JAKARTA,GRESNEWS.COM - Mantan Bupati Indramayu Iriyanto MS Syaifuddin alias Yance yang tersangkut tindak pidana korupsi pembebasan lahan seluas 82 hektare (ha) untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) I di Desa Sumuradem, Kabupaten Indramayu, kembali tidak hadir panggilan kedua penyidik Kejaksaan Agung.  Kejagung akan kembali melayangkan surat panggilan ketiga disertain pemaksaan.

Direktur Penyidikan Pidana Khusus Suyadi mengatakan tersangka Yance mengirim pengacaranya untuk menyampaikan kabar ketidakhadirannya. "Tadi ada kuasa hukumnya kasih informasi tidak bisa hadir," kata Suyadi di Kejagung, Jumat (5/9).

Yance sendiri telah dijadikan tersangka sejak 13 September 2010 lalu. Belum ditahannya Yance memunculkan dugaan Kejaksaan Agung tebang pilih dalam mengusut kasus ini. Namun Suyadi menyatakan penyidik serius tangani kasus ini. Bahkan penyidik akan melakukan panggilan paksa. "Ini panggilan kedua, mangkir nanti kita panggil lagi (paksa)," tandas Suyadi.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Boyamin Saiman mendesak Kejagung mengambil langkah tegas terhadap Yance. Karena panggilan kedua tidak hadir, maka Kejaksaan harus memanggil paksa Yance. "Ya harusnya telah ditahan," kata Boyamin saat dihubungi.

Lambannya penuntasan kasus ini memang mengundang tanya. Bahkan Boyamin menduga lambannya kasus tersebut ada yang main. Boyamin mempertanyakan kenapa Yance yang sudah jadi tersangka sejak tahun 2010 silam, sampai saat ini belum juga ditahan. Bahkan pemeriksaan pun belum dilakukan karena Yance--yang merupakan suami bupati Indramayu sekarang Anna Sophanah, selalu mangkir dari pemeriksaan, dan Kejaksaan Agung terkesan mendiamkan.

Selain Yance, ada empat tersangka dalam kasus ini yakni Agung Rijoto selaku pemilik SHGU No 1 Tahun 1990 yang bertindak selaku kuasa PT Wihata Karya Agung, dan Daddy Haryadi selaku mantan Sekretaris P2TUN Kabupaten Indramayu. Kemudian ada Mohammad Ichwan selaku mantan Wakil Ketua P2TUN Kabupaten Indramayu, serta satu orang lagi adalah mantan Kepala Dinas Pertanahan Kabupaten Indramayu.

Dalam kasus ini diduga telah terjadi penyelewengan dana dalam pembebasan lahan untuk pembangunan PLTU I Indramayu yang terjadi pada tahun 2004 lalu. Panitia pengadaan tanah Indramayu hendak membebaskan lahan seluas 82 ha yang dijadikan PLTU di Desa Sumur Adem, Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu.

Dalam praktiknya, harga jual tanah itu digelembungkan. Harga tanah seluas 82 ha yang semestinya Rp22 ribu per meter persegi tersebut di-mark-up hingga menjadi Rp42 ribu per meter persegi. Akibatnya negara diperkirakan mengalami kerugian sebesar Rp42 miliar.

BACA JUGA: