MAJELIS hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menghukum 2,5 tahun penjara terhadap terdakwa kasus suap cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda S Goeltom, Nunun Nurbaeti.

Istri mantan Wakil Kapolri Irjen (Purn) Adang Daradjatun itu terbukti menyuap beberapa anggota DPR RI untuk memilih Miranda untuk menjadi orang kedua di Bank Indonesia pada 2004 silam.
 
"Menyatakan terdakwa Nunun Nurbaeti terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat 1 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam dakwaan pertama," kata ketua majelis hakim Sujatmiko, saat membacakan putusannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (9/5).

Nunun terbukti bersalah melanggar dakwaan pertama jaksa penuntut umum (KPK) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Majelis hakim yang terdiri dari Sudjatmiko, Eka Budi Prijatna, Ugo, Sofialdi dan hakim Anwar, juga menghukum Nunun untuk membayar denda Rp150 juta subsider tiga bulan penjara.

"Hal yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung program pemberantasan korupsi, tidak terus terang. Sementara hal yang meringankan adalah terdakwa bersifat sopan, belum pernah dihukum, berusia lanjut dan berdasarkan barang bukti terdakwa mengalami gangguan kesehatan," ungkap majelis.

Kendati demikian, permintaan JPU agar Nunun mengembalikan uang senilai Rp1 miliar karena cek pelawat yang diterimanya tidaklah tepat. Sebab, Nunun dituntut sebagai pemberi suap dan bukan penerima.

Dengan demikian, sekalipun 20 lembar cek pelawat yang dicairkan saksi Sumarni untuk sejumlah anggota DPR gagal diberikan. Namun, majelis mengatakan, Nunun tak bisa disalahkan karena menahan uang itu. Lagipula nilai pencairannya tak mencapai Rp1 miliar.

"Belum ada sifat telah diberikan kepada penyelenggara negara," ucap majelis hakim.

Nunun tampak tegang
Selama pembacaan putusan, Nunun tampak tenang sekalipun persidangan ini tak dihadiri sang suami, mantan Wakapolri Adang Daradjatun. Menurut Nunun, Adang selalu ada di dalam hatinya.

"Pak Adang ada di hati saya," ucap Nunun.

Berdasarkan putusan majelis hakim, pada 8 Juni 2004, Nunun memberi suap dalam bentuk cek perjalanan senilai total Rp 20,8 miliar ke sejumlah anggota DPR 1999-2004 melalui Arie Malangjudo. Cek tersebut merupakan bagian total 480 lembar cek BII senilai Rp 24 miliar yang diberikan kepada anggota DPR periode 1999-2004, antara lain Hamka Yandhu, Dudhie Makmun Murod, Endin AJ Soefihara, dan Udju Juhaeri.

Sehari sebelumnya, tepatnya 7 Juni 2004, Nunun mengadakan pertemuan dengan Hamka Yandhu dan Arie di kantor Nunun di Jalan Riau Nomor 17, Jakarta. Nunun meminta Arie membantunya menyerahkan tanda terima kasih kepada anggota dewan.

Beberapa lama kemudian, Arie dihubungi anggota-anggota dewan yang meminta jatah cek masing-masing.

Sebelum pembagian cek tersebut atau sebelum pelaksanaan fit and proper test DGSBI 2004, Nunun mengadakan pertemuan dengan Miranda. Saat itu, Miranda dukungan Nunun dan minta diperkenalkan dengan anggota DPR 1999-2004 yang dikenal Nunun.

Meskipun menurut terdakwa (Nunun), dirinya tidak ikut terlibat dalam pembicaraan, Nunun mendengar ada yang menyampaikan bahwa pemilihan itu bukan proyek "thank you".

Nunun didakwa menyebar 480 lembar cek ke sejumlah anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 pada pemilihan Miranda Swaray Goetltom menjadi DGS Bank Indonesia. Dia pun dijerat pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Menanggapi putusan ini, Nunun memutuskan untuk pikir-pikir terkait upaya hukum. "Yang mulia majelis hakim saya mohon sebagai terdakwa untuk berpikir dulu," ujar Nunun.

Ketua majelis hakim Sujatmiko pun memberikan kesempatan itu. Tapi, Nunun diingatkan bahwa waktu pikir-pikir itu hanya tujuh hari. Lewat dari itu, putusan 2,5 tahun bui ini memiliki kekuatan hukum tetap.

Kubu Nunun pesimistis
Kuasa hukum Nunun, Ina Rachman, menyatakan sudah pesimis sejak awal. Ia meyakini tidak ada yang lolos dari palu godam hakim tipikor Jakarta.

"Saya pesimistis ya, soalnya memang di tipikor ini jarang ada yang bebas," kata Ina.

Ina pun mengharapkan,  mantan Direktur Wahana Esa Sejati Ahmad Hakim Safari alias Arie Malangjudo ditetapkan sebagai tersangka. Keterangan Arie menyatakan bahwa kliennya memberi suap. Namun, belum mengungkap dalang sesungguhnya.

"Harapannya Arie Malangjudo jadi tersangka, biar aktor intelektualnya terbuka," ungkap Ina.

Seusai persidangan, Nunun mengaku shock. Ia pun dilarikan ke Rumah Sakit Abdi Waluyo Menteng.

Sementara itu, koordinator penuntut umum, M Rum menyatakan juga masih pikir-pikir apakah akan mengajukan banding atau tidak atas putusan 2,5 tahun penjara atas tuntutan 4 tahun penjara, denda Rp200 juta subsider empat bulan.

BACA JUGA: