JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung mengaku kesulitan untuk memeriksa buronan pembobol Bank Bapindo Eddy Tansil yang telah diketahui keberadaannya di negeri China. "Ya, namanya orang di luar negeri. Kalau di dalam negeri gampang saja, di samping ada sistem hukum yang berbeda, orangnya sendiri kan tidak dalam pengawasan kita karena di luar negeri," kata Wakil Jaksa Agung Andhi Nirwanto di Kejagung, Jakarta, Jumat.

Menurut Andhi, salah satu kendala yang menyulitkan pihaknya untuk dapat memeriksa Eddy karena Indonesia belum memiliki perjanjian ekstradisi dengan China. Namun dirinya mengaku akan terus bekerja untuk sesegera mungkin mengekstradisi Eddy Tansil. Namun dia mengaku tidak akan mengumbar janji yang muluk-muluk untuk memproses hukum Eddy Tansil. "Lebih baik kita bekerja daripada memberikan berita-berita yang muluk-muluk," katanya.

Andhi mengatakan pihak Kejagung bersama dengan Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Luar Negeri hingga saat ini masih berupaya untuk melakukan pemeriksaan terhadap Eddy Tansil. "Karena ada hukum yang berbeda sehingga memeriksaanya menjadi tidak mudah," katanya.

Eddy Tansil melarikan diri dari LP Cipinang, Jakarta Timur, pada 4 Mei 1996. Saat itu, Eddy tengah menjalani hukuman 20 tahun penjara karena terbukti menggelapkan uang sebesar 565 juta dolar AS yang didapatnya melalui kredit Bank Bapindo lewat grup perusahaannya, PT Golden Key Group.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menghukum Eddy Tansil 20 tahun penjara, dengan denda Rp30 juta, membayar uang pengganti Rp500 miliar, dan membayar kerugian negara Rp1,3 triliun. Setelah sekian tahun menghilang, keberadaannya terlacak di China.

Banyak pihak yang mendesak Pemerintah Indonesia mengambil langkah cepat setelah terlacaknya Eddy Tansil di China. Hifdzil Alim dari Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM mendorong agar ada langkah terobosan untuk memulangkannya. Salah satunya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus turun langsung. "Sebab jika tidak cepat, ditakutkan akan melarikan diri lagi," kata Hifdzil kepada Gresnews.com.

Sementara itu peneliti dari Indonesia Corruption Wacth (ICW) Tama S Langkun menyatakan untuk mengekstradisi buronan dari luar negeri banyak kendala. Salah satunya soal birokrasi yang panjang. Sebab untuk mengejar satu buron saja harus melewati enam tahap.

Namun semua hambatan itu akan bisa diatasi jika ada komitmen kuat dari penegak hukum, khususnya dari Kejaksaan Agung. Eksekusinya, kata Tama, bagaimana Kejagung mencari terobosan untuk mempercepat ekstradisi. Hingga saat ini, Indonesia dan China belum memiliki perjanjian ekstradisi. Namun menurutnya pemerintah masih bisa mengembangkan kerjasama resiprokal.

BACA JUGA: