JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung tengah bersiap mengeksekusi sejumlah aset milik terpidana kasus penipuan investasi bodong nasabah Bank Century Hartawan Aluwi di luar negeri. Langkah itu dilakukan setelah April lalu pemerintah berhasil memulangkan terpidana kasus penipuan ini dari pelariannya ke luar negeri sejak 2008. Aset-aset berupa saham dan uang itu antara lain berada di Hong Kong.

Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat selaku jaksa eksekutor mengaku telah berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM untuk mendata aset Hartawan di luar negeri. Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Hermanto menyampaikan, verifikasi dengan Kemkumham agar pelaksanaan eksekusi tidak mengalami kendala.

"Kita data harta dia di Hongkong, agar tidak terjadi double claim kan. Kalau sudah aman ya nanti kita lakukan apa yang menjadi kewajiban kita," kata Hermanto di Kejaksaan Agung, Rabu (8/6).

Hartawan diketahui buron sejak 2008 sampai akhirnya April lalu Presiden Komisaris PT Antaboga Delta Sekuritas ini dideportasi pemerintahan Singapura ke tanah air. Selama ini ia diduga bersembunyi di Singapura. Pada 6 Agustus 2015 lewat sidang in absentia Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonisnya hukuman 14 tahun penjara. Dia dinyatakan terbukti melanggar Pasal 378 KUHP tentang tindak pidana penipuan. Putusan tersebut terdaftar dengan Nomor 1836/Pid B/2015/ PN JKT PST. Hartawan juga didenda Rp10 miliar akibat perbuatannya atau subsider 6 bulan kurungan.

Hartawan merupakan komisaris dan pemegang saham PT Antaboga Delta Sekuritas Indonesia. Ia didakwa menilep uang nasabah Bank Century senilai Rp1,378 triliun. Uang itu masuk ke kantong tiga pemegang saham bank dan PT Antaboga Delta Sekuritas. Namun Hartawan diketahui paling banyak mengantongi dana nasabah sebesar Rp853 miliar. Sementara koleganya Robert Tantular disebutkan menikmati Rp276 miliar, Anton Tantular dan grupnya sebanyak Rp248 miliar.

Jaksa Agung Muda Pidana Umum Noor Rochmad sebelumnya menyatakan akan menyita aset-aset milik Hartawan di luar negeri. Aset tersebut diduga hasil pencucian uang tindak pidana penipuan yang dilakukan Hartawan dan rekan-rekannya.

Namun kuasa hukum Hartawan, Joko Sulaksono, menampik bahwa aset dan sejumlah rekening milik kliennya merupakan hasil kejahatan pencucian uang. Semua aset tersebut milik keluarga. Karenanya pihak keluarga mengajukan gugatan pembekuan rekening milik Hartawan sebelum sidang in absentia.

"Sudah ada putusan, putusannya status quo, jadi dibekukan dan tidak ada yang bisa mencairkan sampai ada putusan yang berkekuatan hukum tetap dari pengadilan," kata Joko.

AJUKAN PK - Namun Hartawan tak diam saja dengan rencana Kejaksaan yang akan melakukan penyitaan terhadap aset-aset milik. Ia melawan dengan pengajuan upaya hukum Peninjauan Kembali. Ia menuding putusan pengadilan tidak adil. Alasannya dalam putusan tersebut tak dijelaskan peran Hartawan dalam kasus penggelapan dana nasabah Bank Century saat itu.

Menurut Joko, kliennya tidak tahu menahu soal penggelapan dana nasabah oleh Robert Tantular. Namun Hartawan mengakui ada lintasan cek atau bilyet giro dari sekretaris Robert yang diberikan ke bagian keuangan Antaboga dan
sebaliknya diterima dari bagian keuangan Antaboga kemudian diserahkan ke Robert melalui sekretarisnya.

Tetapi pada waktu itu Hartawan tidak tahu apakah cek itu kemudian digelapkan oleh Robert karena urusan tersebut adalah urusan Robert. Hartawan tidak ikut-ikutan dalam keputusan untuk menggunakan dana tersebut. Saat itu, jelas Joko, Hartawan berasumsi dana investasi milik Antaboga. Hartawan menerima saja cek tersebut.

"Tapi dari banyaknya lalu lintas cek dan bilyet giro itu sama sekali tidak ada yang dipergunakan oleh Hartawan atau ditransfer ke rekening Hartawan seperti yang dituduhkan," kata Joko.

Joko menambahkan dalam putusan pengadilan in absentia pun tidak ada dalil yang membuktikan bahwa Hartawan menggunakan dana tersebut. Tudingan Joko memiliki Mal Serpong, tanah di Klender dan ribuan saham di luar negeri tidak benar.

Menurut Joko, aset-aset itu bukan milik Hartawan tetapi milik Robert Tantular melalui PT Sinar Central Rezeki. Aset yang dimiliki Hartawan hanya yang ada di Hong Kong yang sedang proses banding dan dibekukan oleh otoritas Hong Kong. "Untuk itu Hartawan perlu melakukan upaya hukum, untuk membuktikan bahwa aset itu bukan hasil kejahatan tapi berasal dari tabungan pribadi dan pemberian orang tua," jelas Joko.

Menanggapi PK Hartawan tersebut, Jaksa Agung HM Prasetyo mempersilakan. Menurutnya, PK upaya hukum luar biasa yang menjadi hak terpidana untuk perkara yang sudah diputus dan memiliki kekuatan hukum tetap. Sekarang kembali ke pengadilan untuk menerima atau tidak.

BACA JUGA: