JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak kunjung menahan tersangka kasus korupsi dana aspirasi di Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat, Andi Taufan Tiro menjadi pertanyaan. Pasalnya Andi yang merupakan anggota Komisi V DPR RI telah tiga bulan menyandang status sebagai tersangka. Sementara tersangka lainnya saat ini telah menjalani proses persidangan.  

Politisi Partai Amanat Nasional ini diketahui telah menjadi tersangka sejak 27 April 2016 lalu. Sejak waktu itu terhitung sudah tiga bulan Andi menjadi tersangka namun ia masih bisa bernafas bebas. Tak hanya ditetapkan tersangka, ia juga telah tiga kali diperiksa sebagai tersangka yaitu pada 4 dan 12 Mei 2016 serta pada Senin 21 Juli 2016 lalu.

Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha beralasan bahwa upaya penahanan adalah pertimbangan obyektif dan subyektif penyidik. Tim penyidik, kata Priharsa, menganggap belum perlu menahan Andi Taufan Tiro dalam perkara ini.

"Pertama tidak ada keharusan tersangka di tahan, sebagaimana KUHAP, penahanan berdasarkan obyektif dan subyektif penyidik. Dan pada hari ini penyidik belum perlu melakukan penahanan kepada ATT," kata Priharsa Senin (29/8) malam.

Padahal, Priharsa juga mengakui bahwa Andi sebenarnya sudah memenuhi kriteria untuk melakukan upaya penahanan dengan melihat ancaman hukuman yang diberikan padanya. KPK menyematkan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Ancaman hukuman dari pasal tersebut adalah pidana penjara minimal 4 tahun dan denda Rp200 juta. Untuk ancaman maksimal adalah seumur hidup atau 20 tahun kurungan dengan denda Rp1 miliar.

"Kalau obyektif memang sudah terpenuhi karena kan sangkaannya itu ada ancaman lebih dari lima tahun lebih. Kalau subyektifnya penyidik yang tahu," tutur Priharsa.


SELALU MENGELAK - Saat ditanya apakah dalam proses pemeriksaan Andi Taufan bersikap kooperatif, Priharsa mengaku belum mengetahuinya. Meskipun begitu, hal tersebut tak menjadi masalah bagi KPK karena penyidik telah mempunyai bukti-bukti yang cukup tentang keterlibatan Andi Taufan.

"Kalau itu saya tidak tahu. Tapi prinsipnya pemeriksaan tersangka penyidik hanya mencatat apa yang dia sampaikan dan tidak mengejar pengakuan tersangka.

Andi Taufan sendiri enggan berbicara banyak kepada wartawan usai menjalani pemeriksaan sekitar 8 jam, Senin (29/8). Alasannya ia mengaku tidak mengingat pertanyaan yang dilontarkan penyidik  saat proses pemeriksaan.

"Saya lupa persisnya mas. Mohon maaf, lumayan banyak. Silakan tanya pada penyidik, tanya ke penyidik ya," kata Andi yang langsung menuju mobilnya Honda CRV yang telah menunggu di luar gedung KPK.

Setelah ditetapkan menjadi tersangka sikap Andi Taufan memang berubah drastis. Saat menjadi saksi untuk tersangka lain di KPK, Andi sempat tersulut emosi ketika ditanya wartawan apakah dirinya siap menjadi tersangka dalam perkara ini.

"Wah serem amat Bos, kalau siap jadi tersangka. Kamu siapa namanya, biasa di sini ya?" kata Andi yang tersulut emosinya.

Selain itu, ketika menjadi saksi untuk terdakwa Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir, ia juga sempat menantang majelis untuk membuktikan keterlibatannya dalam perkara ini. Andi mengklaim dirinya sama sekali tidak menerima suap dari pihak manapun terkait dana aspirasi.

"Siapa yang katakan itu Yang Mulia? Itu benar aspirasi saya atau tidak? Saya tidak tahu, ya dibuktikan saja Yang Mulia. Saya Islam, saya telah bersumpah, saya tahu hukuman dari perkataan saya," pungkasnya.

Dalam surat dakwaan dan tuntutan Jaksa terhadap Abdul Khoir, nama Andi Taufan disebut memegang total nilai proyek dari dana aspirasi sebesar Rp170 miliar. Untuk seluruh proyek tersebut, Andi akan diberikan fee sebesar 7 persen dari nilai total proyek. Uang yang telah diterima Andi dari Abdul Khoir diduga mencapai Rp7,4 miliar.

BACA JUGA: