JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sidang perkara suap untuk meringankan putusan kasus pelecehan seksual yang melibatkan penyanyi dangdut Saipul Jamil, mulai mengungkap dugaan adanya keterlibatan pihak lain di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, selain Rohadi sang panitera. Dalam persidangan dengan terdakwa Kasman Sangaji--salah satu pengacara Saipul yang didakwa menyuap majelis hakim PN Jakut-- yang digelar Kamis (13/10), jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi menghadirkan mantan Ketua PN Jakarta Utara Lilik Mulyadi.

Lilik dihadirkan sebagai saksi terkait adanya dugaan uang suap yang mengalir kepada dirinya. Jaksa KPK mencecar Lilik terkait beberapa kejanggalan dalam kasus suap ini. Salah satunya mengenai bagaimana cara panitera PN Jakarta Utara Rohadi bisa mengetahui komposisi majelias hakim yang mengadili perkara Saipul Jamil.

Jaksa KPK menganggap itu sebagai kejanggalan karena Rohadi sejatinya bukan merupakan panitera dalam perkara itu. Anehnya, Rohadi bisa menginformasikan komposisi hakim kepada pengacara Saipul Jamil. Bahkan, Rohadi sendiri yang meminta Bertha untuk menentukan komposisi hakim tersebut.

Awalnya Jaksa KPK Dzakiyul Fikri menanyakan bagaimana mekanisme penunjukan komposisi majelis hakim dalam kasus pelecehan seksual itu. "Selama perkara Saipul majelisnya ada lima, karena tipidsus (tindak pidana khusus), menarik perhatian masyarakat, sehingga Saipul harus pertama ketua majelis adalah wakil ketua PN (Ifa Sudewi), dan empat anggotanya baru semua. Jadi saya merasa lima majelis akan lebih obyektif," kata Lilik di persidangan. 

Lilik melanjutkan, setiap penunjukan majelis dicatat melalui buku register yang tersimpan di ruangannya. Dan isi buku itu tidak bisa dilihat oleh sembarang orang, hanya ia dan sekretarisnya saja yang mengetahui isi buku tersebut. "Tidak bisa (diketahui semua orang). Jadi setelah perkara masuk ke sekretaris dicatat di buku register, nama terdakwa, setelah itu dimasukkan ke meja saya baru ditulis majelis hakimnya," terang Lilik.

Setelah itu, Lilik mengaku, tidak tahu menahu perihal pemilihan anggota. Karena ketika itu bertepatan dirinya ada kegiatan di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) untuk mengikuti pelatihan sebagai hakim tinggi. Penunjukkan anggota majelis, kata Lilik sepenuhnya dilakukan ketua majelis, Ifa Sudewi.

Dalam surat dakwaan Jaksa KPK terhadap Berthanatalia Ruruk Kariman, pengacara Saipul, Jaksa menyebut adanya percakapan Rohadi dengan Bertha perihal penunjukkan majelis. Rohadi bahkan meminta Bertha untuk memilih siapa yang menjadi hakim ketua, dan ia mempromosikan nama Wakil Ketua PN Jakarta Utara, Ifa Sudewi.

Dalam keterangannya, Lilik juga dikonfirmasi tentang adanya percakapan Rohadi dan Bertha mengenai permintaan uang Rp50 juta. Uang tersebut kata Rohadi sebagai biaya administrasi dan diserahkan kepada seseorang dengan sebutan "Kangmas". Diduga yang dimaksud Rohadi itu adalah Lilik, Ketua PN Jakarta Utara.

Mengenai hal ini Lilik membantahnya. Menurut Lilik, sejak perkara ini mulai masuk PN Jakarta Utara, ia sama sekali tidak pernah bertemu ataupun berkomunikasi lagi dengan Rohadi. Apalagi sampai meminta uang Rp50 juta untuk membantu penetapan majelis.

"Sampai sekarang baru ketemu. Jadi saya keberatan juga kalau disangkutpautkan saya seperti seolah dipangil Kangmas, paling (saya) dipanggil profesor, Pak Ketua, atau Bli kalau di Bali," ujar Lilik.

Lilik pun mengaku berterima kasih kepada KPK yang memberinya kesempatan untuk mengklarifikasi masalah ini. "Saya senang dipangil sebagai saksi supaya jelas, waktu saya tentukan majelis saya tidak pernah ketemu Rohadi," sambungnya.

Jaksa pada mulanya memang tidak menyinggung langsung mengenai uang Rp50 juta ini. Mereka awalnya hanya menanyakan apakah pernah bertemu Rohadi dan meminta sejumlah uang, tetapi penuntut umum tidak menyebut angka nominal Rp50 juta.

Penjelasan Lilik ini pun menjadi pertanyaan jaksa. "Bapak sempat singgung Rp50 juta, itu tahu darimana?" tanya Jaksa Dzakiyul. Lilik pun mengaku mengetahui hal ini dari pemberitaan media massa dan ditanyakan pada proses penyidikan.

BANTAH MENYUAP - Ihwal munculnya dugaan Lilik menerima suap sebesar Rp50 juta yang dimintakan Rohadi memang berasal dari percakapan antara Rohadi dan Bertha. Dalam persidangan sebelumnya, Bertha bahkan menyimpulkan, "Kang Mas" yang disebut Rohadi adalah Lilik. "Sepemahaman saya ´kang mas´ itu Pak Ketua (PN Jakut-red)," kata Bertha dalam persidangan beberapa waktu lalu.

Meski begitu, Bertha mengaku tidak pernah mengecek apakah benar uang Rp50 juta itu sampai ke tangan Ketua PN Jakut atau tidak. Tak hanya Lilik yang membantah soal uang suap ini. Rohadi pun mengatakan uang itu dinikmati sendiri.

Nah, hal yang sama juga disampaikan oleh Kasman Sangaji sendiri selaku terdakwa. Kasman di persidangan menegaskan, dia tak pernah menyuap hakim seperti yang dituduhkan. Kasman berdalih ia telah melarang anggota tim pengacara lainnya untuk melakukan lobi dan suap dalam bentuk apapun.

Bantahan Kasman itu disampaikan asisten pribadi Kasman, Pelipus B Daga, saat bersaksi untuk Kasman. "Keyakinan Beliau (Kasman) akan materi pembelaan yang dibuat. Beliau yakin dengan pledoinya. Tidak perlu ada lobi-lobi, tidak boleh ada suap menyuap. Dijawab Bang Samsul (kakak Saipul) saat itu tidak ada," ujar Pelipus.

"Haram hukumnya untuk suap dan lobi-lobi karena saya serius untuk membuat pledoi," ungkap Pelipus menirukan ucapan Kasman.

Menurut Pelipus, Kasman dalam tim pengacara Saipul memang bertugas salah satunya membuat pledoi. Pledoi dibuat Kasman dan anggota penasihat hukum lainnya, Okky, di sebuah hotel. "Pledoi disusun di Hotel Harris. Bang Samsul yang check in. Tanggal 7 tuntutan, itu 3 hari (menyusun pledoi) 8, 9, 10, check out hari Jumat," jelas Pelipus.

Meski begitu, Pelipus mengakui, bahwa rencana untuk menyuap hakim dalam perkara Saipul Jamil memang ada. Hanya saja menurut Pelipus, inisiatornya adalah Bertha. Menurut Pelipus, rencana itu dibahas di Gereja Toraja, Kelapa Gading, Jakarta Utara.

"Meeting di Gereja Toraja di Kelapa Gading. Itu sekitar bulan April 2016. Waktu itu pertemuan di gereja. Inisiatornya Ibu Bertha," kata Pelipus.

Hadir dalam pertemuan tersebut adalah Kasman, pengacara lainnya bernama Okky, serta Ivan. Ivan disebut Pelipus sebagai penghubung keluarga Saipul Jamil dan tim pengacara.

"Bahas terkait uang untuk fee lawyer. Nilainya Rp20 juta dimintanya. Ibu Bertha yang minta. Minta ke Ivan. Kemudian Pak Ivan sampaikan ke Pak Kasman. Digenapkan jadi Rp50 juta, Rp20 juta untuk Bu Bertha sendiri, Rp30 juta untuk bagi-bagi," jelas Pelipus yang bekerja sebagai asisten Kasman sejak 2012.

Pelipus menambahkan, pihak Saipul Jamil menunjuk majikannya sebagai lawyer pada 19 Februari 2016 bersama rekan pengacara yang lain. "Pak Kasman ditunjuk saat proses penyidikan di Polsek Kelapa Gading. Anggota tim pengacara dengan restu dari pihak keluarga besar menunjuk Pak Kasman sebagai ketua tim pembela," tutur Pelipus. (dtc)

BACA JUGA: