JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kasus korupsi pengelolaan aset eks PT Perusahaan Pengelolaan Asset (PPA) pada Ditjen Kekayaan Negara Kemenkeu 2010-2015 bakal dibawa ke meja hijau. Setelah 10 bulan disidik, akhirnya berkas dua tersangka dinyatakan lengkap oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.

Pada Februari 2016, Kejaksaan Agung menetapkan dua tersangka dengan menerbitkan Surat perintah dimulainya penyidikan (Sprindik) Print-08/F.2/F.1/02/2016 tertanggal 12 Febuari 2016. Dua tersangka atas nama Husbi Waris (Oknum PNS Ditjen Kekayaan Negara Kanwil Jakarta) dan Iwan Goutama Gouw (Swasta).

Lalu pada Senin (14/11) tim penyidik melakukan penyerahan dua tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Jaksa Penuntut kemudian akan menyusun berkas dakwaan untuk dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta.

"Kedua tersangka dilakukan penahanan di Rutan Salemba selama 20 hari ke depan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Moh Rum, Selasa (15/11).

Rum mengatakan, tahap dua kasus korupsi pengelolaan aset eks PT PPA ini merupakan bagian komitmen Kejaksaan Agung menuntaskan satu perkara korupsi. Perkara yang dinyatakan lengkap akan langsung dibawa ke persidangan untuk pembuktiannya.

Dalam kasus ini, tersangka Husbi Waris selaku Kabid Piutang Negara Kanwil VII Ditjen Kekayaan Negara DKI Jakarta telah menyewakan aset negara eks PT PPA baik tanah maupun bangunan ke pihak swasta yakni tersangka Iwan Goutama Gouw selama 5 tahun. Dana yang disetorkan penyewa selama 5 tahun sekitar Rp 5,2 miliar.

Padahal, Kementerian Keuangan tidak pernah mengeluarkan kontrak sewa menyewa atas aset negera eks PT PPA yang berada dibawah pengawasan tersangka Husbi Waris tersebut.

"Tersangka Husbi telah menerima uang sekitar Rp 500 juta sebagai fee pengondisian mengatur lelang aset eks PT PPA," jelas Rum. Atas perbuatannya negara dirugikan sekitar Rp13 miliar.

PENGELOLAAN ASET NEGARA BURUK - Beberapa waktu lalu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pernah mengungkap persoalan karut marutnya pengelolaan aset milik negara. BPK sendiri pernah memeriksa manajemen aset pada 19 departemen/lembaga pada 2007 silam. Nilai aset itu sebesar Rp109,33 triliun dengan cakupan audit senilai Rp55,09 triliun dan nilai temuan audit minimal sebesar Rp19,27 triliun.

BPK juga memeriksa 52 pemerintah daerah. Nilai aset daerah sebesar Rp54,07 triliun, dengan cakupan pemeriksaan Rp46,68 triliun. Nilai temuan pemeriksaan minimal sebesar Rp18,49 triliun.

BPK menemukan masalah signifikan dalam manajemen aset negara. Ternyata, terdapat permasalahan administrasi/pencatatan dan bukti hak yang sah atas aset yang dikuasai negara. Celakanya, hal itu terjadi pada setiap institusi. Entah di level pusat maupun tingkat daerah.

Kondisi seperti ini, terutama pada penertiban pencatatan penguasaan hak atas tanah, dapat membawa beberapa dampak. Misalnya, aset yang tak terjaga rawan terhadap penyalahgunaan, pengakuan hak oleh pihak lain. Serta, jika terjadi sengketa di kemudian hari, dapat merugikan negara/daerah.

Belum lagi keberadaan mafia lelang aset yang sulit diberantas kian memperburuk pengelolaan aset. Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Kemenkeu, Hadiyanto, mengakui keberadaan mafia pelelangan aset-aset negara sulit diberantas karena lihai memanfaatkan celah prosedur lelang. Akibat ulah mafia lelang telah merugikan negara karena membuat hasil lelang menjadi tak maksimal.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja nasional (rakernas) merayakan peringatan satu dasawarsa DJKN di Jakarta, Rabu (2/11) menyinggung soal tatakelola DJKN yang belum optimal. Dia meminta pengelolaan aset negara harus mempunyai nilai ekonomis tinggi agar bermanfaat dan berguna bagi masyarakat. "Kita harus memikirkan pengelolaan aset agar berguna bagi masyarakat bukan kepentingan pribadi," kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani tidak menginginkan aset pemerintah menjadi terbengkalai atau menjadi "opportunity loss", karena pemanfaatannya tidak efektif dan menimbulkan kerugian atau hanya dimanfaatkan oleh segelintir individu tertentu. Karenanya, Sri Mulyani mengharapkan ada pembenahan tata kelola dari DJKN agar penggunaan aset pemerintah dapat dilakukan secara optimal dan memberikan dampak secara positif bagi keuangan negara secara keseluruhan.

"DJKN harus aktif membangun prinsip tata kelola yang disepakati auditor dan penegak hukum, yang bisa menghalangi penggunaan aset secara optimal. Kalau negara ini dibangun dengan kesamaan dan saling mempercayai masing-masing, maka RI akan menjadi lebih baik," kata Sri Mulyani.

BACA JUGA: