JAKARTA, GRESNEWS.COM - Masih ingat kasus keberatan pajak PT Bank Central Asia (BCA) yang melibatkan mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Purnomo? Kasus ini sempat membuat heboh masyarakat beberapa waktu lalu karena beberapa alasan.

Pertama, Hadi Purnomo ditetapkan sebagai tersangka ketika ia merayakan ulang tahunnya yang ke-67. Dan hari itu juga bertepatan dengan satu hari sebelum ia menjalani masa pensiun sebagai Ketua BPK.

Kedua, Hadi Purnomo mengajukan praperadilan atas perkara tersebut. Dengan penuh percaya diri, Hadi hadir tanpa didampingi pengacara terutama pada saat pembacaan putusan seakan tahu apa yang akan dibacakan hakim tunggal Haswandi. Benar saja, Haswandi mengabulkan gugatan tersebut dan memenangkan Hadi Purnomo.

Ketiga, Hadi Purnomo mendapat perlakuan "berbeda" dari yang lain dalam hal ini mantan Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin. Ilham juga memenangkan praperadilan namun KPK kembali menetapkannya sebagai tersangka.

Ilham pun kembali mengajukan gugatan serupa, dan kali ini praperadilannya ditolak oleh hakim. Sedangkan Hadi Purnomo tidak diperlakukan demikian, KPK menggunakan cara lain yaitu mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.

Hal ini pun menimbulkan polemik, pihak Hadi Purnomo menganggap apa yang dilakukan KPK tidak beralasan. Karena PK hanya bisa diajukan oleh terpidana, ataupun ahli waris, sedangkan KPK merupakan aparat penegak hukum.

ALASAN KPK TUNGGU PK - Peninjauan Kembali yang diajukan KPK juga hingga ini belum berujung manis. Meskipun begitu, KPK tetap bersikukuh tetap menunggu putusan PK dari Mahkamah Agung dan tidak akan membuka Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru terhadap Hadi Purnomo.

"KPK akan menunggu proses PK terlebih dahulu," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha kepada gresnews.com, Rabu (9/3).

Priharsa pun mempunyai alasan mengapa tidak kembali menetapkan Hadi Purnomo sebagai tersangka. "Kami kan gugat keputusan hakim praperadilan agar tidak jadi yurisprudensi, termasuk pertimbangan-pertimbangan hukumnya," tutur Priharsa.

Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Haswandi mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan Hadi atas penetapannya sebagai tersangka kasus rekomendasi keberatan pajak terhadap Bank BCA ketika ia masih menjabat sebagai Direktur Jenderal Pajak.

Salah satu pertimbangan Haswandi adalah penyelidik dan penyidik KPK yang menangani perkara Hadi bukan berasal dari kepolisian. Karena itu, proses penyelidikan, penyidikan, penyitaan, serta upaya hukum lainnya oleh KPK terhadap Hadi tidak sah.

Pertimbangan lainnya, Haswandi menyatakan perkara Hadi merupakan pidana administrasi. Sehingga, perbuatan Hadi tidak termasuk tindak pidana korupsi. Dan penetapan KPK tersebut dianggap tidak tepat karena pidana administrasi bukan menjadi kewenangan KPK.

TAK ADA KEJELASAN - Mahkamah Agung hingga sekarang belum juga memutuskan pengajuan tersebut, prosesnya pun hingga kini belum jelas sampai mana hasil pengajuan itu. Padahal, lembaga pimpinan Agus Rahardjo itu sudah mengajukan sejak Juli 2015 lalu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Memori Peninjauan Kembali memang pada mulanya diajukan ke pengadilan awal, dalam hal ini Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, setelah itu baru ke Mahkamah Agung.

Kepala Humas PN Jakarta Selatan Made Sutrisna mengatakan sudah mengirim memori ini sejak Februari 2016 lalu. "Sudah dikirim dengan surat tertanggal 16 Februari 2016 dan telah diterima MA tanggal 19 Februari 2016," kata Made kepada gresnews.com.

Tetapi saat gresnews.com coba menanyakan tentang perkara ini pihak Mahkamah Agung baik Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Ridwan Mansyur maupun Juru Bicara Suhadi, tidak memberi jawaban berarti.

Suhadi hanya menanyakan nomor untuk perkara tersebut. Tetapi ketika gresnews.com memberikan perkara dengan Nomor 11/pid/pk/2015/pn.jaksel, Suhadi tidak lagi memberi jawaban tentang kelangsungan kasus ini.

Sama halnya dengan Ridwan Mansyur. Ia meminta agar gresnews.com mencari sendiri perkara tersebut di situs Mahkamah Agung di kolom info perkara. Tetapi setelah ditelusuri, ternyata hasil PK ini belum juga muncul.

Saat dikonfirmasi mengenai hal ini, Ridwan mengatakan situs itu merupakan informasi satu-satunya jika ingin mengetahui hasil perkara. Dan jika tidak ada informasi mengenai perkara yang dimaksud di situs tersebut, maka perkara itu masih dalam proses. "Berarti masih proses, kalau belum ada di situs MA itu belum putusan. Hanya bisa searching di sistem informasi," tutur Ridwan.

BACA JUGA: