JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kembali menggelar sidang dugaan bioremediasi PT. Chevron Pacific Indonesia (PT.CPI) dengan terdakwa Kukuh Kertasafari, Endah Rumbiyanti, dan Widodo, Kamis (31/1). Ketiganya adalah karyawan PT. Chevron Pacific Indonesia.

Sebelumnya untuk kasus yang sama kemarin pengadilan tindak pidana korupsi menggelar sidang bioremediasi dengan terdakwa direktur PT. Green Planet Indonesia, Risky Prematury yang menyatakan sakit akibat operasi di bahu namun masih dapat mengikuti persidangan

Dalam persidangan kemarin saksi Pepy Seviana Sastra Sujadna, karyawan PT GPI,menjabat Direktur Operasional, menyatakan bahwa berdasarkan akte pendirian No. 16 tertanggal 11 November  1999 dan akte No.3 September tahun 2001, PT. GPI bergerak dibidang pengolahan limbah industri dan minyak,mempunyai izin dari Kementrian ESDM dan memiliki sertifikat keterangan terdaftar dari Kadin untuk Subbidang bioremediasi

"Kami memiliki kontrak dengan PT. Chevron Pacific Indonesia untuk melakukan proyek bioremediasi di area Sumatera Light North (SLN), setelah melakukan proses bioremediasi yang terdiri dari beberapa proses maka Chevron akan memantau, mengambil sampel, dan memberi advice tentang hal yang harus ditingkatkan kepada perusahaan kami," ujar Pepy.

Dalam persidangan juga disebutkan salah satu hal yang disediakan oleh Chevron adalah Standar Operasional Pekerjaan (SOP) yang menjadi guide line bagi PT. GPU untuk melakukan pekerjaan bioremediasi.

Kasus ini bermula Endah Rumbiyanti bersama beberapa pegawai PT.Chevron lainnya (Kukuh Kertasafari, Widodo, dan Bachtiar Abdul Fatah) dan Harland bin Ombo menganggarkan kegiatan yang terkait dengan lingkungan dari tahun 2003 sampai 2011 dengan biaya US$270 juta. Proyek bioremediasi dilakukan PT. Chevron itu dinilai fiktif oleh Kejaksaan Agung. Proyek bioremediasi itu dikerjakan oleh PT. Green Planet Indonesia bekerja sama dengan PT. Sumigita Jaya. Tetapi, saat diselidiki, kedua perusahaan itu tidak memenuhi persyaratan teknis dan sertifikasi dari pejabat berwenang soal pengolahan limbah. Akibat hal ini, kerugian awal negara ditaksir mencapai US$23,361 juta atau setara lebih dari Rp200 miliar. PT. Chevron diduga sengaja menyewa tenaga yang tidak berkompeten dalam bidang bioremediasi dengan menggelembungkan anggaran.

BACA JUGA: