JAKARTA, GRESNEWS.COM - Direktur Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia Marius Widjajarta mengatakan PT Kalbe Farma telah melanggar Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB). Marius menuding kesalahan Kalbe memberikan label dan produk pada obat jenis Buvanest di Rumah Sakit Siloam, Karawaci merupakan tindakan berbahaya karena mengancam pasien atau masyarakat.

"Kita meminta BPOM cabut izin produksi obat buvanest PT Kalbe Farma karena membahayakan nyawa pasien," ujar Marius dalam diskusi singkat di Warung Daun, Jum´at (13/3).

Rumah Sakit Siloam menemukan adanya kesalahan pada obat anestesi jenis buvanest produksi PT Kalbe Farma tersebut pada tanggal 11 Februari 2015 lalu. Menurut keterangan Marius, saat ini aduan dan laporan penemuan obat jenis buvanest tersebut telah diselidiki pihak berwajib yaitu BPOM dan Kemenkes.

Terkait hal ini, Komisi IX DPR RI juga sudah meminta diadakan investigasi menyeluruh terkait lolosnya obat anestesi tersebut dari uji Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Jika memang terdapat kesalahan, maka harus ada sanksi hukum pidana yang diberikan.

"Meski peredaran obat ini sudah ditarik, tapi kasus ini telah menelan korban jiwa," kata Anggota Komisi IX DPR RI, Rieke Diah Pitaloka sebelum sidang paripurna DPR RI, Senayan, Rabu (18/2) lalu.

Menurutnya perlu ada gebrakan pengawasan mekanisme di RS terkait peredaran obat. Jika nanti  dalam investigasi terbukti peredaran obat tersebut berbahaya, maka harus distop secara menyeluruh. "Jika belum diinvestigasi, maka juga perlu dilakukan moratorium peredaran obat sampai hasil investigasinya keluar," katanya.

Kasus ini dinilai melanggar UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999. Dimana, ancaman hukuman pidana kurungannya  maksimal 5 tahun dan pidana denda maksimal Rp2 miliar. Menurutnya, sanksi pidana harus tetap berjalan.

"Surat penarikan obat bukan berarti menganulir persoalan yang telah terjadi dan mengakibaatkan hilangnya nyawa," katanya.

BPOM pun menginvestigasi kasus penggunaan obat anestesi produksi PT Kalbe Farma, Buvanest Spinal, di RS Siloam Lippo Village, Tangerang, yang mengakibatkan dua pasien meninggal. Selain terhadap rumah sakit, pemeriksaan juga melakukan investigasi terhadap pabrik dan distributor obat.

"Sementara ini diduga obat anestesi yang dipakai tertukar isinya," kata Deputi I Bidang Pengawasan Produk Terapeutik dan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif BPOM Tengku Bahdar Johan Hamid.

Menurutnya, Buvanest Spinal 0,5 persen seharusnya berisi Bupivacaine 5 mg/ml. Obat itu merupakan obat anestesi atau bius yang diberikan melalui injeksi di tulang belakang. Hasil pemeriksaan sementara BPOM terhadap sampel Buvanest yang diambil dari RS Siloam Lippo Village, ada sebagian sampel Buvanest yang berisi asam traneksamat (tranexamic acid) golongan anti fibrinolitik yang bekerja mengurangi pendarahan.

Secara terpisah, Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Akmal Taher menyampaikan, hasil pemeriksaan sementara menunjukkan, kasus ini merupakan kesalahan pelabelan (etiket) obat. Obat berlabel Buvanest tidak berisi Bupivacaine. Akibatnya, pasien yang diinjeksi Buvanest mengalami gejala alergi berat sehingga harus dibawa ke unit perawatan intensif (ICU).

Sejauh ini, lanjut Akmal, kesalahan label Buvanest hanya terjadi di RS Siloam Lippo Village, Tangerang. ”Semoga dalam satu-dua hari ini hasil investigasi sudah ada,” ujarnya.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sendiri sudah membekukan izin edar Buvanest Spinal produksi Kalbe Farma terkait kasus dugaan salah label yang mengakibatkan 2 orang pasien meninggal dunia. Per 2 Maret 2015, BPOM pun mencabut izin edar buvanest spinal secara permanen.

"Ya memang sudah dicabut izinnya secara permanen. Artinya, produk yang kita tarik sekarang kita musnahkan. Kalau kemarin kan belum, masih disimpan dulu itu produk yang ditarik," kata Tengku Bahdar Johan

Buvanest sudah ditarik dari peredaran, surat peringatan keselamatan kepada Perhimpunan Dokter Anestesi Indonesia, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, dan Ikatan Dokter Indonesia pun telah dilayangkan guna melarang penggunaan Buvanest sementara waktu.

Di tempat terpisah, Kepala Humas Kalbe Farma Herda JT Pradsmadji mengatakan, penarikan obat jenis ini dilakukan sejak 12 Februari di seluruh wilayah Indonesia. Namun, karena keterbatasan mobilitas distributor dalam menjangkau lokasi-lokasi terpencil, penarikan belum mencapai 100 persen.

BACA JUGA: