BANDING atas putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam kasus suap cek pelawat terhadap Nunun Nurbaetie karena ketidakpuasan KPK terhadap vonis ringan yang dijatuhkan.

"Upaya banding dilakukan karena vonis tidak sesuai dengan tuntutan," kata juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Johan Budi dalam Blackberry Messenger yang diterima gresnews.com, Rabu (15/5).

Peneliti Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz, berharap upaya banding KPK tidak sekadar membidik vonis maksimal untuk Nunun. "Persoalannya bukan hanya faktor berat ringannya hukuman saja. Faktor yang terpenting adalah mengungkap siapa aktor intelektual dibalik kasus cek pelawat. Sebab, arti penting dari kasus itu adalah siapa yang menjadi bandar uang dalam kasus cek pelawat," tegasnya.

Kuasa hukum Nunun, Ina Rahman, memastikan bahwa upaya banding KPK ibarat menggantang asap, alias sia-sia. "Kalau banding karena ingin mencari aktor intelektualnya, itu tidak akan mungkin," tegas Ina. Namun, dia tetap menghormati dan mempersilakan KPK mengajukan banding.

Sidang Miranda
Apabila KPK betul-betul berkeinginan untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat dalam  kasus penyuapan anggota DPR 1999-2004, imbuh Ina, itu bisa digali dari proses persidangan atas tersangka Miranda Swaray Goeltom. Pasalnya, kasus penyuapan itu untuk memenangkan Miranda dalam proses pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004 silam. 

Untuk itu, Ina menyarankan KPK segera menyeret Miranda Swaray Goeltom ke meja hijau. "Jika KPK memang ingin mencari aktor intelektualnya, ya segera saja Miranda disidangkan. Gali semua kesaksian dari semua yang duduk di kursi saksi di sidang itu," urainya.

Upaya banding yang dilakukan terhadap Nunun atas pertimbangan vonis 2,5 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim. Hukuman itu jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan.

Nunun dituntut empat tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider empat bulan kurungan. Dia didakwa karena terbukti melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang memuat hukuman maksimal lima tahun penjara.

Jaksa penuntut umum di KPK juga meminta agar uang Rp1 miliar Nunun dirampas oleh negara. Uang itu adalah hasil pencairan 20 lembar cek pelawat yang masuk ke rekening pribadi istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun tersebut.

Seperti diketahui, pada 8 Juni 2004, Nunun memberi suap dalam bentuk cek perjalanan senilai total Rp20,8 miliar ke sejumlah anggota DPR melalui Arie Malangjudo. Cek tersebut merupakan bagian total 480 lembar cek BII senilai Rp24 miliar yang diberikan kepada anggota DPR periode 1999-2004, antara lain Hamka Yandhu (Fraksi Partai Golkar), Dudhie Makmun Murod (Fraksi PDI-P), Endin AJ Soefihara (Fraksi PPP), dan Udju Juhaeri (Fraksi TNI/Polri).

BACA JUGA: