan PT Indosat diharuskan membayar kerugian negara Rp1,3 triliun akan berdampak pada pertumbuhan bisnis jasa telekomunikasi dan internet secara nasional.

Selain itu, ia mengaku akan mempersiapkan proses hukum dengan mengajukan judicial review atas UU Telekomunikasi. Menurutnya, dengan adanya putusan pengadilan atas kasus ini UU Telekomunikasi masih memiliki kekurangan dalam menjelaskan secara detail perihal pengaturan frekuensi guna memperjelas pemahaman pihak-pihak terkait, khususnya aparat penegak hukum dan lembaga yudikatif.

"Kita akan mengkaji UU Telekomunikasi, kita masih dalami, kita akan ajukan ke MK untuk memperjelas undang-undang itu biar lebih detail lagi. Karena konstitusionalitas kita berpotensi dirugikan di simi," tutupnya. (Gresnews.com/Rifki Arsilan)

BACA JUGA: