JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung akhirnya menjebloskan mantan Bupati Indramayu Irianto MS Syafiduddin alias Yance ke tahanan. Yance yang juga Wakil Ketua DPRD Jawa Barat ini dijemput paksa oleh tim penyidik di rumahnya di Indramayu, Jawa Barat. Yance tiba di Kejaksaan Agung pada pukul 10.00 WIB mengenakan jaket warna kuning.

Yance selanjutnya menjalani pemeriksaan intensif oleh penyidik. Satu jam setelah itu istrinya Anna Shophana yang juga Bupati Indramayu datang ke Gedung Bundar bersama kuasa hukumnya. Setelah dilakukan pemeriksaan selama tiga jam, Yance keluar Gedung Bundar pukul 13.30. Yance langsung dibawa ke Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung untuk dilakukan penahanan.

Yance hanya diam saat dicecar terkait kasus yang membelitnya. "Ah kamu ini," kata Yance sebelum masuk ke Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung, Jumat (5/12).

Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat ini ditahan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Print-33/F.2/Fd.1/12/2014. Menurut Direktur Penyidikan Suyadi, penahanan Yance untuk kepentingan penyidikan perkara pidana korupsi dalam pembebasan tanah pembangunan proyek PLTU 1 Indramayu tahun anggaran 2006 di desa Sumur Adem.

"Penahanan dilakukan karena dikhawatirkan tersangka melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti. Karena itu kami anggap perlu melakukan penahanan terhadap tersangka Yance," kata Suyadi di Kejagung.

Sementara itu, Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan, penahanan paksa Wakil Ketua DPRD Jawa Barat asal Fraksi Golkar itu tidak terkait dengan politik. Itu merupakan murni penegakan hukum karena kasusnya sudah lama ditangani Kejaksaan Agung.

"Nggak ada urusan dengan itu, penegakan hukum kan independen. Kasus itu sudah ditangani lama, 4 tahun yang lalu," tandas Prasetyo.

Diakui Prasetyo banyak hambatan dan kendala untuk menuntaskan kasus ini. Namun setelah didalami akhirnya penyidik bisa melimpahkan kasus ini ke pengadilan. "Sekarang ini kita ingin memfinalkan. Kita akan segera tuntaskan, agar masyarakat tidak bertanya-tanya tentang bagaimana dan apa dengan kasus itu. Jadi nggak ada tekanan-tekanan itu," tegasnya.

Sebelumnya, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan menyesalkan tak tegasnya penegak hukum terhadap Yance. Apalagi Kejaksaan membiarkan Yance dilantik sebagai anggota DPRD Jawa Barat. Karena itu ICW mendesak untuk segera memproses hukum Yance meskipun telah menjadi anggota parlemen.

"Kejaksaan segera melakukan proses hukum, jebloskan segera ke penjara para tersangka korupsi yang telah memiliki putusan hukum tetap," kata Ade.

Sedikitnya terdapat 48 anggota DPR dan DPRD yang tersangkut korupsi. Tentu jika dibiarkan tanpa ada penegakan hukum akan berdampak negatif. Pertama citra perlemen makin tercoreng.

Selain itu, membiarkan mereka masuk parlemen akan mempersulit mewujudkan parlemen yang benar-benar memperjuangkan kepentingan rakyat dan berkomitmen pemberantasan korupsi. "Ini tidak saja memperburuk citra parlemen namun juga menimbulkan kekhawatiran parlemen jadi tempat penampungan para koruptor," tandas Ade.

Kasus Yance sendiri hampir lima tahun mengendap di Kejaksaan Agung. Padahal tersangka lain telah mendapat vonis dari pengadilan. Yance tersangka tindak pidana korupsi pembebasan lahan seluas 82 hektare (ha) untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) I di Desa Sumuradem, Kabupaten Indramayu. Yance tersangka sejak 2010 silam.

Ada empat terdakwa dalam kasus ini yakni Agung Rijoto selaku pemilik SHGU No 1 Tahun 1990 yang bertindak selaku kuasa PT Wihata Karya Agung, Daddy Haryadi selaku mantan Sekretaris P2TUN Kabupaten Indramayu, dan Mohammad Ichwan selaku mantan Wakil Ketua P2TUN Kabupaten Indramayu dan juga mantan Kepala Dinas Pertanahan Kabupaten Indramayu dan Yance.

Terhadap Agung Rijoto Kejaksaan Agung telah menahannya. Rijoto ditahan setelah ditangkap oleh Kejakgung bersama tim dari Kejaksaan Negeri Indramayu. Rijoto ditangkap di kawasan Tanjung Duren Utara Jakarta Barat, Rabu (26/2) silam.

Dalam kasus ini, baik Rijoto dan Yance diduga telah menyelewengkan dana pembebasan lahan untuk pembangunan PLTU I Indramayu yang terjadi pada tahun 2004 lalu. Panitia pengadaan tanah Indramayu hendak membebaskan lahan seluas 82 ha yang dijadikan PLTU di Desa Sumur Adem, Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu.

Dalam praktiknya, harga jual tanah itu digelembungkan. Harga tanah seluas 82 ha yang semestinya Rp22 ribu per meter persegi tersebut di-mark-up hingga menjadi Rp42 ribu per meter persegi. Akibatnya negara diperkirakan mengalami kerugian sebesar Rp42 miliar.‬

BACA JUGA: