JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung sejatinya tak perlu ragu mengeksekusi putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak Peninjauan Kembali (PK) Nomor 77PK/Pidsus/2015 yang diajukan terdakwa mantan Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2) Indar Atmanto dalam perkara kerja sama penyelenggaraan frekuensi 3G di frekuensi 2,1 Ghz dengan PT Indosat Tbk. Namun nyatanya, Kejaksaan Agung masih gamang untuk mengambil langkah tegas tersebut.

Setahun sudah batas waktu eksekusi uang pengganti atas putusan kasasi MA atas Indar Atmanto khususnya pembayaran uang pengganti sebesar Rp1,3 triliun. Alasan Kejaksaan Agung karena Indar tengah mengajukan PK. Juga ada dualisme putusan MA yang dinilai saling bertentangan. Kini MA telah menolak PK Indar, yang artinya meneguhkan putusan kasasi MA yang menghukum Indar hukuman  penjara delapan tahun dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan.

MA juga menghukum PT Indosat dan IM2 membayar uang pengganti sebesar Rp1,3 triliun berdasar putusan Mahkamah Agung (MA) No 787K/PID.SUS/2014, tanggal 10 Juli 2014.

Jaksa Agung M Prasetyo buka suara menanggapi putusan PK Indar tersebut. Namun bukannya Prasetyo mengambil langkah cepat mengeksekusi putusan tersebut mantan Jaksa Agung Muda Pidana Umum malah menunggu upaya hukum PK kedua yang bakal diajukan Indar.

"Saya dengar mereka (IM2) mau mengajukan PK lagi, dan itu dibenarkan. Mereka punya novum mungkin, ya kita lihat nanti seperti apa," kata Prasetyo usai melantik 275 jaksa di lapangan Badan Pendidikan dan Latihan Kejaksaan Agung, Jumat (6/11).

Prasetyo memilih tak buru-buru segera eksekusi. Bisa jadi langkah eksekusi bisa menjadi blunder bagi Kejaksaan. Sebab akibat putusan tersebut dapat berimplikasi besar pada industri telekomunikasi di Indonesia. Selain itu, Prasetyo juga akan berpikir seribu untuk tancap gas eksekusi sementara Menkominfo Rudiantara membela Indar. Dikhawatirkan akan kontraproduktif dengan kebijakan pemerintah untuk mengembangkan industri telekomunikasi di dalam negeri.

Prasetyo menyampaikan penegakan hukum harus juga melihat manfaatnya bagi masyarakat. "Nanti kalau saya eksekusi kalian terganggu nggak nanti. Kita lihat nanti. Ini semuanya untuk kepentingan masyarakat ya, bukan siapa-siapa. Jadi masyarakat kita utamakan," tegas Prasetyo.

Sebelumnya Head Communication Corporate PT Indosat Deva Rachman mengatakan akan mengajukan upaya hukum lain untuk menguji putusan MA yang menolak PK Indar Atmanto. Indosat menyesalkan ketetapkan hakim MA tersebut. Diyakini Deva, Indar Atmanto korban salah tafsir atas UU Telekomunikasi yang kerap jadi polemik selama ini.

Soal keharusan perusahaannya membayar Rp1,3 triliun, Deva mengaku belum membaca detil isi putusan. "Dan yang pasti kita ingin melanjutkan upaya hukum lanjutan atas putusan tersebut," jelas Deva dalam keterangannya.

Putusan MA tersebut, kata Deva, bukan semata isu Indosat atau IM2 tetapi berkaitan dengan seluruh kerja sama jaringan telekomunikasi di Indonesia. Menurut Deva putusan MA tersebut mengancam perekonomian negara keseluruhan.

ANCAM KERJA MEDIA - Tak hanya industri telekomunikasi yang dikhawatirkan terkena dampak atas putusan MA itu, tetapi juga media online yang selama ini mengandalkan jaringan internet. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) DKI Jakarta pada Kamis (5/11) mendatangi kantor Mahkamah Agung (MA) untuk menyatakan kekecewaan terhadap penolakan Peninjauan Kembali (PK) mantan Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2), Indar Atmanto.

PWI khawatir, penolakan Mahkamah Agung (MA) atas PK tersebut akan mematikan layanan internet, yang ujungnya bisa menyebabkan kerja media. Dalam skala lebih luas, akan menyebabkan terganggunya ekonomi nasional.

"Indonesia bisa terancam blank spot, tidak ada jaringan internet karena para penyelenggara jasa internet merasa ketakutan akan bernasib
sama seperti Pak Indar," kata Ketua Dewan Kehormatan PWI DKI Jaya, Kamsul Hasan, kepada media, Jumat (6/11).

PWI DKI Jaya sangat menyayangkan putusan MA tersebut karena para penyelenggara jasa internet (ISP) kemungkinan akan mematikan internet. Sebab bentuk kerja sama PT Indosat Tbk dan PT IM2 juga dilakukan oleh ratusan penyelenggara jasa internet (ISP).

Apabila ancaman tersebut benar-benar terjadi, lanjut Kamsul, akan sangat berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Apalagi dunia usaha saat ini sudah sangat tergantung dengan jaringan internet.

"Kalau Indonesia tidak ada internet, wartawan tidak bisa bekerja, bank tidak bisa online, bahkan pesawat juga terancam tidak terbang. MA seharusnya memperhatikan dampak tersebut," jelas Kamsul.

PWI menegaskan, sudah selayaknya Indar Atmanto bebas lantaran tidak melakukan perbuatan seperti yang didakwakan.

Padahal, seluruh regulator mulai dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), hingga Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan kerjasama Indosat dan IM2 dalam penyelenggaraan 3G di frekuensi 2.1 GHz telah sesuai dengan Undang-Undang Telekomunikasi (lex specialis lex generalis).

TERSANGKA LAIN SEGERA DIPERIKSA - Lain di tingkat pimpinan Kejaksaan, berbeda dengan di bawah. Dengan keluarnya putusan MA yang telah menolak Peninjauan Kembali (PK) Indar Atmanto memberikan keyakinan bagi penyidik untuk melanjutkan proses penyidikan empat berkas lainnya. Empat tersangka dimaksud adalah berkas perkara atas nama Johnny Swandi Sjam yang saat itu menjabat komisaris PT Indosat. Kemudian mantan Dirut PT Indosat Tbk., Hari Sasongko dan dua lainnya berkas untuk tersangka korporasi PT Indosat dan IM2.

Direktur Penyidikan Maruli Hutagalung mengatakan  akan mengagendakan pemeriksaan terhadap mantan Direktur Utaman PT Indosat, Johnny Swandy Sjam terkait kasus dugaan korupsi Penyelenggaraan Jaringan Frekuensi 2,1 Ghz/3G ‎yang merugikan negara Rp 1,3 triliun.

Upaya pemeriksaan ini tindak lanjut dari putusan Indar Atmanto, mantan Presdir PT Indosat Mega Media (IM2) yang telah ditolak PK oleh Mahkamah Agung (MA).

"‎Waktunya belum dapat saya pastikan, kita sudah agendakan pemanggilan tersangka, jadi tunggu saja," kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Maruli Hutagalung, di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (6/11).

Dia menjelaskan pemanggilan Johnny Swandy Sjam yang juga bekas mantan Komisaris Utama PT Telkom Tbk tersebut ‎setelah audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) diterima oleh tim penyidik.

"Tunggu audit BPKP, tim penyidik sudah koordinasi ‎dengan BPKP, setelah itu baru kita periksa," katanya.

Kejagung sendiri sebelumnya pernah menghadirkan ahli telekomunikasi Mahardi Prabowo selaku Engineer 1 IP & Metro Network, Innovation & Design Center (IDeC) untuk melengkapi berkas tersangka Johnny Swandi Sjam. Sayangnya, keberadaan ahli tersebut tidak banyak membantu karena proses hukum tersangka tak berlanjut hingga saat ini.

BACA JUGA: