JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan dana talangan (bail out) Bank Century atas nama Budi Mulya telah berkekuatan hukum tetap. Majelis Hakim Kasasi menjatuhkan pidana kepada ‎kepada mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) itu dengan penjara 15 tahun dan denda Rp1 miliar.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung bertindak cepat. Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi Priharsa Nugraha mengatakan KPK akan mengambil langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk menindaklanjuti putusan ini. Salah satunya yaitu langsung mengeksekusi Budi Mulya. "Belum terima (putusan resmi) yang Budi Mulya. ‎(Tapi) Budi Mulya segera dieksekusi," kata Priharsa kepada wartawan, Selasa (14/4).

Menurut Priharsa, pihaknya juga akan menelisik dugaan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini. Termasuk nama-nama yang disebut hakim turut terlibat dalam pemberian dana talangan sebesar lebih dari Rp6,7 triliun. Sayangnya Priharsa tidak merinci siapa nama yang dimaksud termasuk mengenai keterlibatan mantan Wakil Presiden Boediono.

"Kami akan tindak lanjuti, kembangkan, termasuk keterlibatan orang-orang yang disebut dalam putusan Budi Mulya," tutur Priharsa.

Nama ‎Boediono memang santer diduga terlibat dalam kasus ini. Ketika itu ia masih menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia. Dalam persidangan Budi Mulya pada 9 Mei 2014, Jaksa KPK memperdengarkan lima rekaman rapat dewan gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) terkait pembahasan rencana pemberian FPJP. RDG yang dilakukan pada November 2005 itu banyak membicarakan aturan syarat pemberian FPJP yang diatur dalam Peraturan BI (PBI). Rekaman yang diputar adalah RDG tanggal 5, 13, 14, 16 dan 21 November 2008.

Dalam rapat itu Boediono meminta Peraturan BI (PBI) tentang pemberian FPJP diubah persyaratannya. "Saya pikir kalau 4% (Capital Adequacy Ratio/CAR) dalam keadaan ini terlalu berat untuk bank apapun nanti. Sekarang bisa diklopkan (disesuaikan) tidak syarat-syarat ini yang mungkin masuk akal. Ini satu-satunya kalau tidak ke Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) lebih ini lagi dampak sistemiknya," kata Boediono dalam RDG yang rekamannya diputar di Pengadilan Tipikor.

Boediono juga meminta supaya Direktorat Pengawasan Bank 1 kompak terkait keputusan pemberian FPJP ke Bank Century. "Mulai dari laporan pengawas dan itu sebagai titik tolak. Kemudian dari pada termasuk dokumen yang kita bahas dengan Menkeu (Menteri Keuangan), dampak-dampak masuk dalam dokumen yang lengkap malam-malam itu. Dari pengawas kita harus nyambung ini. Jangan terpotong-potong karena akhirnya kita ambil kesimpulan untuk ambil FPJP," ujarnya.

Boediono berdalih terpaksa mengubah PBI lantaran situasinya mendesak. "Situasinya gawat. Bila ada satu bank jatuh saat itu, dan yang paling mungkin jatuh waktu itu Century, maka akan terjadi rentetan penyerbuan nasabah pada bank-bank," jawab Boediono.

Menurutnya jika saat itu tidak segera mencari jalan keluar soal Bank Century, maka bisa-bisa menyeret Indonesia ke dalam pusaran krisis global. Apalagi saat itu Indonesia tidak lagi memberikan jaminan penuh (blanket guarantee) bagi para nasabah sehingga dapat menimbulkan kepanikan dan menarik dana mereka secara massal (rush). "Ini pengalaman dari 1997-1998. Dalam krisis terjadi situasi yang tegang, tidak ada blanket guarantee," ujar Boediono.

BACA JUGA: