JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemberian remisi oleh negara perlu dikaji secara cermat dan terukur. Hal ini dianggap penting sebab dapat mempengaruhi status dan kredibilitas penegakan hukum di tanah air.

"Sistem penahanan napi perlu ditegakan secara maksimal. Negara jangan terlalu rutin memberikan remisi kepada para tahanan," ucap Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ichsan Zikrie ditemui Gresnews.com di Jakarta, Sabtu (16/5).

Menurut Ichsan, untuk membangun efek jera, pengurangan remisi perlu dikurangi. Selain itu, Ia pun menekankan perlunya pengawasan dan tindakan tegas terhadap aparat yang memiliki mental korup. Hal ini dinilai penting mengingat para petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kerap terlibat sindikat perdagangan narkoba.

Untuk itu, Ichsan menggarisbawahi, petugas Lapas jangan sampai kalah dan lengah terhadap para tahanan narkoba. Hal mendasar terkait pengawasan, lanjutnya, perlu dibenahi dan diperketat mulai dari internal Lapas hingga aparat.

Terkait para napi, Ichsan mengatakan sebaiknya diberikan penahanan ekstra ketat dan ditempatkan diruang yang terisolir dari publik. Dalam konteks ini, Ia menilai eksekusi mati terkadang tidak menciptakan efek jera.

Solusinya perlu diberikan penahanan atau penjara seumur atau diasingkan di ruang tertutup. "Upaya ini setidaknya memberikan efek jera dan rasa takut bagi para napi," ujarnya.

Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Pimpinan KPK Johan Budi mengatakan, pemberian remisi adalah wilayah Menkumham. Namun, KPK tetap berharap agar pemberian remisi tersebut tidak dipermudah.  

Pemberian remisi yang dimaksud kepada terpidana korupsi, terorisme dan narkoba. "KPK berharap pemberian remisi tak dipermudah oleh pemerintah. Tentu ada standar dan pertimbangan yang ketat," kata Johan Budi.

Johan menuturkan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang pemberian remisi dan pembebasan bersyarat tentunya harus diperketat. Pasalnya, kasus korupsi, narkoba dan terorisme merupakan kategori kejahatan yang bersifat luar biasa (extraordinary crime).

BACA JUGA: