JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kembali menggelar sidang dugaan bioremediasi PT. Chevron Pacific Indonesia (PT. CPI) dengan terdakwa direktur PT. Green Planet Indonesia (PT. GPI) Risky Prematury. Sidang yang seharusnya mendengarkan keterangan dari tiga orang saksi tidak berjalan dengan baik karena dua orang saksi dari BP Migas tidak hadir.

Sebelum saksi memberi keterangan terdakwa Risky menyatakan sakit akibat operasi di bahu. Namun, ia masih dapat mengikuti persidangan

Dalam keterangannya saksi Pepy Seviana Sastra Sujadna,k aryawan PT. GPI, menjabat Direktur Operasional, menyatakan berdasarkan akte pendirian No. 16 tertanggal 11 November 1999 dan akte No. 3 September 2001, PT. GPI bergerak dibidang pengolahan limbah industri dan minyak, mempunyai izin dari Kementrian Dirjen ESDM, dan memiliki sertifikat keterangan terdaftar dari Kadin untuk Sub Bidang Bioremediasi

"Kami memiliki kontrak dengan PT. Chevron Pacific Indonesia untuk melakukan proyek bioremediasi di area Sumatera Light North (SLN) setelah melakukan proses bioremediasi yang terdiri dari beberapa proses maka Chevron akan memantau, mengambil sampel dan memberi advice tentang hal yang harus ditingkatkan kepada perusahaan kami" ujar Pepy.

Dalam persidangan juga disebutkan salah satu hal yang disediakan oleh PT. Chevron adalah Standar Operasional Pekerjaan (SOP yang menjadi guide line bagi PT. GPU untuk melakukan pekerjaan bioremediasi

Kasus ini bermula Endah Rumbiyanti bersama beberapa pegawai PT.Chevron lainnya (Kukuh Kertasafari, Widodo, dan Bachtiar Abdul Fatah) dan Harland bin Ombo menganggarkan kegiatan yang terkait dengan lingkungan dari tahun 2003 sampai 2011 dengan biaya US$270 juta. Proyek bioremediasi dilakukan PT. Chevron itu dinilai fiktif oleh Kejaksaan Agung. Proyek bioremediasi itu dikerjakan oleh PT. Green Planet Indonesia bekerja sama dengan PT. Sumigita Jaya. Tetapi, saat diselidiki, kedua perusahaan itu tidak memenuhi persyaratan teknis dan sertifikasi dari pejabat berwenang soal pengolahan limbah. Akibat hal ini, kerugian awal negara ditaksir mencapai US$23,361 juta atau setara lebih dari Rp200 miliar. PT. Chevron diduga sengaja menyewa tenaga yang tidak berkompeten dalam bidang bioremediasi dengan menggelembungkan anggaran.


BACA JUGA: