GRESNEWS.COM - Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andhi Nirwanto akan melanjutkan proses hukum Bachtiar Abdul Fatah, tersangka korupsi proyek bioremediasi PT Chevron Pasific Indonesia (CPI). Ada perkembangan baru yang membuat JAM Pidsus yakin dapat menggiring Bachtiar ke tahap penuntutan.

Sebelumnya, kasus mbalelonya Bachtiar Abdul Fatah sempat membuat proses hukum sang koruptor maju-mundur. Itu karena di sidang praperadilan November tahun lalu, hakim Suko Harsono menyatakan bahwa penahanan dan penetapan tersangka Bachtiar tidak sah karena tidak berdasarkan hukum.

Tim pengacara Bachtiar bahkan sempat mengancam, kalau Kejaksaan tetap nekat ingin membawa kliennya ke tahap penuntutan, mereka akan mem-PT TUN-kan Kejaksaan. Karena, kata tim pengacara, berdasarkan penetapan sidang praperadilan, penetapan Bachtiar sebagai tersangka dianggap tidak sah.

Kejaksaan sempat mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun permohonan itu ditolak. Pengadilan Negeri berpendapat, penetapan praperadilan tidak dapat dimohonkan banding.

Hakim Melampaui Kewenangan

Namun Kejaksaan tidak patah arang. Direktur Penyidikan di kantor JAM Pidsus berkirim surat ke Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung, disertai dugaan adanya keganjilan dalam keputusan hakim Suko Harsono. Gayung bersambut, Mahkamah Agung menemukan adanya keputusan yang melampaui batas kewenangan di sidang praperadilan Bachtiar. Hakim Suko Harsono pun mendapat sanksi dari Mahkamah Agung, dengan tuduhan pelanggaran kode etik.

Perkembangan baru itulah yang membuat JAM Pidsus yakin kali ini bisa membawa Bachtiar ke tahap penuntutan, karena putusan hakim Suko Harsono bisa dianggap catat hukum. "Kita tidak akan berhenti di sini (proses tersangka Bachtiar). Karena Bidang Pengawasan MA sudah memberi sanksi terhadap hakim yang bersangkutan," kata Andhi di Kejagung, Jakarta, Jumat (5/3).

Jawaban MA kepada Kejagung pada 21 Maret 2013, Nomor Surat 2016 menjelaskan, MA telah melakukan penelitian, pengkajian, dan pemeriksaan terhadap hakim Suko Harsono. Intinya, MA menemukan adanya pelanggaran etika maupun disiplin yang dilakukan oleh hakim saat memutus permohonan praperadilan Bachtiar. "Dalam surat itu disebutkan, bahwa terlapor (hakim Suko Harsono) telah dijatuhi sanksi," jelas Andhi.

Mestinya kini tidak ada kendala lagi bagi penyidik Kejagung untuk melanjutkan proses hukum terhadap Bachtiar. "Apalagi tersangka lain dalam perkara yang sama sudah dilimpahkan ke pengadilan," tutup Andhi.

Sementara itu, mantan juru bicara MA, Djoko Sarwoko menegaskan, keputusan hakim Suko yang menyatakan penetapan Bachtiar sebagai tersangka tidak sah, melampaui kewenangan praperadilan.

Pasal 77 KUHAP menyebutkan, Pengadilan Negeri lah yang berwenang memeriksa dan memutus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU: a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan. b. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Dugaan korupsi proyek bioremediasi PT CPI merugikan negara sekitar Rp 200 miliar, melibatkan tujuh tersangka: Endah Rubiyanti, Widodo, Kukuh, Bachtiar Abdul Fatah, Herland, dan Ricky Prematuri. Satu tersangka lagi, Alexiat
Tirtawidjaja belum ditahan karena masih berada di Amerika Serikat, menemani suaminya berobat.

Kasus korupsi ini terjadi antara 2003-2011 saat PT CPI mengerjakan bioremediasi melalui PT GPI dan PT SJ senilai AS$ 270 juta. Namun dalam perjalanannya, proyek pemulihan lahan bekas eksplorasi agar menjadi normal kembali itu diduga fiktif, sehingga negara dirugikan sekitar Rp 200 miliar. (DED/GN-02)

BACA JUGA: