JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mantan Direktur Jendral (Dirjen) Pajak Hadi Poernomo menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengabaikan sejumlah fakta saat menetapkan dirinya sebagai tersangka penyalahgunaan wewenang keberatan pajak PT  BCA. Pernyataan tersebut disampaikannya dalam gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Di antara fakta itu, menurut Mantan Kepala BPK ini , bahwa keberatan pajak PT BCA tidak dapat dijadikan perkara pidana sebab telah kadaluarsa. Mengingat keberatan pajak dilakukan pada 2004 untuk pajak 1999. Hal itu sesuai dengan ketentuan Pasal 40 UU NO 9 tahun 1994 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan  (KUP).

"Sehingga penyidikan termohon telah melewati batas daluwarsa pajak," kata Hadi dalam sidang praperadilan, Senin (18/5).

Selain itu Hadi mengatakan  bahwa keputusan keberatan pajak BCA merupakan kewenangan Dirjen Pajak berdasarkan UU KUP. Sebagai Dirjen Pajak, pihaknya pada 13/5/2004 telah menerima telaah Direktur PPh atas keberatan Pajak PT BCA. Hasil telaah itu berupa pendapat/usulan dari Direktur PPh kepada Dirjen Pajak yang dinyatakan pajak yang harus dibayar sebesar Rp634 miliar.

Namun Direktur PPh mengoreksi sendiri kewajiban membayar pajak BCA yang semula tertulis Rp634 miliar menjadi sebesar Rp0 dalam risalah tertanggal 17/6/2004. Atas pendapat Direktur PPh, selaku Dirjen Pajak telah mengeluarkan nota dinas 192/4/2014 kepada Direktur PPh yang berisi pendapat atas pendapat Direktur PPh.

"Nota dinas itu bukan intrukksi untuk memerintahkan mengubah kesimpulan sebagaimana yang dituduhkan. Nota dinas dibuat sebagai bentuk transparansi dan keterbukaan dalam memutus keberatan pajak BCA," jelas Hadi.

Salah satu isi nota dinas mengadopsi ketentuan Pasal KMK 117/1999 yang menyatakan BCA menyerahkan piutang bermasalah/NPL kepada BPPN dengan nilai nihil. Dan BPPN adalah bukan wajib pajak sesuai dengan SE Direktur Jendral NO 28/1996.

Namun Direktur PPh berpendapat bahwa BCA menyerahkan piutang bermasalah kepada BPPN seharusnya dengan nilai wajar serta BPPN adalah wajib pajak. Pendapat ini diikuti dan diambil KPK dalam menetapkan Hadi sebagai tersangka. Padahal tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Fakta lain yang diabaikan KPK dalam menetapkan Hadi tersangka, adalah perkara keberatan pajak oleh Dirjen Pajak pengganti Hadi Poernomo. Apabila Dirjen Pajak yang menggantikan Hadi memandang keputusan keberaran pajak BCA adalah salah atau ada bukti baru, maka sebenarnya ada mekanisme penyelesaiannya yang diatur Pasal 15 UU 9 tentang KUP membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar.

Namun faktanya, Dirjen Pajak setelah Hadi yang mengetahui namun membiarkan keputusan pajak salah itu. "Jika dipandang salah, dirjen pajak setelah pemohon dapat melakukan mekanisme sesuai Pasal 15, 16 atau 36 UU KUP bahwa keberatan pajak merupakan upaya hukum dan tidak bersifa final. Namun itu tidak dilakukan," kata Hadi.

Sementara kuasa hukum KPK Yudi Khristiana menanggapi dalil-dalil Hadi ini, berpendapat  dalil-dalil yang disampaikan pemohon tak berdasar. KPK menetapkan tersangkan terhadap Hadi Poernomo karena menyalahgunakan kewenangannya sebagai Dirjen Pajak. Penetapan Hadi sebagai tersangka juga dilakukan setelah memeriksa 60 orang untuk dimintai keterangannya. "Akibat keputusan pemohon, negara dirugikan ratusan miliaran," jelas Yudi.

BACA JUGA: