JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sejumlah anggota Komisi V DPR RI dijadikan saksi dalam perkara korupsi pembangunan jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Mereka menjadi saksi untuk terdakwa Kepala Balai Pembangunan Jalan Nasional (BPJN) IX Amran H. Mustary

Mereka yang dihadirkan Jaksa KPK itu adalah Ketua Komisi V Fary Djemi Francis dan anggotanya Michael Wattimena, Yudi Widiana serta Musa Zainuddin. Keempat orang ini diduga kuat mengetahui perkara korupsi tersebut, bahkan dua nama terakhir di persidangan disebut-sebut menerima sejumlah uang dari pengucuran dana aspirasi mereka.

Dalam persidangan tersebut juga terungkap modus para wakil rakyat itu untuk menggangsir proyek-proyek dari dana aspirasi. Mulai dari "mengambil jatah" kolega hingga menggarap proyek bukan pada daerah asal pemilihannya.

Musa Zainuddin misalnya, dalam persidangan terungkap meminta proyek pekerjaan di Kementerian PUPR melalui Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Pekerjaan Umum A. Hasanuddin. Hal tersebut diakui oleh saksi Faisol Zuhri, selaku staf Hasanuddin.

Hakim Ketua Hariono pada mulanya menanyakan kepada Faisol mengenai mekanisme pembagian jatah proyek usulan anggota DPR oleh Biro Perencanaan dan Anggaran Pekerjaan Umum. Faisol dalam hal ini adalah orang yang melakukan pencatatan alokasi dana aspirasi legislator untuk sejumlah proyek termasuk pembangunan jalan.

"Bisa (usul) ke Pak Wing, bisa Pak Kepala Biro Pak Hasanuddin," kata Faisol di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (25/1). Wing yang dimaksud adalah Wing Kusbimanto, Kepala Bagian Administrasi Penganggaran Biro Perencanaan Anggaran dan Kerja sama Luar Negeri Kementerian PUPR.

"Saudara pernah didatangani Musa Zainuddin?" tanya Hakim Hariono kepada Faisol. Faisol pun mengakui hal itu. Ia mengungkapkan bahwa Musa pernah mendatangi Hasanuddin dan saat ia sedang menemani atasannya tersebut.

Saat ditanya apakah ada anggota Komisi V lain seperti Damayanti Wisnu Putranti, Fathan, Alamuddin Dimyati Rois atau pun M. Toha yang pernah mendatanginya, Faisol mengelak. Ia hanya mengaku pernah didatangi Musa saat sedang menemani Hasanuddin.


SOAL AMUKAN YANG DIBANTAH - Hakim Hariono melanjutkan pertanyaannya tentang apa yang didengar Faisol dalam percakapan antara Musa dengan Hasanuddin. Awalnya Faisol mengaku ketika itu politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut hanya memperkenalkan diri sebagai Kapoksi baru menggantikan M. Toha.

Hal tersebut tidak begitu saja dipercaya Hakim Hariono. "Jangan ditutup-tutupi. Saudara ini biar jelas. Apakah juga sampaikan usulan?" cecar Hakim Hariono.

Faisol pun akhirnya mengakui hal tersebut. "Saya tidak tahu kalau usulan yang mulia. Memang ada dalam rekap bahwa ada usulan. Itu mungkin diberikan ke Pak Wing atau Pak Hasan," terangnya.

Mengenai berapa nilai proyek yang didapat Musa, Faisol mengaku tidak mengingatnya. Namun dalam persidangan sebelumnya, Musa diketahui mendapat jatah Rp150 miliar yang Rp100 miliar diantaranya diberikan kepada Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama (WTU) Abdul Khoir dan beberapa temannya. Dari pemberian proyek itu saja Musa mendapat Rp7 miliar.

Faisol mengatakan jika pertemuan dengan Musa bukan kali itu saja. Dalam acara rapat kerja ia juga pernah bertemu pernah bertemu. Saat itu Musa menanyakan kelanjutan dari usulan-usulan proyek yang pernah ia minta.

Hakim pun menanyakan bagaimana sikap Musa saat mempertanyakan perihal tersebut. Sebab dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Faisol menyatakan jika Musa mengamuk dan mengancam akan menyobek usulan-usulan milik anggota dewan lainnya.

Lagi-lagi Faisol enggan mengungkapkan terus terang dengan menyatakan pertanyaan tersebut ia sampaikan kepada Wing dan atasannya, dan menyampaikan kembali kepada Musa. Namun hal itu tidak dipercaya hakim, sebab pernyataan itu berbeda dengan keterangannya di BAP.

"Apa coba omongin saya baca BAP-nya saudara ini? Marah-marah?" tanya Hariono dengan nada tinggi. Faisol pun akhirnya mengakui hal tersebut. "Iya, saya sobek nih. Pak Wing buka, iya sudah selesai," jawab Faisol.

Saat dikonfirmasi langsung kepada  Musa, ia membantah hal tersebut. Meski membenarkan bahwa ia mendatangi Kantor PUPR, menurut Musa, saat itu dia tidak meminta agar program aspirasinya di Maluku dimasukan dalam daftar di Kementerian PUPR. "Seingat saya, saya tidak pernah ingin merobek kertas," kata Musa.


STATUS MUSA DI KPK - Dalam kesaksiannya Musa memang kerap menyangkal dugaan dirinya terlibat proyek pembangunan di Kementerian PUPR yang berujung korupsi baik saat dicecar hakim, jaksa KPK, maupun tim kuasa hukum. Padahal, fakta sidang sebelumnya mengungkap keterlibatan Musa.

Kegeraman hakim memuncak setelah tim kuasa hukum yang dipimpin Hendra Karianga menanyakan Musa soal beberapa pertemuan yang dihadirinya. Salah satunya pertemuan di sebuah hotel di bilangan Blok M, Jaksel.

"Pertemuan hotel Ambara apa pernah bicara fee dengan terdakwa (Amran)?," tanya Hendra. Namun Musa menyangkalnya dengan menyebut tidak pernah melakukan pertemuan di lokasi tersebut.

Kemudian Hendra kembali mengonfirmasi tentang pertemuan itu yang juga dihadiri Abdul Khoir. Dan kali ini Musa kembali berdalih tidak mengingat nama hotel yang dimaksud."Saya lupa nama hotelnya," ujar Musa.

Saat dipertegas apakah dalam pertemuan itu membahas fee maupun pengaturan soal proyek, Musa tetap bersikukuh tak mengakuinya. Dia juga tetap kukuh tak mengakui meminta program aspirasinya untuk proyek di Maluku. "Sama sekali tidak," kata Musa.

Mendengar hal itu, Ketua Majelis Hakim Hariono lantas angkat bicara. Hakim Hariono mengakui sepanjang perjalanan kasus suap ini, Musa memang bersikukuh tak terlibat dan kecipratan uang. Sangkalan Musa yang "konsisten" ini sayangnya tidak sejalan dengan fakta persidangan.

Hariono pun merasa yakin jika Musa akan menyusul para kolegannya yang sudah terlebih dahulu menjadi pesakitan seperti Damayanti Wisnu Putranti, Budi Supriyanto serta Andi Taufan Tiro. "Kalau kita ikuti terus keterangan dia, maka dia tersangka juga diperkara lain," tutur hakim Hariono.

Dari informasi yang diperoleh di lingkungan KPK, nama Musa Zainuddin disebut-sebut memang telah naik statusnya dari saksi menjadi tersangka. Selain Musa nama lain yang juga disebut telah masuk dalam tahap penyidikan adalah politisi PKS Yudi Widiana.

BACA JUGA: