JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah menelusuri pihak yang bertanggung jawab dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan kewenangan dalam pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Kementerian Kehutanan RI serta penyalahgunaan pemberian surat clear and clean (CnC) nikel oleh Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) kepada PT Kemakmuran Pertiwi Tambang (PT KPT). Salah satunya Kejagung memeriksa mantan Menteri Kehutanan Malem Sambat (MS) Kaban lantaran pemberian izin IPPKH yang diduga merugikan negara miliaran rupiah itu terjadi pada masa kepemimpinannya.

"Kasusnya terjadi zaman saksi selaku menteri saat itu, apa hasilnya kita lihat nanti," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Moh Rum dikonfirmasi soal pemeriksaan MS Kaban, Minggu (11/12).

MS Kaban memenuhi panggilan penyidik pidana khusus, Senin (5/12) lalu, namun yang bersangkutan meminta penundaan pemeriksaan, pada Kamis (8/12). Pada Kamis, penyidik memeriksa politisi Partai Bulan Bintang (PBB) ini.

Dalam kasus ini penyidik telah memeriksa mantan Bupati Halmahera Timur Welhelmus Tahalele. Pemeriksaan soal penerbitan kuasa pertambangan ke PT KPT. Welhelmus mengaku telah menerbitkan kuasa pertambangan namun mencabut kembali karena ada tumpang tindih Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Setelah mendapat persetujuan dari Badan Planologi diterbitkan kembali kuasa pertambangan pada PT KPT.

Penyidik juga memeriksa Endi Sugandi selaku Kepala Bagian Perundang-Undangan Kementerian Kehutanan. Dalam pemeriksaan Endi menerangkan bahwa terkait tumpang tindihnya antara HPH dengan Kuasa Pertambangan tidak dipermasalahkan.

BERTANGGUNG JAWAB - Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah menjelaskan, MS Kaban diperiksa sebagai saksi dalam kapasitas selaku mantan Menteri Kehutanan. Pemeriksaan untuk mengetahui pemberian IPPKH dan CnC.

"‎Dia sebagai Menteri (saat itu) yang mengeluarkan clear and clean (CnC), jadi tunggu saja nanti hasil pemeriksaannya seperti apa," jelas Armin pekan lalu.

Disinggung soal apakah dalam kasus ini penyidik sudah menetapkan tersangka, Arminsyah menegaskan perkara dugaan korupsi ini masih dalam sprindik umum (belum ada tersangka).

Kasus ini berawal dari kasus pemalsuan tanda tangan yang telah berkekuatan hukum tetap. Dalam kasus pemalsuan tanda tangan Gubernur Maluku Utara Thaib Armain yang melibatkan PT KPT, Karo Hukum Pemprov Maluku Utara Rusdy Rasid dan Manager PT. KPT Hadi telah divonis bersalah oleh pengadilan. Akibat pemalsuan tanda tangan oleh PT KPT, negara diduga merugi hingga ratusan juta dolar karena penambangan nikel ilegal yang dilakukan PT KPT. PT KPT melakukan penambangan ilegal sejak 2009 hingga pertengahan 2012. Akibatnya, puluhan kapal berisi nikel sudah diekspor ke China yang merugikan negara.

Pemalsuan tanda tangan Gubernur Thaib Armain sendiri bermula pada 1 Desember 2008 ketika Hadi selaku Manajer Divisi Perizinan PT KPT mengajukan surat permohonan untuk diterbitkannya rekomendasi gubernur. Rekomendasi merupakan salah satu persyaratan mendapatkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Kementerian Kehutanan.

Kemudian, surat permohonan oleh Hadi diberikan kepada tersangka Rusdy yang kala itu menjabat Kabiro Hukum Pemprov Malut. Pada 10 Januari 2009, Rusdy memberikan Surat Rekomendasi Gubernur Nomor 522/113 kepada Hadi di salah satu hotel di Jakarta. Saat perjalanan pulang, Hadi mengkopi surat tersebut yang mana hasil kopian itu dia kirimkan ke Kemenhut dan yang asli diberikan kepada Dirut PT KPT Liem Gunardi dengan menjelaskan tentang perbuatan pengkopian kepada direktur dan disetujui.

Pada 17 Maret 2009 Gubernur Malut Thaib Armain menerbitkan dua surat yaitu surat klarifikasi gubernur dan surat keterangan gubernur yang isinya tidak pernah menandatangani dan menerbitkan rekomendasi Nomor 522/113 kepada Kemenhut. Sementara itu, Kemenhut mengirimkan surat klarifikasi rekomendasi kepada PT KPT dengan Nomor S.485/PKH/2/2009 tanggal 3 Juni 2009. Namun, oleh PT KPT melalui surat Nomor 03xx/NI/KPT/VI/2009 tanggal 8 Juni 2009 menyatakan bahwa surat yang dikirim gubernur Malut adalah menyesatkan. Kemudian, PT KPT menggugat Surat Keputusan (SK) Gubernur Maluku Utara (Malut) saat ini, Abdul Gani Kasuba, terkait pencabutan izin usaha pertambangan nikel di Kabupaten Halmahera Timur.

KASUS SKRT - Kaban sebelumnya terbelit kasus korupsi pengajuan anggaran Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) yang menjerat Anggoro Widjojo. KPK akan menelusuri keterlibatan mantan Menteri Kehutanan MS Kaban dalam kasus Anggoro.

KPK menetapkan Anggoro sebagai tersangka sejak 19 Juni 2009. Dia lalu buron dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) pada 17 Juli 2009. Pada Rabu (29/1/2014), Anggoro tertangkap di China.

Selaku pemilik PT Masaro Radiokom, Anggoro diduga memberikan hadiah atau janji kepada sejumlah pejabat atau penyelenggara negara untuk meloloskan pengajuan anggaran SKRT Departemen Kehutanan pada 2007.

KPK telah memeriksa MS Kaban sebagai saksi. Saat kasus dugaan korupsi ini terjadi, Kaban menjabat sebagai Menteri Kehutanan. Proyek SKRT sudah dihentikan pada 2004 ketika M Prakoso menjadi Menteri Kehutanan.

Namun, diduga atas upaya Anggoro, proyek tersebut dihidupkan kembali. Anggoro diduga memberikan uang kepada empat anggota Komisi IV DPR yang menangani sektor kehutanan, yakni Azwar Chesputra, Al-Amin Nur Nasution, Hilman Indra, dan Fachri Andi Leluasa.

Komisi IV yang saat itu dipimpin oleh Yusuf Erwin Faishal pun mengeluarkan Surat Rekomendasi untuk melanjutkan proyek SKRT. Dalam surat tersebut, disebutkan bahwa Komisi IV DPR meminta Kementerian Kehutanan meneruskan proyek SKRT dan mengimbau kementerian tersebut menggunakan alat yang dipasok PT Masaro untuk pengadaan barang terkait proyek SKRT.

Baik Azwar, Al Amin, Hilman, Fachri, maupun Yusuf Erwin Faisal telah dihukum melalui putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Kasus ini juga menjerat adik Anggoro, Anggodo Widjojo.

Fakta persidangan kasus ini menyebutkan pula ada dugaan aliran dana ke sejumlah pejabat di Kementerian Kehutanan termasuk Sekjen Kementerian Kehutanan, Boen Purnama.

Aliran dana ke pejabat tersebut diduga diketahui Kaban. Selain itu, Kaban juga diduga menandatangani surat penunjukan langsung untuk PT Masaro Radiokom.

BACA JUGA: