JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo sedianya menjalani  sidang perdana pemeriksaan perkara Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dikabulkannya permohonan praperadilan dirinya. Namun Hadi meminta majelis hakim pemeriksa perkara dengan nomor PK No 11/PDT/PK/2015/PN. Jkt.Sel menunda pembacaan dan pemeriksaan Memori PK oleh KPK. Alasannya saat ini Hadi tidak didampingi oleh pengacara.

Sikap Hadi itu berbeda saat menghadapi sidang praperadilan melawan KPK. Saat itu Hadi tampil percaya sendiri tanpa didampingi kuasa hukum. Namun menghadapi sidang PK, Hadi seperti kehilangan kepercayaan diri. Kali ini Hadi mengaku awam dengan proses dan prosedur perkara PK. Apalagi, menurut Hadi, alasan dan dasar hukum yang disampaikan KPK sulit dipahami. Hadi mengaku tengah menyiapkan tim kuasa hukum.

Hadi meminta sidang PK ditunda hingga 9 September. Pertimbangannya menunda PK karena ia belum didampingi kuasa hukum dan masih belum dapat menunjuk kuasa untuk mendampinginya dalam persidangan.

"Sebagai orang awam kami memerlukan kuasa hukum untuk mendampingi, mengingat tidak terangnya argumen Pemohon dan rumitnya alasan-alasan yang disampaikan dalam permohonan," kata Hadi di hadapan majelis hakim pemeriksa perkara PK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/8).

Permintaan Hadi dalam sidang yang berlangsung mulai pukul 11.15 WIB tersebut kemudian dikabulkan oleh majelis hakim yang diketuai oleh Hakim I Ketut Tirta.

"Kami memberikan kesempatan penundaan sidang hari ini. Setelah majelis bermusyawarah sidang ini kita tunda sampai hari kamis tanggal 27 Agustus 2015," ujar hakim Ketut di persidangan.

Majelis hakim yang diketuai I Ketut Tirta itu pun meminta pihak pemohon untuk membacakan permohonannya pada sidang tanggal 27 Agustus 2015 mendatang dan langsung akan diberikan tanggapan pihak termohon atas permohonan PK.

"Nanti minggu depan pemohon membacakan permohonan kemudian termohon memberikan tanggapannya atas permohonan pemohon dengan demikian sidang ditunda hingga kamis 27 Agustus 2015 dengan agenda pemohon memberikan kesempatan termohon untuk menyiapkan kuasa hukum," tandas hakim.

Untuk diketahui, Hadi Poernomo telah memenangkan gugatan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka.  Pengadilan memutuskan penetapannya sebagai tersangka tidak sah. Alasannya karena penyidik bukan dari kepolisian atau kejaksaan tapi diangkat sendiri oleh KPK sehingga penyelidikan batal demi hukum.

ALASAN PK SULIT DIPAHAMI - Hadi mengaku merasa perlu untuk didampingi pengacara, alasannya ia sulit memahami dasar hukum yang disampaikan KPK. Di antaranya, berdasarkan Pasal 263 ayat (1) KUHAP hanya terpidana dan ahli warisnya yang dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung. Menurut Hadi, dalam PK yang diajukan KPK tidak jelas siapa yang menjadi terpidana atau ahli warisnya. Sebab belum pernah ada yang dihukum, karena putusan yang dimohonkan PK pokok perkaranya belum pernah diperika oleh Pengadilan.

Berdasarkan Surat Edaran (SEMA) Nomor D/BUA.6/HS/III/2014 tanggal 28 Maret 2014 disebutkan "Jaksa tidak diperbolehkan mengajukan PK. Sebab yang berhak mengajukan PK sudah jelas diatur dalam KUHAP, untuk tidak dapat ditafsirkan dan disimpangi serta sesuai dengan asas KUHAP bahwa hak-hak asasi terdakwa/terpidana lebih diutamakan.

Lalu berdasarkan Pasal 266 ayat (3) KUHAP dinyatakan bahwa "Pidana yang dijatuhkan dalam putusan PK tidak boleh melebihi pidana yang dijatuhkan dalam putusan semula. "Dari kacamata awam kami, ini menunjukkan bahwa kebebasan yang telah kami terima dimohonkan oleh pemohon PK agar kami kembali menjadi tersangka artinya melebihi pidana sebelumnya," kata Hadi.

Dan berdasar SEMA Nomer 4 di atas juga disebutkan bahwa Majelis PK tidak dapat menjatuhkan pidana lebih berat daripada penjatuhan pidana oleh judex juris/judex facti.

MA PERNAH KABULKAN - Tidak jelasnya aturan pengajuan PK terhadap putusan praperadilan. Menyebabkan pengajuan PK atas putusan praperadilan itu memicu sejumlah  tafsir.

Ahli hukum pidana Universitas Parahyangan Bandung Agustinus Pohan mengamini selama ini belum ada aturan soal PK atas putusan praperadilan. MA hanya mengatur soal upaya Banding. KUHAP juga hanya mengatur soal pokok perkara pidana bukan sengketa prosedur.

Atas dasar itu, pengajuan PK atas putusan praperadilan oleh KPK sah-sah saja. Dengan belum diaturnya secara tegas soal PK atas putusan praperadilan, sangat mungkin KPK mengisi kekosongan aturan tersebut.

"Dan dalam praktik penegakan hukum itu pernah dilakukan Polda Jabar dalam kasus SP3 kasus tanah Punclut Ciumbluit," kata Agustinus kepada gresnews.com, Rabu (19/8).

Kasus PK yang diajukan Polda Jabar itu juga dimenangkan oleh Polda Jabar sebagai tergugat. Menurut Agustinus, dirinya sempat dihadirkan sebagai ahli dalam kasus tersebut oleh Polda Jabar.

Dalam kasus itu, Polda Jabar mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Karena dihentikan, pelapor kemudian mempraperadilankan Polda Jabar. Dalam amar putusannya, pengadilan memerintah polisi untuk melanjutkan penyidikan.Ternyata Polda tidak menerima putusan pengadilan itu, sehingga  akhirnya mengajukan PK.

MEMORI PK KPK - KPK menyatakan siap menghadapi PK terhadap Hadi Poernomo. KPK mengaku telah menyiapkan memori PK yang berisi dalil-dalil gugatan untuk membatalkan putusan praperadilan Hadi Poernomo.

Ada sejumlah putusan praperadilan dari hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dinilai melampaui wewenang. "KPK akan menyampaikan dalil-dalil gugatan terhadap putusan praperadilan karena ada beberapa hal yang menurut KPK melampaui kewenangan praperadilan," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha kepada gresnews.com, Rabu (19/8).

Dari memori yang diajukan, Priharsa berharap memori PK dapat diterima pengadilan. Apabila dikabulkan, putusan praperadilan yang membatalkan Hadi sebagai tersangka menjadi tidak sah.

Mantan Direktur Jenderal Pajak ini ditetapkan tersangka atas kasus dugaan korupsi dalam permohonan keberatan wajib pajak yang diajukan Bank Central Asia (BCA). Kasus berawal ketika PT BCA TBK mengajukan surat keterangan pajak transaksi non-performance loan Rp 5,7 T kepada Direktorat Pajak Pengasilan (PPh).

Selanjutnya atas permohonan itu Direktorat PPh melakukan kajian. Setelah satu tahun melakukan kajian, pada 13 Maret 2004, Direktur PPh memberikan hasil telaah pengajuan keberatan pajak BCA  yang kesimpulannya permohonan tersebut ditolak. Namun sehari sebelum jatuh tempo pada 15 Juli 2004, Hadi selaku Dirjen Pajak justru memerintahkan kepada Direktur PPh melalui nota dinas untuk mengubah kesimpulan, yakni agar menerima seluruh keberatan wajib pajak BCA. Sehingga tak ada waktu bagi Direktorat PPh untuk memberikan tanggapan.

Disinilah kesalahan yang diduga dilakukan Hadi. Hadi selaku Dirjen Pajak  dinilai mengabaikan fakta materi keberatan wajib pajak yang sama antara BCA dan bank-bank lain, sehingga pada 21 April 2014 KPK menetapkan mantan Dirjen Pajak itu sebagai tersangka. Ia  disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Namun Hadi kemudian mengajukan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka. Pengadilan Jakarta Selatan ternyata mengabulkan gugatan praperadilan Hadi. Alasannya KPK tidak sah menetapkan tersangka karena penyidik yang menangani perkara tersebut  tidak berasal dari kepolisian atau kejaksaan. Atas dikabulkannya gugatan praperadilan itu, KPK kemudian mengajukan Peninjauan Kembali.  

BACA JUGA: