JAKARTA, GRESNEWS.COM - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut ringan terdakwa korupsi proyek pembangunan jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Damayanti Wisnu Putranti. Tuntutan ringan diberikan jaksa kepada Anggota Komisi V DPR RI ini karena yang statusnya sebagai Justice Collaborator (JC) atau saksi pelaku yang bekerjasama.

KPK menerima pengajuannya untuk menjadi JC pada 19 agustus 2016, atas kemauannya mengungkap sejumlah pelaku lain dalam rangkaian korupsi yang berinduk pada pengelolaan dana aspirasi DPR.  

Kendati Damayanti dianggap bersalah melakukan tindak pidana korupsi berupa menerima suap untuk memuluskan proyek pembangunan jalan yang berada di bawah naungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) khususnya di wilayah Maluku.  Namun  status tersebut menjadi pertimbangan jaksa untuk menuntut Damayanti lebih ringan.


Atas dasar itulah politisi dari PDI Perjuangan ini diminta pertanggungjawabannya, namun hanya  dituntut pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum pada KPK.

"Menuntut supaya majelis hakim menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Jaksa KPK Iskandar Marwanto saat membacakan tuntutannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (29/8).

Selain itu, Damayanti juga dibebankan pencabutan hak politik untuk memilih dan dipilih selama 5 tahun ke depan usai menjalani pidana. Alasannya Damayanti telah memanfaatkan jabatan dan kewenangannya sebagai anggota dewan untuk melakukan korupsi.

Jaksa Iskandar memaparkan, Damayanti mempunyai jabatan strategis menghimpun aspirasi dari masyarakat. Tetapi ia justru menciderai kepercayaan yang dibebankan padanya dengan memanfaatkan jabatannya untuk melakukan korupsi.

"Perbuatan terdakwa menciderai kepercayaan publik, terhadap DPR. Untuk menghindari DPR dijabat para pelaku, hukuman itu dapat dipertimbangkan," ucap Jaksa Iskandar.


STATUS JUSTICE COLLABORATOR - Dalam menyampaikan tuntutannya, penuntut umum mempunyai berbagai pertimbangan. Diantaranya pertimbangan memberatkan bahwa perbuatan Damayanti bertentangan dengan program pemerintah yang sedang giat memberantas tindak pidana korupsi.

Sedang untuk pertimbangan meringankan, Damayanti mengakui dan menyesali perbuatannya, mengembalikan uang suap yang diberikan kepadanya serta berlaku sopan selama proses persidangan. Selain itu, ia juga diganjar status Justice Collaborator (JC) atau saksi pelaku yang bekerjasama.

"Ditetapkan sebagai JC pada 19 agustus 2016 karena memberikan keterangan dan bukti signifikan, sehingga membantu penyidik mengungkap pelaku lain," tutur Jaksa Iskandar.

Khusus untuk status JC, Jaksa KPK lainnya Tri A. Mukti menjelaskan lebih rinci mengenai hal tersebut. Disebutkan Damayanti mengajukan JC pada 24 Januari 2016 dengan alasan akan bersikap kooperatif, bersedia memberi keterangan, menyesali dan mengembalikan uang kepada penyidik.

"Selama proses hukum, ia  telah memberi keterangan dan bukti signifikan, sehingga membantu mengungkap pelaku lain seperti Budi suprianto dan Amran Hi Mustary," kata Jaksa Tri.

KPK mengakui bahwa Damayanti merupakan salah satu pelaku utama dalam kasus suap proyek dana aspirasi ini. Meskipun begitu, ia bukanlah aktor intelektual dalam perkara korupsi tersebut sehingga permintaan status JC pun dikabulkan dan dipertimbangkan menjadi unsur meringankan.

Damayanti sendiri mengaku bersyukur dengan dikabulkannya status JC oleh KPK. Menurut wanita berusia 47 tahun ini hal tersebut berarti apa yang telah dilakukannya selama ini mulai dari penyampaian keterangan baik dalam proses penyidikan hingga persidangan dan pengembalian uang suapnya diapresiasi KPK.

"Saya cuma mau ucapkan terima kasih saja karena JC saya sudah di acc, itu artinya apa yang sudah saya lakukan dihargai oleh JPU, pimpinan KPK, para penyidik, terima kasih atas semuanya, kerjasamanya saya sangat dihargai selama ini terima kasih kepada pimpinan KPK," ujar Damayanti.

Sedangkan mengenai pidana tambahan berupa pencabutan hak politik, Damayanti mengaku tidak ambil pusing. Ia mengindikasikan tidak akan lagi terjun ke dunia politik. "Saya mau menjadi ibu dari anak anak saya saja," tutur wanita yang kerap disapa Yanti ini.

Damayanti sendiri dijerat Pasal 12 a UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Jika melihat tuntutan Jaksa, dari pasal yang menjeratnya,  status JC Damayanti memang cukup membantunya mendapatkan keringanan.

Sebab, hukuman minimal dari pasal tersebut adalah pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp200 juta. Sedang ancaman terberatnya bisa seumur hidup atau 20 tahun dengan denda Rp1 miliar.

BACA JUGA: