JAKARTA, GRESNEWS.COM - Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, menjatuhkan hukuman kepada mantan Wakil Rektor Universitas Indonesia Tafsir Nurchamid berupa pidana penjara 2,5 tahun dan denda Rp200 juta subsidair 2 bulan kurungan. Tafsir dinilai terbukti bersalah menyalahgunakan wewenang dalam proyek pengadaan infrastruktur IT di perpustakaan Universitas Indonesia.

Tafsir, dinyatakan melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009, Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHAP sesuai dengan dakwaan kedua yang dinyatakan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Mengadili, menyatakan terdakwa Tafsir Nurchamid terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dimaksud dalam dakwaan kedua," kata Hakim Ketua Sinung Hermawan saat membacakan amar putusan, Rabu (3/12).

Dalam memberikan vonis, Majelis Hakim juga mempunyai pertimbangan yang memberatkan dan meringankan. Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam rangka pemberantasan korupsi dan menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

"Pertimbangan meringankan, terdakwa berlaku sopan di persidangan, belum pernah dijatuhi pidana sebelumnya, menyesali perbuatannya dan masih mempunyai tanggungan keluarga," ujar Hakim Sinung.

Hakim anggota Aviantara mengatakan akibat perbuatannya, negara dirugikan Rp8,42 miliar. Jumlah ini jauh lebih kecil dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan kerugian dari proyek pembangunan pada tahun anggaran 2010 tersebut mencapai sebesar Rp13,07 miliar.

Hakim Aviantara mengatakan, beberapa sistem di instalasi teknologi di Perpustakaan UI yang sebelumnya dalam temuan BPK tidak berfungsi, atau tidak digunakan dengan baik ternyata dari keterangan para saksi sistem tersebut bisa digunakan. Untuk itu total kerugian negara dikurangkan dari jumlah sistem yang dapat berfungsi.

"Sistem sudah berjalan baik, maka Majelis berpendapat penghitungan kerugian negara tidak tepat, karena barang ada dan dapat berfungsi," cetus Hakim Aviantara.

Beberapa item barang yang dapat berfungsi itu antara lain, pembelian alat-alat sekitar Rp200 juta, server pos data center sekitar Rp58 juta, storage server sekitar Rp170 juta, PS Central Rp6,4 juta, sistem pos Rp40,6 juta, desktop Rp9 juta. Selain itu, juga ada pembelian smart card 1000 unit Rp34 juta, back drop Rp331,93 juta.

Tak hanya itu, ada juga pembelian RFID sebanyak 5000 unit, senilai Rp214,5 juta, counter station Rp223,4 juta, modul Rp276 juta, smart dispenser Rp1,21 miliar, sehingga totalnya sekitar Rp4,044 miliar. Juga alat-alat yang dibeli dari PT Netsindo selaku sub contractro PT Makara Mas senilai Rp606,65 juta juga ternyata ada dan bukan fiktif. Sehingga, total kerugian negara dikurangkan Rp4,65 miliar.

"Alat-alat sudah diadakan penyedia barang, dan pada saat ini sudah berfungsi. Harga pembelian dikurangkan kerugian negara Rp13,07 miliar sehingga besar kerugian keuangan negara Rp8,42 miliar. Untuk itu, unsur kerugian negara terpenuhi," imbuhnya.

Terdakwa, selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek pengadaan senilai Rp21 miliar tersebut, kata Hakim Aviantara, seharusnya melakukan pengawasan fisik maupun fungsional. Namun sebaliknya, Tafsir dianggap menggunakan kewenangannya untuk untuk maksud lain.

Sebagai KPA, Tafsir seharusnya dapat berlaku adil dan tidak diskriminatif dalam proses lelang dan tidak dengan penunjukkan langsung. Namun, hal ini malah disalahgunakan dengan mengarahkan atau menguntungkan diri sendiri, pihak lain, maupun korporasi  dalam pengadaan infrastruktur IT di Gedung E UI.

Usai mendengar vonis, Ketua Majelis Hakim Sinung Hermawan memberikan kesempatan kepada Tafsir untuk memberikan tanggapan. Hakim Sinung, memberikan pilihan apakah menerima putusan ini, mengajukan banding, ataupun ingin memikirkan terlebih dahulu dalam tenggat waktu tuju hari.

"Yang mulia Majelis Hakim kami sangat terima kasih atas putusan ini. Namun demikian untuk memberikan putusan secara definitif, barangkali mohon pikir-pikir dalam waktu tujuh hari," kata Tafsir.

Tetapi dalam tanggapannya, ada dua hal yang dimohonkan kepada Majelis Hakim. Pertama, ia ingin salah satu rekeningnya yang diblokir Jaksa KPK untuk kembali dibuka, karena dalam putusan, rekening tersebut tidak terbukti terlibat dalam kasus ini. Kemudian, permintaan kedua, ia meminta bisa diizinkan untuk turut hadir dalam pengambilan sumpah kedokteran yang akan dijalankan anaknya.

"Tidak ada masuk dalam barang bukti nanti berhubungan dengan KPK. Kalau waktu pikir-pikir sudara masih tujuh hari ke depan, jadi mulai hari besok. Sekarang tanggal 3 Desember, tujuh hari paling enggak tanggal 10 Desember itu waktu saudara menyatakan akan mengajukan upaya hukum sehingga di atas tanggal itu bukan lagi kewenangan Majelis tetapi Pengadilan Tinggi," ucap Hakim Ketua Sinung.

Sementara itu, Jaksa KPK yang juga ditanya mengenai hal ini, mengaku mengerti dan akan menindaklanjuti perihal pemblokiran rekening. Sedangkan mengenai tanggapan keputusan ini, mereka juga mengatakan akan pikir-pikir.

BACA JUGA: