JAKARTA, GRESNEWS.COM - Direktur PT Mapna Indonesia Mohammad Bahalwan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan tergugat Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Gugatan tersebut terkait perhitungan kerugian keuangan negara yang telah dilakukan BPKP dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pekerjaan pengadaan barang/jasa life time extension (LTE ) gas turbine (GT) 2.1 dan 2.2 PLTGU Belawan.

Laporan yang dikeluarkan BPKP dinilai cacat hukum karena  BPKP secara yuridis tidak memiliki wewenang untuk melakukan perhitungan kerugian keuangan negara. Lagi pula Bahalwan menganggap laporan tersebut tidak sesuai dengan prosedur yang benar.

Salah satu Kuasa Hukum Mohammad Bahalwan Ari Juliano Gema atau akrab disapa Ajo mengatakan dalam gugatan yang diajukan ke PTUN Jakarta tersebut, kliennya menggugat Deputi Kepala BPKP bidang Investigasi (Tergugat I) dan Tim Audit BPKP (Tergugat II). Mereka yang menerbitkan Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (LHPKKN) terkait kasus dugaan korupsi pada pekerjaan LTE GT 2.1 dan 2.2 PLTGU Belawan.

Adapun objek gugatan adalah Surat Nomor: SR-199/D6/02/2014 perihal Laporan Hasil Audit dalam Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi pada Pekerjaan Pengadaan barang/Jasa LTE GT 2.1 dan 2.2 PLTGU Belawan Tahun 2012 beserta lampirannya.

BPKP, jelas Ajo, atas permintaan Kejaksaan Agung mengeluarkan LHPKKN terkait proyek LTE GT 2.1 dan 2.2 PLTGU Belawan yang dikerjakan Mapna Co. Berdasarkan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara  (UU PTUN), Laporan BPKP tersebut sudah memenuhi unsur sebagai Keputusan TUN sehingga Pengadilan TUN berwenang penuh untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa ini. "Kami meminta gugatan ini diputus cepat," ujar Ajo saat konferensi pers di Jakarta, Jumat (6/6).

Ajo mengatakan jika laporan BPKP tersebut dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku  karena dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang tidak berwenang. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 butir 2 huruf a UU PTUN. Karena badan yang berwenang menetapkan jumlah kerugian negara akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh badan hukum maupun perorangan hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sesuai Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK.

Dasar gugatan selanjutnya adalah fakta bahwa penerbitan LHPKKN oleh BPKP tidak sesuai dengan prosedur dan standar audit investigasi yang benar. Sesuai prosedur, sebelum menerbitkan hasil audit, BPKP selaku auditor harus meminta tanggapan atas kesimpulan hasil auditnya kepada pihak-pihak yang relevan, antara lain PT PLN sebagai pemberi pekerjaan dan Mapna Co selaku kontraktor yang mengerjakan LTE GT 2.1 dan 2.2.

"Faktanya, BPKP tidak pernah menghubungi PLN, Mapna Co, atau Mapna Indonesia,  apalagi meminta tanggapan atas hasil auditnya," ungkap Ajo.

Di samping itu, laporan penghitungan kerugian negara BPKP tersebut juga bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik, yaitu asas kepastian hukum dan asas profesionalitas serta asas kecermatan. "BPKP seharusnya memahami batas-batas wewenangnya terkait dengan permintaan Kejaksaan Agung untuk menghitung kerugian negara akibat perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan oleh klien kami," tutur Ajo.

Ia menegaskan, laporan kerugian keuangan negara yang dikeluarkan BPKP telah merugikan kliennya Mohammad Bahalwan, yang dijadikan terdakwa bersama sejumlah pejabat PLN dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pekerjaan pengadaan barang/jasa LTE GT 2.2 dan 2.2 PLTGU Belawan.  Sebab, dalam laporan tersebut disimpulkan telah terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan perjanjian dan telah menimbulkan kerugian keuangan negara c.q PT PLN sebesar Rp 337 miliar dan pendapatan PT PLN yang tidak terealisasi sebesar Rp 2 triliun.

Karena itu, kuasa hukum meminta Pengadilan TUN Jakarta untuk memeriksa gugatan PTUN dengan Acara Cepat dan memerintahkan tergugat (BPKP) untuk melakukan penangguhan surat LHPKKN dan mencabut surat tersebut.

Kepala BPKP Mardiasmo mengelak menanggapi gugatan Bahalwan tersebut. Saat Gresnews.com meminta tanggapan Mardiasmo buru-buru menutup telponnya. "Maaf-maaf ya, nanti saya ada rapat dulu," kata Mardiasmo, Jumat (6/6).

Sementara itu, menanggapi rencana Bahalwan tersebut Kejaksaan Agung mengaku tak gentar. Kejaksaan Agung tetap meyakini bahwa proses penetapan tersangka sesuai prosedur. "Tidak masalah, akan kami hadapi," kata Basrief di Kejagung.

M Bahalwan sendiri saat ini tengah menjalani sidang pidananya di Pengadilan Tipikor Medan. Seperti disampaikan kuasa hukumnya, Bahalwan berharap Pengadilan TUN akan memenangkan gugatannya.

BACA JUGA: