JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi sedang mengkaji laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait 34 proyek pembangkit listrik peninggalan rezim Susilo Bambang Yudhoyono yang mangkrak. Anggota Komisi VII DPR RI fraksi PPP Joko Purwanto mengatakan, pihaknya sangat mendukung langkah KPK untuk mengkaji laporan BPKP tersebut.

"Saya kira ini bukan masalah termasuk atau tidak termasuknya 34 pembangkit listrik yang mangkrak tersebut dalam program 35 ribu megawatt, seperti yang disampaikan oleh Menteri BUMN saat ini," kata Joko kepada gresnews.com, Minggu (13/11).

Dia mengaku, realita-nya telah di temukan proyek pembangunan 34 pembangkit listrik yang bermasalah oleh Presiden Jokowi. Oleh karena itu, hal yang harus dilakukan adalah mencari solusi atau jalan keluar. Akibat mangkraknya 34 pembangkit tersebut, kata Joko, pastinya tidak hanya merugikan keuangan negara, tapi juga masyarakat Indonesia selaku pengguna jasa kelistrikan.

"Kalau pemahamannya hanya membangun dan membangun lagi selama ada uang-nya siapun akan bisa melakukannya. Oleh karenanya saya selaku Anggota Legislatif Komisi VII meminta kepada pemerintah khususnya PT PLN (Persero) dapat berpikir jernih untuk mencari solusi atas telah mangkraknya 34 pembangkit-pembangkit listrik itu," jelasnya.

Dia mengungkapkan di harapkan 34 Pembangkit tadi dapat dilakukan optimalisasi atau pemanfaatannya dengan baik. Tapi bila dugaan adanya akibat hukum atas timbulnya kerugian dari pembangunan 34 pembangkit listrik itu, akhirnya dapat diungkap, Joko berharap, KPK dapat mengungkap aktor utamanya.

Dalam perkara ini, Dirut PT PLN Sofyan Basir menyampaikan, kontraktor proyek yaitu konsorsium PT PAL (Persero) dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk, mengaku merugi sebab biaya proyek membesar. Pembengkakan biaya terjadi karena depresiasi kurs rupiah terhadap dolar AS. Sofyan menegaskan, sebenarnya proyek tersebut sangat strategis untuk mengurangi pemakaian pembangkit listrik berbahan bakar minyak (BBM) dan menambah pasokan listrik diperbatasan.

Kemajuan proyek tersebut saat ini baru terdapat sekitar 55,69 persen, atau molor dari target operasi komersial pada September 2014. Selanjutnya, proyek PLTU Maluku, Ambon yang berkapasitas 2x15 MW yang pembangunannya berhenti sejak Februari 2014. Bila dihitungkan proyek tersebut menelan biaya cukup besar, diantaranya sekitar US$25 juta dan Rp219 miliar.

Alasannya, performance security proyek telah lewati batas, atau kadaluwarsa sejak Oktober 2014. Perseroan sedang meminta pendapat Kejaksaan Agung agar proyek dapat berlanjut.

Selain itu, pihak PLN terpaksa menghentikan 13 proyek pembangkit yang tersebar dari Sumatera hingga Papua dengan nilai kontrak proyek yang diterminasi mencapai Rp2,72 triliun dan US$35,8 juta. Alasan pemutusan kontrak berbagai ragam, mulai dari proyek terhambat perizinan, sulitnya pembebasan lahan, hingga kondisi tanah yang tidak cocok.

Tak hanya itu, proyek pembangkit listrik tenaga uap Kuala Tungkal (2x7 MW) di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, hingga Jambi, sampai sekarang ini kemajuan proyeknya nol persen sebab kondisi tenah bersifat lunak. Jika dipaksakan dibangun, biaya penanganannya berisiko besar yaitu hingga 60 persen dari nilai kontrak yaitu sebesar US$9,9 juta dan Rp214 miliar. Untuk proyek ini, pengembangnya adalah PT ZUG Industri Indonesia.

Soal proyek yang mangkrak, sebelumnya Sofyan sempat mengatakan, pihaknya tidak akan bisa menggugat ataupun melakukan upaya hukum kepada kontraktor karena terikat ketentuan dalam kontrak. "Kalau untuk menggugat kontraktor tidak bisa, karena mereka dalam kontraknya kuat. Contohnya jika kita putus kontrak, mereka tidak ada beban dan ganti rugi, tetapi kalau kita lanjutkan dan selesai, dia masih ada untung," ujarnya beberapa waktu lalu.

USUT TUNTAS - Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mengatakan, pastinya semua proyek yang terkendala harus dilakukan penyelidikan, apakah telah terjadi perbuatan melawan hukum atau tidak. Kemudian Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang akan menghitung ada tidaknya kerugian negara.

"Kalau proyek 35.000 MW kan belum bisa dimasukkan dalam objek penyelidikan, terkecuali didapat fakta proses tender mengindikasikan sudah terjadi pelanggaran hukum, ataupun kena operasi tangkap tangan," kata Yusri kepada gresnews.com, Minggu (13/11).

"Soal adanya 34 pembangkit listrik bermasalah dan ada dugaan korupsi, itu harus memenuhi unsur perbuatan melawan hukumnya dan terdapat kerugian negara berdasarkan hasil perhitungan dari BPK," tambah Yusri.

Ketua KPK Agus Rahardjo sudah menegaskan akan melakukan pengkajian untuk memastikan ada atau tidaknya dugaan korupsi dibalik mangkraknya proyek 34 pembangkit listrik tersebut. Tetapi KPK masih menunggu laporan resmi BPKP untuk menindaklanjuti temuan tersebut .

Agus mengaku belum menerima laporan dari Presiden Jokowi. Apabila laporan itu diterima KPK, maka Agus memastikan penindakan akan segera turun ke lapangan. "PLN kami belum menerima, jadi kalau radar KPK sendiri sudah menangkap beberapa proyek ya. Tapi kan kalau menurut mereka 34 (proyek), nah itu kami belum menerima. Segara kami kalau sudah menerima, pasti akan segera dilakukan (penindakan)," ujar Agus.

Agus menerangkan bahwa akan segera mengaudit temuan tersebut bersama BPK. Menurut Agus, KPK sangat mengawasi proyek energi tersebut. Hal ini dikarenakan proyek-proyek mengenai energi sangatlah vital.

"Energi penting, karena kalau tidak mempunyai perencanaan yang sangat baik. Kita akan mengalami kejadian pengalaman pahit yang sama. Kita pernah menjadi eksportir minyak, tapi kemudian kita hari ini menjadi importir yang cukup besar. Nah kalau kita tidak hati-hati, tidak merencanakan dengan baik. Kejadian yang sama bisa terjadi untuk batu bara. PLTU kita banyak yang dibakar dengan batu bara, padahal sekarang juga dijual banyak. Jangan-jangan kita nanti jadi importir batu bara," ucap Agus.

Sementara, menurut Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dari total 34 proyek mangkrak itu ada kerugian negara yang cukup besar dari nilai kontrak sebesar Rp3,76 triliun. Namun berapa persisnya kerugian itu, Pramono belum mau mengungkapkan, dan hal itu sudah dilaporkan kepada Presdien Jokowi.

Dia kembali menegaskan, ke-34 proyek dengan daya total 7000 MW itu bukan bagian dari program 35.000 MW. Dari jumlah 34 yang mangrak, ada 12 yang berhenti total dan 22 proyek bisa dilanjutkan dengan biaya besar yaitu mencapai Rp4,68 triliun dan Rp7,25 triliun. "Penambahan pembayarannya cukup besar," tutur Pramono.

BPKP juga menemukan sebanyak Rp4,49 triliun telah dikucurkan untuk membiayai proyek tersebut. Pramono mengatakan, Presiden Jokowi meminta untuk menyelesaikan persoalan proyek mangkrak itu bersama PLN. "Presiden memberi arahan kepada kami untuk menindaklanjuti ini dan nanti dibahas dengan PLN, kementerian terkait, agar diambil jalan keluar terhadap hal tersebut," kata Pramono. (dtc

BACA JUGA: