JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus ini berkebalikan dengan kasus dokter Ayu Prawani dkk. Kali ini, pasien kalah, dokter/rumah sakit yang menang. Sama-sama putusan di tingkat kasasi dan bernuansa malapraktik, namun perkara nomor 1692 K/Pdt/2012 antara penggugat Yovan Chandra dan Perkumpulan Adi Husada Rumah Sakit, Surabaya, itu bukan di ranah pidana seperti kasus dokter Ayu melainkan perdata.

Berdasarkan salinan berkas putusan, perkara itu diputus pada Senin, 20 Mei 2013 oleh Prof. Dr. Valerine J.L. Kriekhoff, SH.MA., sebagai ketua majelis bersama Prof. Dr. Takdir Rahmadi, SH.LLM., dan Dr. H. Muhtar Zamzami, SH.MH., sebagai hakim anggota. Putusannya: menolak permohonan kasasi Yovan, sang pasien.

Bagaimana awal berjalannya perkara itu?

Sebelum masuk sebagai pasien rawat inap pada 16 November 2004, Yovan meminta kepada pihak Adi Husada yakni antara lain, Tembusan surat perjanjian yang pernah ditandatangani oleh DR.Dr.Djoko Roeshadi yang melakukan operasi patah tulang terhadap Yovan; tanda terima penyerahan KTP atas nama Yovan yang diminta oleh Adi Husada; kuitansi pembayaran uang deposit sebesar Rp10 juta.

Atas permintaan itu, pihak Adi Husada mengatakan semua akan diantarkan ke kamar Yovan.

Dua hari kemudian, Yovan meminta lagi kepada pihak Adi Husada: Nota pembayaran uang sebesar Rp30,6 juta berikut perinciannya; tanda terima dua lembar formulir kosong yang telah ditandatangani oleh Yovan atas permintaan pihak rumah sakit.

Lalu, datang pemberitahuan lisan dari rumah sakit, yang menyebutkan bahwa Prof.DR.Dr. Djoko R, berhalangan dan diganti Dokter Heri Suroto, dengan tanpa memberi alasan yang jelas. Yovan menolak operasi dilakukan oleh Dokter Heri Suroto, kecuali lebih dahulu diberi alasan secara tertulis dari Profesor tersebut. Yovan pun meminta dikembalikan saja uang sebesar Rp40,6 juta yang pernah dibayarkan dan semua surat-surat lainnya, namun hal tersebut ditolak oleh rumah sakit dengan alasan uang yang telah dibayarkan tidak dapat diminta kembali.

"Bahwa karena bahu kiri dan pinggul Penggugat yang sudah membengkak linu, cekot-cekot dan tidak berdaya waktu itu, terpaksa pasrah dibuatnya dengan minta agar Dokter Heri Suroto mau hadir memberi penjelasan lengkap kepada Penggugat, namun hal tersebut tidak dijawab oleh Tergugat; Bahwa tanpa ada persetujuan tertulis yang dibuat oleh Penggugat, Penggugat serta merta disuntik dengan alasan memasukkan vitamin; Bahwa menurut pengakuan dari pembantu Penggugat yang membesuknya, bahwa ia melihat setelah disuntik, dibawa ke kamar operasi kemudian tanpa basa-basi staf Tergugat datang menyodorkan formulir kosong kepada pembantu Penggugat dan minta tanda tangan dengan ancaman bila tidak segera ditandatangani, operasi dibatalkan dan uang tidak bisa diminta kembali, serta merta dengan rasa takut terpaksa formulir tersebut ditandatangani oleh pembantu Penggugat," demikian tertulis dalam berkas.

Menurut Yovan, perbuatan Adi Husada itu merupakan perbuatan melawan hukum.

Setelah operasi tanggal 20 Nopember 2004, Yovan mengalami gangguan pada sekitar jahitan operasi di pinggul kiri mengeluarkan cairan nanah dan cekot-cekot dan linu yang tidak berkesudahan dan telah dilaporkan kepada Adi Husada untuk mengatasi karena Dokter Heri Suroto tidak kunjung datang mengontrol.

"Bahwa selama 14 (empat belas) hari berturut-turut setiap hari dilaporkan kepada Tergugat, namun Tergugat tidak bersedia mengatasi gangguan penyakit tersebut, jelas-jelas merupakan perbuatan tidak bermoral dan tidak manusiawi," demikian tercantum dalam berkas.

Kemudian pada 3 Desember 2004, pihak rumah sakit datang bukannya mengatasi penyakit yang diderita oleh Yovan melainkan menagih uang lagi sebesar Rp10 juta. Yovan tak mau bayar dan membuat surat pernyataan. Pihak Adi Husada pun mengusir Yovan dari rumah sakit.

Merasa dirugikan oleh rumah sakit itu, Yovan menggugat ke Pengadilan Negeri Surabaya. Dia minta ganti rugi materiil Rp500 juta, ganti rugi moril Rp500 juta.

Dalam eksepsinya, pihak Adi Husada berargumen gugatan Yovan nebis in idem karena merupakan pengulangan dari apa yang sudah pernah diajukan dan diputus oleh Pengadilan Negeri Surabaya dan hal ini merupakan gugatan ketiga yang diajukan oleh Yovan. Selain itu, gugatan Yovan juga dinilai salah nama dan karenanya kabur. Nama yang benar adalah Perkumpulan Adi Husada bukan Perkumpulan Adi Husada Rumah Sakit.

Pada 15 Desember 2010, PN Surabaya memutus gugatan Yovan tidak dapat diterima. Pengadilan Tinggi Surabaya menguatkan putusan tersebut pada 27 Juli 2011. Yovan naik ke kasasi dan ditolak oleh MA.

Alasannya, "Bahwa alasan-alasan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan, Judex Facti tidak salah menerapkan hukum, karena gugatan dalam perkara a quo Nebis In Idem sebab perkara a quo ada hubungannya dengan perkara No.486/Pdt.G/2009/ PN.Sby., dimana perkara tersebut masih dalam proses banding di Pengadilan Tinggi Surabaya dan belum ada putusannya, sehingga untuk menghindari adanya disparitas putusan Judex Facti sudah benar dalam putusannya."

(GN-01)

 

 

 

BACA JUGA: